Site icon Parade.id

ASPEK Indonesia: Hak Pensiun Anggota DPR Mencederai Prinsip Keadilan Sosial

Foto: M Rusdi (Presiden ASPEK Indonesia), dok. istimewa

Jakarta (parade.id)- Uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang hak pensiun anggota DPR yang tengah berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi momentum penting untuk menyoroti ketimpangan struktural dalam sistem jaminan sosial nasional. Presiden Konfederasi ASPEK Indonesia, Muhamad Rusdi, menegaskan bahwa skema pensiun saat ini sangat tidak proporsional dan mencederai prinsip keadilan sosial.

Dalam regulasi yang digugat, anggota DPR berhak atas manfaat pensiun sebesar 60-75 persen dari gaji terakhir, meskipun hanya menjabat satu periode dan tanpa kewajiban iuran pribadi. Sebaliknya, pekerja swasta hanya memperoleh manfaat pensiun 10-15 persen dari gaji, meski telah menyetor iuran sebesar 3 persen (1 persen dari pekerja dan 2 persen dari pemberi kerja). Pegawai negeri sipil (PNS) yang membayar iuran 4,75 persen pun mendapatkan manfaat lebih tinggi, yakni 50-75 persen dari gaji terakhir.

“Fakta ini menunjukkan ketimpangan sistemik yang merugikan buruh. Negara menjamin masa tua elite politik, tetapi membiarkan buruh menghadapi hari tua tanpa kepastian,” ujar Rusdi dalam keterangan persnya, Kamis (27/11/2025).

ASPEK Indonesia mengusulkan reformasi menyeluruh terhadap sistem jaminan pensiun nasional. Salah satu gagasan utama adalah mengalihkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar 1 persen dari pekerja dan 4 persen dari pemberi kerja ke program jaminan pensiun. Negara diharapkan menanggung penuh pembiayaan JKN agar total iuran pensiun dapat ditingkatkan menjadi 8 persen (2 persen dari pekerja dan 6 persen dari pemberi kerja), sehingga manfaat pensiun pekerja swasta dapat meningkat hingga 60-70 persen dari gaji terakhir.

Langkah ini sejalan dengan rekomendasi dari Mercer CFA Institute Global Pension Index 2023, yang menilai bahwa sistem pensiun yang baik harus memenuhi tiga kriteria utama: kecukupan (adequacy), keberlanjutan (sustainability), dan integritas (integrity). Negara-negara seperti Belanda, Islandia, dan Denmark menempati peringkat teratas karena memiliki sistem pensiun berbasis kontribusi yang kuat, transparan, dan inklusif.

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga. Thailand, Malaysia, dan Filipina telah mengembangkan skema pensiun berbasis tabungan wajib dengan kontribusi yang lebih tinggi dan manfaat yang lebih kompetitif. Misalnya, Malaysia melalui Employees Provident Fund (EPF) menetapkan kontribusi total hingga 23 persen dari gaji (11 persen dari pekerja dan 12 persen dari pemberi kerja), yang menghasilkan manfaat pensiun yang lebih layak.

ASPEK Indonesia mengajukan tiga tuntutan utama:

1. Peningkatan manfaat pensiun pekerja swasta menjadi 60 – 70 persen dari gaji terakhir.

2. Pembiayaan penuh Jaminan Kesehatan Nasional oleh negara.

3. Pengalihan iuran JKN dari pekerja dan pemberi kerja ke program jaminan pensiun untuk meningkatkan manfaat bulanan pekerja hingga setara dengan PNS dan DPR (50 – 75 persen).

Menurut Rusdi, reformasi ini bukan hanya respons terhadap gugatan di MK, tetapi juga koreksi atas ketimpangan historis dalam tata kelola jaminan sosial nasional.

“Keadilan sosial bukan slogan. Ia diuji lewat bagaimana negara melindungi mereka yang bekerja keras setiap hari,” tegasnya.

ASPEK Indonesia menyerukan kepada pemerintah dan pembuat kebijakan untuk menjadikan momentum gugatan ini sebagai titik tolak penyusunan ulang sistem jaminan sosial nasional yang lebih adil, setara, dan berkelanjutan. Negara harus hadir sebagai pelindung seluruh warga negara, bukan hanya segelintir elite.*

Exit mobile version