Site icon Parade.id

Direktur CISDI yang Situsnya Diretas Singgung Peran Intelijen

Jakarta (PARADE.ID)- Situs web milik lembaga independen Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatitive (CISDI) mengalami serangkaian upaya peretasan sejak 18 Agustus 2020. Puncaknya, pada 21 Agustus situs web NGO itu sempat tidak bisa diakses. Setelah dibenahi, situs web belum stabil lantaran banyak data yang hilang.

Sejauh ini, belum diketahui pasti dari mana serangan itu berasal. CISDI juga masih mengkaji apakah akan melaporkan akses ilegal itu kepada polisi atau tidak.

“Kami masih melakukan investigasi untuk mengumpulkan bukti yang cukup. Baru nanti kami pikirkan langkah apa yang akan kami ambil,” kata Olivia Herlinda yang menjabat sebagai direktur kebijakan di CISDI saat dihubungi Cyberthreat.id, Sabtu malam (22 Agustus 2020).

CISDI selama ini dikenal kerap memberi masukan kepada pemerintah soal penanganan Covid-19. Pada April 2020, misalnya, CISDI menyatakan kapasitas tes yang mumpini seharusnya menjadi strategi pemerintah dalam menekan laju penularan Covid-19. Namun, saat itu tes PCR yang dilakukan di Indonesia belum memenuhi standar.

“Dengan populasi sebesar 270 juta, Indonesia paling tidak harus melakukan pemeriksaan ke 270.000 orang per minggu,” kata Olivia saat itu seperti dilansir liputan6.com.

CISDI juga termasuk dalam Koalisi Masyarakat Sipil yang mendesak Kementerian Kesehatan minta maaf lantaran mensomasi jurnalis Narasi TV Aqwam Fiazmi Hanifan pada awal Agustus lalu.

Saat itu, Kemenkes melayangkan surat peringatan lantaran Aqwam me-retweet unggahan media Al-Jazeera di Twitter dan disertai komentar yang dinilai menghina Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Surat peringatan dari Kemenkes itu, menurut Koalisi, dianggap sebagai sikap antikritik. Padahal, dalam masa sulit seperti pandemi Covid-19, menurut Koalisi, kritik lebih diperlukan karena berfungsi sebagai pengingat.

Olivia sendiri di akun Twitternya @oliviaherlinda pada 20 Agustus lalu menulis serangkaian cuitan tentang peran lembaga intelijen saat pandemi.

“Belakangan ini muncul pertanyaan, kenapa sebuah badan int*l*jen yang biasanya bekerja di balik layar mendadak muncul terus ketika pandemi, ya sponsor obat, ya mobile PCR gratis. Sebenarnya apa peran mereka dlm suatu keamanan dan kegawatdaruratan kesehatan? saya pun penasaran,” tulis Oliva.

“Tanpa bermaksud membatasi peran mereka untuk membantu penanganan pandemi, namun bila saja lembaga int*l*jen kita berfokus pada perannya, terutama dalam hal pengumpulan data, pelacakan dan surveilans, mungkin penanganan COVID di Indonesia bisa lebih baik?,” tambah Olivia.

Ditanya Cyberthreat.id tentang cuitan itu, Olivia mengatakan hal itu merupakan “bagian dari kajian dan mendorong  peran BIN (Badan Intelijen Negara) dalam pandemi untuk berfokus pada pengumpulan data dan informasi, pelacakan kasus dan surveilans.”

Ditanya apakah ada kemungkinan cuitan itu terkait dengan serangan siber yang dialami situs web organisasi yang dipimpinnya, Olivia mengatakan tidak berani berspekulasi siapa di balik peretasan mau pun motifnya.

“Terutama karena kejadian peretasan diindikasi mulai tanggal 18 Agustus, dan tweet saya tanggal 20 Agustus ya. Seharusnya tidak berkaitan kalau melihat kronologisnya,” kata Olivia.

Sebelumnya, pada Jumat dinihari (21 Agustus 2020), peretasan juga dialami situs berita Tempo.co. Pelaku mengubah tampilan halaman muka situs berita milik majalah Tempo itu. Itu terjadi di tengah gencarnya pemberitaan media itu terkait  penggunaan pesohor yang dibayar untuk mengunggah status di sosial media yang mendukung kebijakan pemerintah.

Peretas situs Tempo.co mengaku sebagai pemilik akun Twitter @xdigeeembok. Akun ini berseberangan sikap dengan Tempo dalam perkara penggunaan pesohor bayaran untuk mendukung RUU Cipta Kerja. Beberapa kali akun itu mengunggah cuitan yang menyudutkan Budi Setyarso selaku Pemimpin Redaksi Koran Tempo.  

Sehari sebelum peretasan Tempo.co, pada 19 Agustus 2020, akun Twitter milik pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, juga diobok-obok. Pandu kerap mengkritik kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19. Salah satu yang dipertanyakan adalah klaim temuan “obat Covid-19” oleh Universitas Airlangga, TNI dan BIN yang menurutnya belum diregistrasi uji klinis oleh Badan Kesehatan Dunia atau WHO.

(Cyberthreat/PARADE.ID)

Exit mobile version