Artikel Pernyataan Sikap Alumni dan Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah atas Perkembangan Penyelenggaraan Pemilu 2024 pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Berikut pernyataan lengkap yang disampaikan ratusan orang yang terdiri dari para alumni dan civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah, kemarin, di Landmark UIN, dipimpin dipimpin Saiful Mujani (Guru Besar UIN/SMRC):
PERNYATAAN SIKAP ALUMNI DAN CIVITAS ACADEMICA UIN SYARIF HIDAYATULLAH, CIPUTAT JAKARTA
Menimbang dan memperhatikan perkembangan penyelenggaraan pemilu/pilpres 2024, dan umumnya pengelolaan pemerintahan serta demokrasi yang beradab & beretika, maka kami alumni dan civitas academica UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, menyatakan sikap sebagai berikut:
Mendesak penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu, DKPP agar bekerja secara profesional dan bertanggung jawab. Penyelenggara pemilu dengan sungguh-sungguh memegang prinsip independen, transparan, adil, dan jujur. Menjauhkan diri dari kecenderungan berpihak, mengutamakan kepentingan politik orang perorang, kelompok, partai dan sebagainya, serta kuat dalam menghadapi kemungkinan intervensi dari pihak manapun.
Berani menegakkan aturan dan memastikan semua pelanggaran pemilu diselesaikan dengan semestinya sesuai aturan. Bahkan jika itu dilakukan oleh pihak yang paling berkuasa di Indonesia.
Mendesak Presiden dan aparat negara untuk bersikap netral dan menjadi pengayom bagi seluruh kontestan pemilu. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan wajib bersikap netral dan memfasilitasi seluruh aktivitas pemilu berdasar prinsip keadilan.
Sikap ini lebih dari sekadar tidak menggunakan fasilitas negara. Netral dalam hal ini bukan saja tidak menyatakan pilihan politiknya, tapi juga seluruh sikap dan laku diri sebagai presiden. Terutama tidak membuat kebijakan yang dapat berdampak menguntungkan secara elektoral bagi paslon tertentu.
Mendesak Presiden agar dengan sungguh‐sungguh mengelola pemerintahan demi dan untuk kepentingan nasional. Bukan demi kepentingan keluarga atau kelompok dengan mengatasnamakan kepentingan nasional. Aktivitas Presiden yang akhir-akhir ini terlihat seperti lebih condong mengutamakan kepentingan elektoral salah satu paslon bukanlah sikap seorang Presiden sebagai negarawan.
Situasi ini bukan saja dapat berdampak pada pelayanan pemerintah secara nasional, tapi juga menimbulkan ketidaksolidan dan ketidaknyamanan anggota kabinet.
Jika situasinya terus seperti ini dikhawatirkan bisa menimbulkan instabilitas nasional. Padahal, berulangkali Presiden mengingatkan agar kita semua bergembira dalam menghadapi penyelenggaraan pemilu/pilpres 2024 ini. Namun hari demi hari, yang diperlihatkan adalah tindakan yang cenderung sebaliknya, menambah kepiluan dalam pelaksanaan pemilu/pilpres dan pengelolaan keadaban demokrasi kita.
Pengelolaan keadaban/akhlak demokrasi ini sudah semestinya tidak dipandang sekadar seperangkat aturan tertulis. Aturan tentang boleh tidak boleh. Lebih dari itu, keadaban/akhlak demokrasi juga berhubungan erat dengan manfaat atau mudharat bagi kepentingan masyarakat.
Sejak putusan MK atas uji materi No 90/2023 ditetapkan, keadaban/akhlak demokrasi kita terus menerus merosot. Presiden sebagai kepala negara berkewajiban untuk menjaga dan menjadi contoh bagaimana keadaban/akhlak berdemokrasi itu menjadi laku kehidupan bernegara.
Mendesak Kepolisian RI untuk bersikap independen dan profesional. Tidak menjadi alat negara yang dapat menimbulkan rasa takut dalam mengekspresikan sikap politik warga negara. Tidak juga dengan mudah melakukan pemidanaan atas sikap kritis masyarakat. Polri adalah alat negara untuk menegakkan hukum dan ketertiban. Bukan alat Presiden. Maka dan oleh karena itu, Polri sudah seharusnya bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan untuk kepentingan pemerintah atau pihak-pihak tertentu.
Ciputat, 5 Februari 2024
Komunitas Alumni dan Civitas Academica UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat.
