Site icon Parade.id

Tanda Tangan Ketua Umum APBMI Diduga Dipalsukan

Foto: Ketua Umum APBMI, Muhammad Fuadi

Jakarta (PARADE.ID)- Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Muhammad Fuadi merasa kecewa karena persidangan di PN Jakrta Utara terkait dugaan pemalsuan tanda tangan pembelian drump truk yang dilakukan oleh Tadjudin Ius, adiknya ditunda

Fuadi, demikian sapaannya mengatakan bahwa harusnya hari ini, Rabu (10/3/2021) agendanya adalah mendengarkan keterangan saksi, di mana ia sebagai salah satu saksinya (korban).

“Sidang tadi bagi saya aneh. Harusnya kalau ditunda dengan alasannya hakim tidak datang (karena cuti), harusnya sebelum sidang diberi pemberitahuan bahwa batal. Padahal kita sudah datang ke pengadilan. Sudah siap,” ujarnya, Rabu (10/3/2021) kepada media di Jakarta.

Menurut dia, alasan hakim anggota tidak datang karena cuti tidak masuk logika. Tapi, sebagai warga negara yang baik dan taat hukum ia coba memahaminya.

“Alasan hakim karena dua orang tidak ada. Tidak datang, ada suatu alasan. Sidang diundur menjadi hari Rabu mendatang, tanggal 17 Maret 2021,” akunya.

Kuasa hukum Fuadi, Dominikus Darus S.H menjelaskan bawha dua hakim anggota itu memang berhalangan hadir. Namun menurutnya, idealnya itu melalui JPU harusnya ada pemberitahuan terlebih dahulu bahwa hakim anggota tidak ada di pagi harinya.

“Ini saksi korban ini adalah pengusaha. Waktu adalah uang. Menunggu yang tidak pasti itu kan mubazir. Itulah yang kita kecewa. Harusnya diberitahukan sehari sebelumnya berhalangan,” timpalnya.

“Kami dengar dari JPU itu karena dua hakim anggota itu karena cuti. Itu kan bukan cuti mendadak, harusnya sehari sebelumnya. Tapi ini kewenangan pengadilan, ya, kita harus mengikutinya,” sambungnya.

Tanda tangan Ketum APBMI yang diduga dipalsukan oleh Tadjudin

Hari ini, kata dia, harusnya pemeriksaan saksi korban. Jadi kliennya, Muhammad Fuadi, Komisaris di PT Tubagus Jaya Maritim (TJM), komisaris pula di PT Kesara, yang di mana persoalannya berawal Tadjudin ini tadinya direktur di TJM sekaligus dia direktur di PT Kesara.

Ia bercerita terkait kasus pemalsuan tanda tangan, bahwa TJM diklaim yang membuka kontrak dengan ACC (perusahaan lising); mobil keluar 10 unit (dump truck) tetapi bukan digunakan untuk operasional TJM, melainkan digunakan untuk kepentingan Kesara.

Seharusnya, kata dia, ada kesepakatan antara TJM dengan PT Kesara, bahwa TJM yang membuka kontrak dengan ACC itu tanpa sepengetahuan komisaris.

“AD ART PT TJM disebutkan bahwa setiap direktur jika melakukan ikatan dengan pihak ketiga yang menyangkut uang itu wajib diketahui oleh komisaris. Pengambilan 10 unit dump truck yang dilakukan oleh Tajudin, yang sekarang itu duduk di kursi terdakwa itu tanpa sepengetahuan komisaris, karena itu kan sudah hukum baku, kalau direktur mau melakukan perikatan dengan pihak perbankan atau lising itu wajib diketahui oleh komisaris,” ia menjelaskan.

“Klien kami sampai detik ini tidak tahu, apalagi mengetahui dan menandatangani surat persetujuan komisaris TJM,” sambungnya lagi.

Fuadi ini dikatakan olehnya juga komisaris di PT Kesara. PT Kesara ini yang dikatakan olehnya menggunakan 10 mobil unit, yang mestinya dewan komisaris mengetetahui, bahwa PT Kesara juga yang melakukan pembayaran bulanan terhadap cicilan 10 unit dumptruck di ACC.

Setelah diteliti, kroscek dan segala macam, lanjutnya, ternyata tandatangan Faudi patut diduga dipalsukan. Buktinya adalah hasil lapkrim dari forensik, baik sebagai komisaris TJM maupun sebagai komisaris di Kesara.

“Itu non identik. Tidak sesuai. Itu hasilnya,” tegasnya.

Jadi, kata dia, perkara ini dititikberatkan bahwa ada pemalsuan tandatangan (263 ayat 2) dokumen yang dipakai oleh Tadjudin itu untuk mengambil 10 unit mobil dump truck dari PT ACC. 10 unit ini bukan digunakan untuk TJM, tapi untuk Kesara.

