Site icon Parade.id

FPBI Melakukan Aksi, Kritik MK dan Minta Dibatalkannya UU Ciptaker

Jakarta (PARADE.ID)- Hari ini, puluhan dari massa buruh dari Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) melakukan aksi unjuk rasa di Silang Monas/Patung Kuda, Jakarta. Massa mengkritik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judical review dan meminta agar UU Cipta Kerja (Ciptaker) dibatalkan karena inkonstitusional.

“Harapan kelompok buruh agar UU Cipta Kerja Omnibus Law dibatalkan sepenuhnya karena inkonstitusional dan berharap putusan MK terkait judicial review tidak dijadikan alat politik untuk menindas buruh,” ujar Ketua Umum FPBI, Herman Abdul Rahman, Selasa (14/12/2021).

Dalam pres rilis pernyataan sikap FPBI menyampaikan bahwa sejak diundangkannya Omnibus Law menjadi Undang-undang satu tahun yang lalu, arah kebijakan Ketenagakerjaan Indonesia semakin liberal dan kapitalistik.

Namun, meski demikian, UU Cipta Kerja yang mendapatkan kritik dari berbagai pihak, rezim Jokoiw tetap bersikeras mengundangkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Masih segar diingatan kita tentang bagaimana kerasnya gerakan rakyat turun ke jalan di sepanjang tahun 2020 untuk menentang pengesahan UU Cipta Kerja,” tertulis demikian.

“Namun sekali lagi aspirasi dan tuntutan rakyat Indonesia dianggap angin lalu bahkan ditumpas melalui instrumen bersenjata dengan melakukan penyerangan dan penangkapan terhadap ratusan pejuang rakyat hampir di seluruh penjuru negeri,” kata Ketum FPBI.

Herman pun menyebut bahwa semakin jelas dan terang di hadapan rakyat Indonesia bagaimana pemerintah (Rezim Jokowi-Ma’rug) menunjukkan keberpihakannya kepada kelas pengusaha dan menjadikan keras pekerja sapi perah untuk memperkaya si tuan modal. Tidak hanya di sektor ketenagakerjaan, petani, nelayan, kaum miskin kota, mahasiswa dan pelajar, perempuan dan kelompok masyarakat ekonomi lemah lainnya juga mendapatkan perlakuan yang semena-mena dari Pemerintah melalui kebijakan yang antirakyat dan kapitalistik.

“FPBI menyerukan kepada segenap rakyat Indonesia untuk menolak keberadaan UU Cipta Kerja serta mendesak pemerintah untuk memberlakukan Upah Layak Nasional dengan membangun persatuan yang kuat dan kokoh, persatuan didasari oleh keinginan dan kepentingan kaum buruh sebagai kelas untuk mencapai kesejahteraan bersama, bukan justru persatuan yang dibangun atas dasar kepentingan dan kegenitan segelintir elit politik dan elit organisasi,” serunya.

Atas hal itu, Herman mengaku bahwa FPBI masih terus mengkaji dampak masih berlakunya aturan turunan UU Cipta Kerja dan menghimpun masukan-masukan dari serikat buruh lainnya terkait upaya ligitisasi yang akan dilakukan selanjutnya menuntut pencabutan Omnibus Law.

“Persatuan tersebut mestilah memiliki program perjuangan yang jelas dan tidak kompromis dengan pengusaha,” kata dia.

Sebab itu, pertama UU Ciptaker beserta aturan turunnya mesti dicabut. Kedua, berlakukan upah layak nasional. Ketiga, mewujudkan UU Perlindungan buruh.

“Berlakukan enam jam kerja per hari. Berikan jaminan perlindungan terhadap buruh perempuan (Hak Maternitas). Hapus sistem kerja kontrak dan outsourcing. hapuskan sistem kerja magang,” pungkasnya.

Selain itu kita, kata dia, kalau ingin menuju kesejahteraan rakyat, maka mesti melakukan beberapa hal. Yakni: Nasionalisasi aset vital di bawah kontrol rakyat; Laksanakan reforma agrarian sejati ; Bangun industri nasional yang mandiri di bawah kontrol rakyat; Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan bervisi kerakyatan; dan Bangun Partai Massa Rakyat untuk pembebasan nasional melawan imperialisme.

(Verry/PARADE.ID)

Exit mobile version