Site icon Parade.id

Aksi BARIS di Depan Kantor BPOM, terkait Ini

Foto: massa aksi Barisan Rakyat Indonesia (BARIS) saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Johar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2022)

Jakarta (parade.id)- Sejumlah orang yang mengatasnamakan Barisan Rakyat Indonesia (BARIS), kemarin, Rabu (26/10/2022), melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Johar Baru, Jakarta Pusat. Koordinator BARIS, Ahya mengatakan bahwa aksi terkait merebaknyaa ganggung ginjal akut yang misterius pada anak.

“Kami menuntut BPOM bertanggung jawab atas hal itu. Pasalnya, setelah ditelusuri kebanyakan kasus kematian dipicu akibat anak-anak mengonsumsi obat dalam bentuk sirop dan cair dengan kandungan berbahaya,” ujarnya saat ditemui di lokasi.

Ahya mengatakan ada empat tuntutan yang disuarakan dalam aksi unjuk rasa kali ini. Tuntutan pertama, kata Ahya, (tentu) massa meminta BPOM bertanggung jawab terhadap kasus gangguan ginjal akut misterius yang menimpa pada anak-anak dan balita.

“BPOM selaku badan pengawas dan pemberi izin, lalai dalam mengawasi peredaran obat dan sirop yang mengandung bahan berbahaya,” ungkap dia.

Kemudian, BPOM diminta harus menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 yakni pelaksanaan pengawasan sebelum dan selama beredar. Sebab fungsi pengawasan itu dinilai tidak berjalan dengan baik.

“Ketiga, mendesak BPOM harus mencabut izin usaha dan produksi para industri farmasi yang sudah mengeluarkan obat sirop yang tidak sesuai dengan ketentuan BPOM,” bebernya.

Keempat, meminta kepala BPOM untuk dicopot karena diduga melakukan gratifikasi suap izin produksi dan izin edar.

“Kami akan terus kawal kasus ini sampai BPOM bertanggung jawab atas kelalaian mereka dalam bekerja. Kami akan buat laporan di Mabes Polri karena BPOM telah melanggar pasal 359 KUHP—mereka tidak menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan Perpres No. 80 Tahun 2017, yaitu pelaksanaan pengawasan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar,” pungkasnya.

Merujuk data Kementerian Kesehatan, hingga 24 Oktober telah ditemukan 245 kasus di 26 provinsi. Dari keseluruhan kasus tersebut, 141 kasus meninggal dunia (fatality rate 58 persen).

(Irf/parade.id)

Exit mobile version