“Kita melaporkan hal ini kepolisian karena outstanding/tagihan itu Rp7,3 miliar. Rp7,3 miliar ini yang harus menanggung adalah TJM. Suka atau tidak suka, karena pemegang kontrak. TJM yang membuat kontrak dengan ACC,” urainya.

“Di situlah kita keberatannya. Makanya kita lapor. Kalau orang ini mengatakan ini soal adik dan kakak, tapi ini kan B to B. Hubungan keluarga, ya, di rumah,” kata dia lagi.

Ia meminta, kalau nanti keputusan ini inkracht, ia akan berencana akan menggugat balik PT ACC, karena sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan bahwa yang mesti bertanggung jawab bukan TJM, melainkan Tadjudin, yang memalsukan tandatangan.

Kronologi Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan

Fuadi mengatakan bahwa awalnya ia melaporkan ke polisi, begitu adiknya (Tadjudin) ia keluarkan dari semua perusahaan, kemudian dia (Tadjudin) bikin perusahaan.

“Lalu dimasukkan saya sebagai komisaris. Dimasukkan lah ke dalam PT Kualifa, namanya. Itu perusahaan baru. Tetapi tahu-tahunya perusahaan itu yang ada di dalam perusahaan saya. Saya  masuk ke situ hanya melalui akta pendirian. Saya menjadi komisari,” ia mulai bercerita.

Dari situ Iyus a.k.a Tadjudin meminjam laporan keuangan TJM, karena ia sebagai komisaris. Dia (Tadjudin) mengatakan, katanya, akan meminjam uang ke bank sebanyak Rp5 miliar. Dipinjamkan lah laporan keuangan TJM.

“Itu tanggal 19 Februari. Kemudian di bulan Mei, istri saya mengajukan uang ke bank Danamon, yang jaminannya TJM ditolak, karena TJM BI checking. Kemudian saya tanya BI checking-nya di mana?” tanyanya.

“Tahu-tahunya ada BI checking dari ACC. Kalau tidak salah tanggal 4 atau 5 Mei saya ke ACC. Saya tanyakan perihal itu. Dikasihlah saya kontrak-kontraknya. Tapi di situ saya tidak dikasih lihat persetujuan (dari komisaris). Tanggal 10 Mei saya diundang launching Kualifa beli mobil 12 unit, karena acaranya hari Sabtu, saya tidak datang,” ia menjelaskan.

Tanggal 12 malam, hari Minggu, ia kemudian mendapkan info bahwa yang 12 mobil ini dibiayai oleh BCA. Dan penjaminnya TJM. Akhirnya setelah itu (Senin) ia mencari-cari BCA, juga sama mobilnya.

Kemudian ia menghubunginya (Mercy), karena ia ingin melihat kontraknya. Ia tanyakan. Pihak itu mengaku bahwa kontraknya itu belum diserahkan oleh Iyus. Alasannya nanti siang.

“Akhirnya saya bertemu dengan BCA dan Mercy di salah satu mal di Jakarta. Dalam pertemuan itu, pihak (BCA) menanyakan kontraknya di mana, karena Mercy sudah keluar. Kan kalau mobilnya sudah keluar harusnya kontraknya sudah beres. Tapi kan Mercy dengan BCA ngejar-ngejar karena minta dibayar,” katanya lagi.

“Dia (Iyus) mengaku bahwa orangnya sudah mengantar kontraknya, dan termasuk pengakuan tandatangan saya. Akhirnya itu telepon mati ketika pihak BCA menyebut ada saya di sampingnya (karena di-load speaker). Kemudian saya mendapat WA dari ACC. Saya melihat bahwa tandatangan saya palsu, karena saya belum menandatangani. Itu hari Senin,” ia menyambungnya.

Ia mengaku mendapat info itu dari orangnya ACC, hari Selasa orang ACC dipanggil sama Iyus. Hari Rabu kemudian ia kembali mendapat info dari ACC, menanyakan tandatangannya. Lalu ia pun datang ke ACC menanyakan mana tandatangannya yang benar.

“Kalau memang benar, apa urusannya dengan Kesara, tanya saya. Urusannya apa sama TJM? Sebab itu tidak jelas, maka saya lapor ke polisi, karena ada dua tandatangan yang berbeda. Saya yakin bahwa ACC terlibat, karena dokumen ini, yang palsu mau ditukar dengan perubahan. Artinya kan ada dua,” tuturnya.