Artikel Pernyataan Sikap Alumni dan Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah atas Perkembangan Penyelenggaraan Pemilu 2024 pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Artikel Kasus Pencabulan di UIN Alauddin Makassar, BMI Minta Aparat Mengusut (Motif) Tuntas pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>“Sungguh miris mendengar dan membaca berita pencabulan 10 mahasiswa UIN oleh staf kampus UIN di Samata, Kab. Gowa. Kampus yang kita harap menjadi pelopor dalam menciptakan insan-insan muslim harapan bangsa malah diduga menjadi kampus darurat LGBT (menyodomi),” miris Ketua BMI Muhammad Zulkifli, dalam keterangannyaa
BMI mengaku tidak habis pikir, dan mengerikan kasus tersebut melibatkan oknum kampus berbasis Islam. BMI pun meminta kepada aparat hukum untuk mengusut kejadian ini, mulai oknum staf yang diketahui dari fakultas syariah, juga kepada mahasiswanya.
“Kita minta polisi membuka motifnya karena bisa saja para pelaku dan korban ini memang adalah kelompok LGBT. Dengan kejadian ini pula kita juga berharap kondisi ini mendapat perhatian khusus pemerintah Kab. Gowa dan DPRD untuk segera membahas Ranperda anti LGBT, demi menyelamatkan generasi kita dari pelaku buruk kaum laknat LGBT,” harapnya.
Kabarnya, pelaku telah diberhentikan dari posisinya sebagai staf kampus. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Dema UIN Alauddin Makassar periode 2022 Aqil Al-Waris.
(Verry/parade.id)
Artikel Kasus Pencabulan di UIN Alauddin Makassar, BMI Minta Aparat Mengusut (Motif) Tuntas pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Artikel Kasasi Ditolak, Rektor UIN Jakarta Kembali Kalah Melawan Dua Mantan Wakilnya pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Dengan ditolaknya permohonan kasasi Rektor UIN Syarif Hidayatullah yang diajukan sekitar awal tahun kemarin, maka ini menjadi kemenangan lanjutan bagi kedua mantan Wakil Rektor tersebut setelah sebelumnya berhasil menang di tingkat pertama dan banding.
Berdasarkan konfirmasi dari Mujahid A. Latief, selaku Ketua Tim Kuasa Hukum Prof. Andi dan Prof. Masri, setelah adanya putusan kasasi ini pihaknya telah melakukan serangkaian langkah hukum agar putusan tersebut segera dilaksanakan oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Mujahid adalah mengajukan surat permohonan keterangan putusan berkekuatan hukum tetap ke Pengadilan TUN Serang.
“Merespon permohonan ini, Panitera PTUN Serang pun telah menerbitkan penetapan dan surat keterangan yang pada pokoknya menyatakan bahwa Putusan Pengadilan TUN Serang Nomor Nomor 31/G/2021/PTUN.SRG dan Nomor 32/G/2021/PTUN.SRG telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),” demikian keteran pera yang diterima parade.id, Selasa (19/7/2022).
Selain itu, Mujahid juga menyampaikan bahwa pihaknya akan segera melayangkan surat kepada Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selaku pihak yang kalah dalam perkara a quo agar segera melaksanakan isi putusan pengadilan.
“Surat yang akan kami ajukan kepada Rektor nantinya merupakan reminder bahwa putusan PTUN Serang telah berkekuatan tetap, untuk itu kami minta agar Rektor segera melaksanakan isi putusan dimaksud” kata Mujahid.
“Isi putusannya tegas, paling tidak ada 2 hal yang perlu segera dilakukan oleh Rektor, pertama mencabut objek sengketa berupa Keputusan Rektor tentang pemberhentian dengan hormat Prof. Andi dan Prof Masri dari jabatan wakil rektor, kedua merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Prof. Andi dan Prof. Masri sebagai Wakil Rektor seperti semula sebelum diberhentikan” imbuhnya.
Lebih lanjut, Mujahid berharap Tergugat sebagai seorang pendidik dan guru besar agar berbesar hati dan memberikan contoh yang baik dengan cara menghormati dan menaati amar putusan pengadilan.
“Kalau Tergugat dengan jabatannya sebagai Rektor, sebagai pimpinan tertinggi perguruan tinggi, sebagai pendidik, sebagai guru besar, tidak memberikan contoh yang baik dengan tidak melaksanakan dan tidak menaati putusan pengadilan, lalu kepada siapa kita berharap hukum bisa tegak di negeri ini?” kata Mujahid.
