Site icon Parade.id

Unjuk Rasa ALASKA di Polda NTB terkait Dugaan Kekerasan Seksual dalam Kampus

Foto: massa aksi Aliansi Anti Kekerasan Seksual (ALASKA) di depan Polda NTB, hari ini, Kamis (29/12/2022)

Mataram (parade.id)- Puluhan orang yang mengatasnamakan Aliansi Anti Kekerasan Seksual (ALASKA), hari ini, Kamis (29/12/2022), melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), terkait dugaan kekerasan seksual di kampus wilayah NTB yang telah memakan korban. Secara umum, massa menuntut agar kasus kekerasan seksual diproses tuntas, dengan prinsip hukum pidana terhadap pelaku.

Tuntutan lainnya, mendesak agar dituntaskannya upaya pemulihan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, menelusuri dan mendalami fakta indikasi perbuatan pidana dan korban lainnya, menuntut Mabes Polri mengevaluasi Kapolda NTB di Dirreskrimum dan Kasubdit 4 Direskrimum Polda NTB, dan lainnya.

Koordinator Lapangan aksi Aris Munandar menyampaikan bahwa saat telah terjadi kekerasan seksual yang dialami hampir 10 mahasiswi. Tapi aparat kepolisian dinilai oleh massa seakan menutup mata terhadap kasus kekerasan seksual ini.

“Kami berikan waktu satu minggu kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Polda NTB untuk segera menyelesaikan kasus kekerasan seksual tersebut. Apabila dalam waktu atau tempo yang kami tentukan tersebut tidak bisa diselesaikan oleh Polda NTB, maka kami akan kembali turun aksi dengan massa yang lebih besar,” ia menyampaikan.

Dalam aksi unjuk rasa pagi hingga siang tadi, turut hadir dua orang dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram), yaitu Widodo Dwi Putra dan Lely. Kedua sempat melakukan orasi di depan Polda NTB.

Widodo mengatakan, bahwa kedatangan massa ke Polda NTB adalah sekian kalinya melaporkan kejadian kekerasan seksual yang dialami oleh mahasiswi NTB. Sebagai seorang dosen hukum yang telah mengajar mahasiswa hingga ke jenjang S3 merasakan hal yang sangat ironis karena kasus tersebut tidak dinaikkan ke penyidikan.

Padahal ia yakin bahwa Kapolda NTB telah menerima laporan tersebut. Namun ia mempertanyakan mengapa kasus tersebut tidak dinaikkan ke penyidikan.

“Apakah tersangka lebih tinggi daripada Ferdy Sambo dan Kapolda NTB? Memang ada satu pelapor yang telah mencabut laporannya. Tapi masih banyak korban lainnya sehingga tidak serta merta dijadikan alasan untuk menghentikan kasus kekerasan seksual tersebut,” orasinya.

Kepada masyarakat, khususnya wanita, ia mengajak untuk ikut berjuang menegakkan keadilan bagi korban seksual.

Sementara itu Lely, menjelaskan bahwa pada bulan Maret yang lalu datang ke Polda NTB untuk melaporkan kejadian kekerasan seksual–yang massa anggap korban memberanikan diri melaporkan kasus kekerasan seksual sebagai pahlawan.

Tapi, kata dia, penyampaian dari “APH” saat itu kesulitan dalam mendapatkan pasal dakwaan, sehingga ia sebagai insan hukum turut membantunya dalam mencari pasal dakwaan.

“Setelah pasal dakwaan didapatkan, tiba-tiba kami mendapat informasi bahwa kasus tersebut dihentikan di tahap penyelidikan belum sampai naik ke penyidikan,” kata dia, dalam orasi.

Ia dan massa menuntut kasus kekerasan seksual yang sempat dihentikan itu agar dilanjutkan kembali ke tahap penyidikan.

“Sebab, tidak ada pihak mana pun yang dapat menerima kekerasan seksual. Kami anggap ini sebagai tolok ukur Polda NTB dalam menegakkan keadilan bagi kasus kekerasan seksual,” pungkasnya.

Massa, melalui perwakilannya sempat bertemu Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Nasrun Pasaribu. Perwakilan itu antara lain Lely, Joko Jumadi, Yan Mangandar, Hendri Susanto (Endris Foundation), dan lainnya. Dalam pertemuan itu, mereka menyampaikan: permintaan agar kasus kekerasan seksual yang sempat dihentikan tersebut dilanjutkan kembali ke tahap penyidikan.

“Menurut akal sehat kami, tidak ada satu pun korban, dari pihak mana pun itu yang dapat menerima atas kejadian kekerasan seksual tersebut. Kami minta kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Kapolda NTB supaya bekerja secara profesional, transparan sesuai tugas dan fungsinya dan jangan ada yang ditutup-tutupi.”

Mereka meminta kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Polda NTB, untuk segera proses secara tuntas kasus kekerasan seksual sesuai dengan prinsip dan ketentuan hukum pidana terhadap pelaku predator seksual.

“Mabes Polri khususnya perlu melakukan evaluasi terhadap Kinerja Kapolda NTB, Dir Reskrimum dan Kasubdit 4 Direskrimum Polda NTB karena kami nilai tidak mampu lagi untuk melaksanakan tugasnya. Kami minta kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Polda NTB melalui diskrimum Polda NTB untuk betul-betul serius dalam menangani kasus ini–minta kepada pihak kepolisian untuk bekerja secara profesional.”
Dirkrimum Polda NTB Kombes Pol Nasrun Pasaribu meresponnya, dengan menyampaikan terkait apa yang menjadi aspirasi atau tuntutan dari ALASKA, aparat penegak hukum yang ada di Polda NTB mendukung. Ia pun mengajak agar sama-sama mengawal kasus ini sampai tuntas.

“Percayakan semua proses hukum kepada kami. Berikan kami waktu untuk bekerja,” ujarnya.

Terkait kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh Polda NTB dan kasusnya sempat dihentikan proses hukumnya, disampaikan olehnya akan dibuka dan digelar kembali, serta proses hukumnya yang sedang berlangsung tetap akan berjalan.

(Verry/parade.id)

Exit mobile version