“Pengambil Mercy saja sudah dipalsukan waktu di berurusan dengan BCA. Tapi kan akhirnya dibatalkan kontralknya oleh BCA, karena saya tidak tandatangan. Akhirnya hari Rabu (malam) adik-adik saya datang ke rumah. Minta maaf. Ujung-ujungnya menangis dan meminta tandatangan (persetujuan) BCA. Saya tidak mau. Akhirnya  batal kontrak,” ia kembali menyambungnya.

Ia sempat menanyakan mengapa Tadjudin memalsukan tandatangannya. Alasannya ketika untuk mempercepat proses. Mempermudah dan memperlancar. Siapa pun yang tandatangan kan tidak masalah, karena yang penting kan dibayar, kata Iyus.

“Kemudian saya bilang, ya, bayar dong. Itu di rumah saya,” terangnya.

Dugaan Tadjudin Dimanfaatkan Pihak Lain

Tak lama dari itu, kemudian ia kumpulkan lising di salah satu tempat. Tapi saat itu yang datang menurutnya dia hanya Sumitomo dan Bumi Putra. Dua itu datang sudah beres, katanya. Tarik semua mobilnya dan eskavator.

“Saya menduga adik saya ini dimanfaatkan oleh orang lain. Sama yang namanya Erwin dari Kesara. Jujur saja ke saya, bahwa terpengaruh olehnya. Kalau ngomong begitu saya tidak akan teruskan kasus ini. Justru yang akan saya kejar si Erwin itu,” dugaanya.

“Sebab kalau saya lihat ketika mengambil alat, Iyus yang menandatanganinya. Sedangkan yang bayar itu si Erwindan Robi. Kalau tidak dibayar bagaimana? Saya yang akan ketumpuan. Saya pernah ikut di Kesara. Hubungannya dengan TJM dahulu tidak ada, karena Kesara dahulu hanya tiga orang. Erwin, Dewi, dan Robi. Ini kan tidak ada modal, kemudian mungkin Iyus ngobrol-ngobrol dengan Erwin,” ia kembali menduganya.

Dipakailah BPKB TJM, kata dia. Kemudian TJM diberi saham 40 persen. Tapi faktanya saat perubahan akta, secara pribadi ia hanya mendapat 15 persen, bukan TJM. Seminggu kemudian diubah lagi aktanya memakai nama PT, katanya. Ia hanya mendapat 25 persen. Iyus 15 persen (PT Danaputra). Ia menganggap sudah terlihat curangnya.

“Gilanya lagi, ini BPKB saya pinjamkan. Tidak tahunya Iyus meminjam uang ke Pegadaian sebesar Rp30 miliar. Tanpa tandatangan saya. Itulah awal Kesara. Dari awalnya saja sudah tidak benar,” katanya.

Ia pun sempat lapor ke Polres Timur, karena mendapat ancaman dari Pegadaian kalau tidak dibayar maka mobil akan diambil. Maka ia lapor polisi. Begitu ia lapor ke polisi, Pegadaian tidak berani mengambil.

“Dua tahun BPKB baru balik. Dan saya cabut perkaranya. Kalau saja Iyus bertanggung jawab, saya tidak akan lapor dan saya akan cabut,” ingatnya

Perlu diketahui bahwa Jaya Maritim (TJM) ini adalah perusahaan bongkar muat. Di bawah naungan Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI).

Ditambahkan kuasanya hukum Fuadi, Dominikus bahwa pemalsuan tandatangan ini bukan hanya di kasus 10 dump truck di ACC, tetapi juga dengan BCA.

“Ini tampaknya sudah terpola dan terstruktur. Artinya bukan di kasus ACC saja, tetapi di tempat lain (BCA lising) juga potensi tandatangan beliau (Fuadi), yang tadi diceritakan,” tandasnya.

Pelaporan perkara tersebut bermula dilaporkan oleh Fuadi di Polres Jakarta Selatan dan kemudian dilimpahkan ke Polres Jakarta Utara pada tahun 2020 lalu, dan laporan itu terkait dugaan pemalsuan data dan tanda tangan serta penyalahgunaan wewenang.

Dalam proses persidangan yang sudah berjalan selama tiga kali di PN Jakarta Utara dan sidang sudah menghadirkan beberapa saksi.

Dalam sidang yang dilaksanakan tiga kali terakhir menghadirkan saksi Dewi Utami selaku Direktur PT. Kesara Mahadana Akshaya (KMA)  pada persidangan 10 februari 2021. Kemudian tanggal 17 februari dan 24 februari 2021 yang menghadirkan saksi dari pihak PT. Astra Sedaya Finance.

Untuk diketahui juga kedua saudara kandung yang beseteru hingga ke meja hijau ini sampai saat ini masing-masing menjalankan usahanya di bidang logistik.

(Rgs/PARADE.ID)

Exit mobile version