Namun, kata Mujahid, jika Rektor tetap tidak melaksanakan isi putusan, maka pihaknya akan melakukan langkah-langkah hukum yang diperlukan agar putusan tersebut dieksekusi, termasuk bersurat ke PTUN Serang.
Saat ditanya mengenai kemungkinan Tergugat akan melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK), Mujahid menuturkan bahwa kasasi merupakan upaya hukum biasa pada tingkat akhir di Mahkamah Agung, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan putusan kasasi merupakan putusan yang kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan bisa dieksekusi walaupun ada upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali) dari pihak Tergugat.
“Dalam Pasal 66 ayat (2) UU Mahkamah Agung sudah jelas diatur bahwa permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan” tegas Mujahid.
Untuk diketahui, Perkara ini bermula ketika Prof. Andi dan Prof. Masri merasa keberatan dengan pemecatan sepihak yang dilakukan Prof. Amani Lubis dari jabatannya masing-masing sebagai wakil rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2019-2023. Atas pemecatan tersebut Prof. Andi dan Prof. Masri kemudian menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara Serang.
Pada tingkat pertama, PTUN Serang memenangkan Prof. Andi dan Prof.
Masri serta menyatakan batal atau tidak sah masing-masing Surat Keputusan pemberhentian keduanya Nomor 167 dan 168 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Februari 2021.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim juga mewajibkan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mencabut Surat Keputusan a quo serta merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Prof. Masri dan Prof. Andi sebagai Wakil Rektor seperti semula sebelum diberhentikan.
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kemudian melakukan upaya banding atas putusan PTUN Serang itu. Kemudian pada tanggal 2 Desember 2021 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta memutus permohonan banding tersebut dengan putusannya nomor 252/B/2021/PT.TUN.JKT dan nomor 253/B/2021/PT.TUN.JKT.
Amar putusan tersebut menyatakan, menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Serang masing-masing Nomor 31/G/2021/PTUN.SRG, tanggal 21 September 2021 dan Nomor 32/G/2021/PTUN.SRG, tanggal 21 September 2021 yang dimohonkan banding oleh Pembanding (dahulu Tergugat).*
Artikel Kasasi Ditolak, Rektor UIN Jakarta Kembali Kalah Melawan Dua Mantan Wakilnya pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Artikel Rektor UIN Jakarta Kalah Lagi pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta memutus permohonan banding yang diajukan oleh Prof. Dr. Amany Lubis pada tanggal 2 Desember 2021 melalui sistem e-court Mahkamah Agung dengan putusannya nomor 252/B/2021/PT.TUN.JKT dan nomor 253/B/2021/PT.TUN.JKT.
Amar putusan tersebut menyatakan, menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Serang masing-masing Nomor 31/G/2021/PTUN.SRG, tanggal 21 September 2021 dan Nomor 32/G/2021/PTUN.SRG, tanggal 21 September 2021 yang dimohonkan banding oleh Pembanding (dahulu Tergugat).
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta berpendapat bahwa pertimbangan hukum dan putusan pengadilan tingkat pertama sudah tepat dan benar dan tidak terdapat hal-hal yang dapat membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Serang.
Oleh karena itu alasan dan pertimbangan hukum tersebut diambil alih oleh Majelis Hakim Banding menjadi pertimbangan hukum dalam memutus sengketa pada tingkat banding.
Untuk diketahui, Perkara ini bermula ketika Prof. Andi dan Prof. Masri merasa keberatan dengan pemecatan sepihak yang dilakukan Prof. Amany Lubis dari jabatannya masing-masing sebagai wakil rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2019-2023. Atas pemecatan tersebut Prof. Andi dan Prof. Masri kemudian menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara Serang.
Pada tingkat pertama, PTUN Serang memenangkan Prof. Andi dan Prof. Masri serta menyatakan batal atau tidak sah masing-masing Surat Keputusan pemberhentian keduanya Nomor 167 dan 168 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Februari 2021.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim juga mewajibkan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mencabut Surat Keputusan a quo serta merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Prof. Masri dan Prof. Andi sebagai Wakil Rektor seperti semula sebelum diberhentikan.
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kemudian melakukan upaya banding atas putusan PTUN Serang itu. Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Rektor apakah menerima putusan banding tersebut atau melakukan upaya hukum kasasi.
Ketua Tim Kuasa Hukum Prof. Andi dan Prof. Masri, Mujahid A. Latief mengatakan putusan tersebut semakin menguatkan putusan sebelumnya yang dikeluarkan oleh PTUN Serang.
