Site icon Parade.id

Wajarkah Putusan Pengadilan PHI Ditunda Tiga Minggu?

Foto: Andianto (Koordinator Nasional Poros Prabowo Presiden) saat acara ‘Doa dan Syukur Pasca Pemilu yang Aman dan Damai Bersama Tokoh-Tokoh Lintas Agama’, Kamis (29/2/2024), di Jakarta Pusat

Jakarta (parade.id)- Wajarkah putusan pengadilan Penyelesaian Hubungan Industrial (PHI) ditunda tiga minggu dipertanyakan kuasa hukum pensiunan pegawai PT Pelni (Persero), Andianto. Andianto menanyakan itu karena menurut dia biasanya penundaan itu hanya memakan waktu satu minggu saja, misal belum adanya hasil permusyawarahan dari majelis hakim atau karena hal teknis lainnya.

“Tapi pada Perkara PHI ini ditunda selama tiga minggu. Ada apakah yang sebenarnya sehingga penundaan Putusan Pengadilan sampai dengan tiga minggu?” tanyanya, lewat keterangan tertulis kepada media, Senin (23/12/2024).

Penundaan putusan pengadilam selama tiga minggu tersebut pun menimbulkan banyak pertanyaan. Pasalnya, menurut dia tidak ada keterangan yang jelas terhadap penundaan atas putusan pengadilan perkara aquo yang tertera pada Ecourt Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Apakah memang Putusan Pengadilan ditunda karena hari libur atau telah terjadi praktik mafia pengadilan?” tanya Andianto lagi.

Proses perkara aquo pada pengadilan PHI Jakarta Pusat menurut dia, seharusnya sudah pada tahap Pembacaan Putusan Pengadilan (ecourt). Yaitu tepatnya pada tanggal 18 Desember 2024.

“Namun terlihat di dalam Ecourt Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk jadwal Putusan Pengadilan ditunda sampai dengan hari Kamis, 9 Januari 2025,” kata dia.

Andianto adalah kuasa hukum dari 47 orang yang menyoal perselisihan hak atas uang pesangon pensiun PT Pelni (Persero). Ke-47 orang yang diwakili Suyatno itu, sebelumnya telah melayangkan gugatan ke Pelni. Tercatat dalam Ecourt Mahkamah Agung RI.

Gugatan PHI telah terdaftar sejak tanggal 30 Agustus 2024, dengan Nomor Perkara: 228/Pdt.Sus-PHI/2024/PN Jkt.Pst.

Dalam tuntutan pensiun pegawai terhadap PT Pelni, sebagai Tergugat I, pensiunan pegawai meminta agar PT Pelni membayar kekurangan pembayaran uang pesangon sebesar Rp12.682.323.538, (12,7 miliar), dari total yang harus dibayarkan sebesar Rp15.300.579.095,- (15,3 miliar). “Sementara saat ini, yang telah dibayarkan oleh PT Pelni kepada Penggugat dalam perkara aquo hanya sebesar Rp2.682.323.538, (2,7 miliar),” ungkap Andianto.

“Sebagai contoh uang pesangon yang dibayarkan oleh PT Pelni terhadap Bapak Suyatno sebesar Rp205.901.914, yang seharusnya dibayar sebesar Rp359.518.016. Jadi PT Pelni mengalami kekurangan pembayaran terhadap Bapak Suyatno sebesar Rp153.616.102,” imbuhnya.

Dalam penghitungan uang pesangon PT Pelni juga menambahkan dana BPJS/JHT dan dana THT (Tunjangan Hari Tua) sebagai variabel dana pesangon, dimana kedua komponen tersebut seharusnya tidak menjadi faktor penghitung atau pengurang dalam memberikan uang pesongan.

“Hal itu sebagaimana diatur di dalam Perjanjian Kerja Sama (PKB) Nomor 35 tahun 2023, diatur dalam Undang-undang Kegtenagakerjaan pasal 94, dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK/.010/2012 tentang perubahan ketiga atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 343/KMK.017/1998 tentang Iuran dan Manfaat Pensiun, serta Peraturan Otoritas Jasa keuangan Nomor 60/Pjok.05/2020,” terang Andianto.

Pensiunan pegawai PT Pelni juga mempermasalahkan dana pensiun yang dihitung dari paket gaji yang rata-rata paket gaji dari pegawai PT Pelni hanya sebesar Rp1.000.000 (1 jutaan), jauh di bawah angka UMR.

Apa yang diungkap Andianto, disebutnya dialami oleh semua pensiunan pegawai yang telah diberhentikan oleh PT Pelni sebanyak 176 orang, terutama terhadap kelompok 47 orang yang diwakili oleh Suyatno dan kawan-kawan.

PT Pelni telah memberhentikan sebanyak 176 orang Pegawai pada periode Juli 2023 sampai dengan Januari 2024.

Pegawai yang diberhentikan oleh PT Pelni (Persero) terbagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok 65 orang, kelompok 47 orang dan kelompok 64 orang.

(Rob/parade.id)

Exit mobile version