Jakarta (PARADE.ID)- Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menyebut Revisi UU PPP produk “cuci tangan” pemerintah dan DPR RI (konstitusional).
Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat bahkan menegaskan, revisi UU PPP dipaksakan oleh Pemerintah dan DPR, karena Pemerintah dan DPR telah terbukti sembrono dalam menyusun dan membahas Omnibus Law Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Revisi UU PPP adalah cara Pemerintah dan DPR untuk mencuci tangan dari produk Undang Undang yang inkonstitusional,” demikian katanya, dalam keterangan pers tertulis kepada media (27/6/2022).
ASPEK Indonesia menilai Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tersebut, membuktikan bahwa Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya mementingkan kelompok pemodal dengan memaksakan perubahan regulasi secepat kilat, demi meloloskan Omnibus Law, Undang Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
ASPEK Indonesia bersama dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan berbagai elemen masyarakat lainnya pun kata Mirah akan melayangkan gugatan uji formil dan materil atau Judicial Review atas Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022 (UU PPP) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bersifat inkonstitusionalitas bersyarat. Menurut MK, Undang Undang Cipta Kerja tidak sesuai dengan metode dan sistematika pembentukan Undang Undang serta bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam UU PPP yang berlaku saat itu,” paparnya.
“Sehingga Undang Undang Cipta Kerja dinyatakan cacat formil dan perlu diperbaiki dalam jangka waktu paling lama dua tahun. Namun, Pemerintah dan DPR bukannya memperbaiki cacat formilnya Undang Undang Cipta Kerja, malah melakukan Revisi atas UU PPP, agar bisa melegitimasi UU Cipta Kerja. Ini akal-akalan Pemerintah dan DPR!, tegas Mirah Sumirat,” lanjutnya.
Terkait dengan Undang Undang Cipta Kerja, Mirah menegaskan ASPEK Indonesia tetap berada dalam satu barisan bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia dan berbagai elemen masyarakat lainnya yang tetap menolak pemberlakuan Undang Undang Cipta Kerja.
Mirah Sumirat menegaskan, Undang Undang Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional karena cacat formil, tidak layak untuk dipertahankan apalagi diberlakukan. Undang Undang Cipta Kerja kata dia adalah produk hukum paling memalukan dalam sejarah bangsa Indonesia!
“Karena membuktikan Pemerintah dan DPR sesungguhnya hanya bekerja untuk kepentingan pemodal dan tidak peduli pada nasib pekerja di Indonesia. Undang Undang Cipta Kerja telah menghilangkan jaminan kepastian pekerjaan, jaminan upah layak dan jaminan sosial.”
Selain itu, ASPEK Indonesia menilai Pemerintah dan DPR belum bersungguh-sungguh dalam malaksanakan amanat Undang Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
“Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) tersebut, setidaknya terdapat dua kewajiban Negara yang harus dipenuhi oleh Pemerintah, yaitu memberikan pekerjaan dan memberikan penghidupan, yang keduanya harus layak bagi kemanusiaan,” pungkasnya.
(Rob/PARADE.ID)