Dengan putusan tersebut, kata Mujahid, Keputusan Rektor yang memberhentikan Prof. Andi dan Prof. Masri sebagai Wakil Rektor batal demi hukum atau tidak memiliki kekuatan hukum.
“Tidak sah atau batal demi hukum atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat Surat Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 167 dan 168 Tahun 2021 tertanggal 18 Februari 2021 tentang pemberhentian Terbanding/dahulu Penggugat sebagai Wakil Rektor,” tutur Mujahid.
Lebih lanjut, Mujahid berharap Tergugat sebagai guru besar agar berbesar hati untuk menaati dan melaksanakan dengan segera putusan pengadilan.
“Sudah ada perintah untuk melakukan tindakan korektif dari Ombudsman ditambah lagi putusan pengadilan hingga tingkat banding, mau apa lagi? Harusnya Rektor sebagai guru besar, pimpinan Universitas Islam terbesar dan tenaga pendidik memberikan contoh yang baik pada kita semua atau secara khusus kepada mahasiswanya dengan cara menghormati dan menaati amar putusan pengadilan,” kata Mujahid.
“Ada dua hal yang kami tunggu dari Rektor, pertama, melaksanakan tindakan korektif yang diperintahkan oleh Ombudsman RI; kedua, melaksanakan amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Serang yang telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta,” tegas Mujahid.
“Untuk Putusan Pengadilan paling tidak ada 2 hal yang perlu dilakukan Rektor, pertama mencabut Surat Keputusan pemberhentian Prof. Andi dan Prof. Masri sebagai Wakil Rektor; kedua merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Prof. Masri dan Prof. Andi sebagai Wakil Rektor seperti semula sebelum diberhentikan,” pungkasnya. []
Artikel Rektor UIN Jakarta Kalah Lagi pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Artikel Menurut Saksi Ahli, Pemberhentian Dua Wakil Rektor UIN Harus Dibatalkan pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Dalam gelaran sidang lanjutan ini, PTUN Serang mendengar tiga orang saksi dari pihak Rektor UIN Jakarta selaku Tergugat dan satu orang ahli hukum dari pihak Prof Masri dan Prof Andi selaku Penggugat.
Dalam keterangannya sebagai ahli, DR. Ahmad., S.H., M.H, ahli menyatakan pemberhentian kedua Wakil Rektor UIN Jakarta bertentangan dengan PMA 17/2014 tentang Statuta UIN Jakarta.
Dalam Pasal 34 PMA 17/2014 diatur pemberhentian wakil rektor secara limitatif yaitu, telah berakhir masa jabatannya, pengunduran diri atas permintaan sendiri, diangkat dalam jabatan lain, melakukan tindakan tercela, sakit jasmani atau rohani terus menerus, dikenakan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menjadi terdakwa dan/atau terpidana yang diancam pidana penjara, cuti di luar tanggungan negara; atau meninggal dunia.
“Dalam keterangannya di hadapan persidangan, DR. Ahmad lebih lanjut menjelaskan jika membaca konsideran SK pemberhentian kedua wakil rektor, maka tidak ada satu pun syarat yang dipenuhi oleh Rektor UIN di dalam pemberhentian keduanya. Sehingga secara hukum SK pemberhentian tersebut harus dibatalkan,” demikian siaran persnya, atas nama kuasa hukum keduanya, Mujahid A Latief, Kamis (26/8/2021).
Kuasa Hukum kedua wakil rektor tersebut menjelaskan bahwa keterangan ahli DR. Ahmad sudah cukup meyakinkan bagi majelis hakim untuk membatalkan kedua SK pemberhentian kliennya. Sebab faktanya dalam konsideran SK pemberhentian hanya disebutkan alasan pemberhentian karena “dipandang sudah tidak dapat bekerjasama lagi dalam melaksanakan tugas kedinasan”.
“Tidak ada disebutkan karena melanggar salah satu norma yang termuat dalam Pasal 34 PMA 17/2014,” kata dia.
Mujahid pun berharap kepada Majelis Hakim, kelak membuat putusan yang jernih dan adil berdasarkan fakta-fakta hukum yang terjadi selama persidangan.
“Putusan hakim diharapkan dapat mengembalikan atau memulihkan marwah dari kedua kliennya yang tergerus akibat pemberhentian tersebut. Meskipun nanti putusannya memenangkan kliennya, belum tentu juga kedua klienya mau kembali menjabat sebagai wakil rektor,” harapnya.
