Jakarta (PARADE.ID)- Politisi partai Gelora, Fahri Hamzah mengingatkan pejabat agar jangan berdagang di ruang kebijakannya. Sekalipun itu untung atau rugi. Itu soal lain. Namun, menurut Fahri, itu intinya, pejabat jangan berdagang di ruang kebijakannya.
“Standar etika pejabat negara menurun, tidak bisa membedakan mana negara mana pasar, mana pribadi mana publik dan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dalam jabatan. Jubir2 berkeliaran tanpa pengetahuan. Tambah runyam pengertian tidak paham mana institusi mana personal,” sindir Fahri, kemarin.
“Pak @Jokowi yang terhormat, sedang ramai sekali berita, bahwa para pejabat bapak berbisnis di masa pandemi ini. Mereka, sebagaimana layaknya sebuah bisnis, mereka mengambil untung dari pandemi. Besar sekali,” ia mengadu.
Lalu, sebagaimana pengamatannya, muncul pembelaan diri dari para pejabat itu, bahwa bisnis itu mereka lakukan justru dilakukan untuk membantu rakyat dalam pandemi. Mereka beralasan bahwa bisnis mereka dalam rangka mempercepat pelaksanaan keputusan dan kemudian keuntungannya untuk rakyat.
Sungguh, lanjutnya, kalau kita tidak memakai nalar dan etika bernegara, seolah pikiran para pejabat yang berbisnis di masa pandemi ini benar. Padahal kesalahannya fatal.
“Pertama dan utama, pejabat adalah regulator, pengusaha adalah operator. Keduanya tidak boleh melekat dlm diri 1 orang,” tertulis demikian di akun Twitter-nya.
Kedua, lanjut mantan Wakil Ketua DPR itu, merangkap bisnis dan pejabat negara (terutama PNS) sekaligus dilarang dalam peraturan pemerintah dan juga etika pejabat negara. Presiden adalah pembina birokrasi negara melalui para menteri.
“Bagaimana jadinya kalau mereka melanggar etika itu?.”
Fahri merasa terlalu banyak alasan bahwa merangkap bisnis dan pejabat kesalahan fatal. Saking fatalnya sehingga ini tidak perlu dibahas karena sangat elementer kesalahannya. Dan kesalahan itu bisa merembet ke mana-mana.
“Saya secara khusus menyorot menteri2 muda di bidang ekonomi, mereka ini seperti karena tdk pernah memahami cara kerja negara lalu mereka menganggap bahwa pekerjaan negara itu berbisnis. Lalu mereka menjadi makelar dgn alasan mempercepat eksekusi kebijakan. Kacaulah semuanya!”
Ia pun mengaku bisa mengungkap banyak contoh dari yang saya mengerti dan lihat langsung. Tapi cukupkah yang sudah terungkap di media massa menjadi contoh. Terlalu kasat mata untuk dibantah bahwa di balik cita-cita baik Presiden dan kesulitan maayarakat, ada yang ambil manfaat sambil menjabat.
“Pak @jokowi yth, para pengusaha ya g ada si lapangan paling tahu data ini. Biaya ekononi tidak saja terdiri dari mark up, suap dan sogok swpwrri dulu, tetapi kini ada keharusan melibatkan pejabat dalam saham perusahaan yang memenangkan ijin dan pengadaan.”
Maka, menurut dia, momen ini sangat baik sekali bagi Presiden menggunakan untuk mengevaluasi para pejabat yang juga merangkap sebagai pengusaha.
Jokowi diimbau jangan percaya mereka yang menganggap para pejabat-pebisnis ini adalah jawaban bagi birokrasi yang lamban. Seolah mereka pahlawan dan jagoan.
“Niat baik bapak, bahwa pengusaha yang diangkat menjadi pejabat publik adalah jawaban bagi percepatan pengambilan keputusan dalam birokrasi yang gemuk dan lamban. Mungkin saja terjadi dalam beberapa kasus. Tapi daya rusaknya lebih besar. Mereka merusak pasar dan permainan.”
“Tetapi apapun yang terjadi, se-sukses apapun seorang pengusaha, se-kaya apa pun mereka dengan harta yg Mentereng, saham di mana2 tetaplah mereka adalah pejabat publik yg terikat secara hukum dan etik untuk selalu menjunjung tinggi prilaku, tidak KKN dan ber-konflik kepentingan,” kata Waketum partai Gelora itu.
Padahal, masih menurut dia, sebagai pengusaha, Presiden setahunya berhenti berbisnia sejak menjadi Wali Kota.
“Saya tidak tahu persis tapi setahu saya, bapak menentang rangkap jabatan. Tapi kenapa pejabat berbisnis nampak kasat mata?”
Karena itu, kata dia, Presiden harus mengembalikan citarasa yang tinggi dalam etika ini.
“Kita teringat di awal periode pertama presiden @jokowi bersikap keras sekali kepada yang merangkap jabatan. Rasanya di kalangan pejabat, citarasa ini memudar dan karena itu kembali harus ditegakkan.”
“Pak @jokowi yth, kami rakyat biasa, tetaplah ingin jadi rakyat yang baik; hidup tenang. Bekerja dan berusaha dan membayar pajak bagi negara. Janganlah pejabat merangkap dan merampas kesempatan berusaha rakyat. Rakyat siap berbisnis dan menjadi pengusaha. Memang ini hak mereka.”
Tapi, kata Fahri, jika para pejabat itu merasa perlu berbisnis seolah program pemerintah bisa gagal dan tidak terlaksana, sungguh tidak bijaksana. Ini merusak cara kita melihat peran negara dan peran rakyat sebagai pelaku usaha. Sekali lagi bisnis adalah pekerjaan rakyat bukan negara.
“Perbaikilah keadaan ini bapak presiden, kembalikan citarasa menjadi pejabat negara. Kembalilan kepercayaan rakyat kepada pejabat negara. Semoga Allah SWT memberi hidayah dan kemudahan. Selamat bertindak bapak presiden!”
(Sur/PARADE.ID)