Site icon Parade.id

Transisi Energi Baik-baik Aja buat Pertamina dan Indonesia

Foto: dok. rmol.id

Jakarta (parade.id)- Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menyatakan bahwa transisi energi baik-baik saja buat Pertamina dan Indonesia.

“Bagaimana tidak bagus? Transisi energi bagi Indonesia sangatlah strategis karena Indonesia adalah negara dengan kekayaan energi terlengkap di dunia. Jadi andaikata ingin mengurangi beban konsumsi minyak bumi, maka Indonesia bisa mendapatkan energi baru yang lain,” kata dia pada keterangannya kepada media, Rabu (29/11/2023).

“Apalagi apabila sedikit tahu diri, maka Indonesia harus mengurangi ketergantungan pada BBM, karena posisi Indonesia adalah negara net importer minyak. Indonesia hanya mampu memghasilkan 600 ribu barel minyak mentah sehari dan mengimpor sisanya dari kebutuhan nasional mencapai 1,4-1,5 juta barel sehari,” tambahnya.

Pertamina sendiri tidak akan mungkin meningkatkan produksi minyak. Sekarang hanya bertahan menjaga laju penurunan produksi yang secara alami pasti turun. Ini karena ladang ladang minyak sudah uzur atau tua renta.

“Coba dibayangkan berapa banyak uang negara keluar kabur ke Singapura dan negara lainnya untuk membeli BBM, tidak kurang dari 1-1,3 triliun sehari. Coba kalau uang sebesar itu digunakan untuk mengembangkan energi alternatif. Wah, cepat kaya Indonesia dan bisa menciptakan lapangan kerja yang luas,” katanya.

Sementara pada bagian lain Pertamina mengalami banyak masalah keuangan, utang yang besar, sementara pendapatan dari penjualan BBM relatif stagnan.

“Pertamina mengandalkan pendapatanya dari kompensasi dan subsidi. Kalau negara masih banyak uang itu masih bisa diatasi. Kalau sebaliknya bagaimana?”

Selain itu pendapatan negara dari migas terus merosot. Bukan hanya karena kemampuan sedot minyak mesin pompa sumur sumur Pertamina kalau dihitung kalah dengan kemampuan sedot air di kolam lele, karena bukan minyak yang keluar tapi sebagian besar lumpur.

“Jika ini terus dilanjutkan maka akan menjadi beban lingkungan yang makin besar, baik di hulu maupun di hilir. Apalagi baru baru ini sektor transportasi telah dicap sebagai biang kerok penyebab polusi Jakarta akibat macet dan konsumsi BBM yang boros serta tidak efisien. Gimana ini?” imbuhnya.

(Rob/parade.id)

Exit mobile version