Pemberhentian Keduanya Maladministrasi
Sebelum itu, Ombudsman menemukan maladministrasi dalam pemberhentian keduanya. Hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh kuasa hukum keduanya, Mujahid.
“Melalui surat tertanggal 8 Agustus 2021, Ombudsman Republik Indonesia telah memberitahukan kepada Kuasa Hukum Prof. Andi M Faisal Bakti dan Prof. Masri Mansoer, telah menyelesaikan investigasi terhadap pemberhentian keduanya dari jabatan Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ombudsman Republik Indonesia juga menyampaikan ‘Ringkasan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan’ (LAHP) Nomor 0313/LM/III/2021/JKT, tertanggal 2 Agustus 2021,” demikian katanya, melalui keterangan persnya, Jumat (13/8/2021).
Menurut Mujahid, sesuai aturan, Ombudsman telah menyampaikan hasil investigasinya kepada 3 (tiga) lembaga, yaitu, Terlapor (Rektor UIN Syarif Hidayatullah), Menteri Agama Republik Indonesia, dan Inspektur Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia. Ketiga lembaga tersebut diberikan waktu 30 (tiga puluh) hari oleh Ombudsman untuk melakukan Tindakan korektif dan menyampaikan Laporan pelaksanaannya kepada Ombudsman.
Lebih lanjut Mujahid menyatakan, bahwa dalam temuan hasil investigasi Ombudsman dinyatakan terjadi “penyimpangan prosedur” yang dilakukan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di dalam memberhentikan Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag. (Sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan) dan Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, M.A. sebagai Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Kelembagaan).
Temuan Ombudsman ini menurut dia sejalan dengan temuannya yang sejak awal meyakini pemberhentian kedua kliennya diduga melanggar Pasal 34 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Statuta Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
“Dalam pasal tersebut ditegaskan Wakil Rektor UIN hanya dapat diberhentikan dengan alasan-alasan, pertama, telah berakhir masa jabatannya;. Kedua, pengunduran diri atas permintaan sendiri,” jelasnya.
Ketiga, lanjut dia, diangkat dalam jabatan lain. Keempat, melakukan tindakan tercela. Kelima, sakit jasmani atau rohani terus menerus. Keenam, dikenakan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, menjadi terdakwa dan/atau terpidana yang diancam pidana penjara. Kedelapan, cuti di luar tanggungan negara. Atau kesembilan, meninggal dunia.
Menurut dia, pemberhentian keduanya tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan tersebut, karena itu dikualifikasi cacat hukum.
Mujahid berharap Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta secara legowo atau ikhlas atau lapang dada dan segera melakukan tindakan korektif sesuai temuan Ombudsman dengan mengembalikan jabatan kedua kliennya sebagai Wakil Rektor.
“Apakah kedua klien kami bersedia kembali menjabat sebagai Wakil Rektor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu soal lain yang perlu kami diskusikan dulu dengan klien kami, yang utama adalah Rektor UIN mengakui ada kekeliruan dan mau memperbaiki atas kekeliruan tersebut. Begitulah mekanisme dan prosedur dalam sebuah negara yang menganut prinsip negara hukum,” kata dia.
Harapan kuasa hukum ini, kata dia, senafas dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 38 UU 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang menyatakan, “Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman. Dan, “Atasan Terlapor wajib menyampaikan laporan kepada Ombudsman tentang pelaksanaan Rekomendasi yang telah dilakukannya disertai hasil pemeriksaannya…”.
“Sebagai kampus Islam terbesar di Indonesia tentu ‘tidak elok’ mengabaikan hasil temuan investigasi Ombudsman Republik Indonesia.”
Laporan atau pengaduan kedua kliennya ke Ombudsman menurut dia didasarkan pada temuan adanya dugaan “maladministrasi” yang dilakukan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam pengaduan tersebut, ia, sebagai kuasa hukum meminta Ombudsman melakukan investigasi terhadap Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menerbitkan Surat Keputusan Pemberhentian Kepada Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag. (Sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan) dan Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, M.A. sebagai Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Kelembagaan).
“Pengaduan ke Ombudsman dilakukan sesuai kewenangan Ombudsman menerima Laporan/Pengaduan sebagaimana dinyatakan Pasal 1 angka 4 UU 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, bahwa pengaduan disampaikan ke Ombudsman oleh setiap orang yang telah menjadi korban ‘maladministrasi’.”
(Sur/PARADE.ID)
Artikel Menurut Saksi Ahli, Pemberhentian Dua Wakil Rektor UIN Harus Dibatalkan pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>