Jakarta (parade.id)- Sabtu, 18 Mei 2024, Koalisi Nasional Penyelamat Demokrasi (KNPD) mengadakan diskusi publik dengan tema “Napas Demokrasi, Roh, dan Jiwa Kedaulatan Rakyat”, di Sekretariat Bersama Front Penyelamat Reformasi Indonesia (FPRI), Menteng, Jakarta Pusat.
Dalam diskusi, hadir beberapa narasumber, seperti pengamat kebijakan publik Marwan Batubara, dewan pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Prof John Pieris, praktisi hukum Kamaruddin Simanjuntak, Mariana, perwakilan mahasiswa Razaq (HMI) dan Dendy (GMNI).
Pengamat kebijakan publik Marwan Batubara usai memberikan paparan saat diskusi menyinggung penegakan hukum belakangan ini dan Pancasila.
Menurut dia, penegakan hukum saat ini tidak konsisten dengan semua butir yang ada di Pancasila. Contoh kasusnya adalah legitimasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap anak presiden, Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai calon presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Kalau sesuai dengan semua butir yang terdapat pada Pancasila, maka menurutnya pencalonan hingga terpilihnya Gibran sebagai wakil presiden ditolak MK.
“Itu artinya kita tolak hasil pilpres 2024. Saya kira yang sebut sudah putusan MK, kan sudah bermasalah. Itu sudah tidak pantas kita terima,” ujarnya kepada parade.id.
Hal yang sama juga disinggung Mariana. Menurut dia, maju hingga terpilihnya Gibran sebagai wakil presiden sudah menabrak konstitusi.
Ia pun menyinggung hal demikian ada peran Presiden Jokowi, sebagai orang tuanya. Mariana menyebut Jokowi dan Gibran tidak pancasilais.
“Di akhir masa jabatannya, Jokowi mestinya memberikan kesan baik sebagai pemimpin. Bukan sebaliknya. Maka, kita jangan diam agar Jokowi tidak terus menabrak aturan (baca: hukum),” Mariana menyampaikan.
Dendy dari GMNI pun demikian. Menilai Jokowi tidak paham Pancasila. Bahkan menurut dia, sejak menjadi presiden, Jokowi tidak memahami Pancasila.
Kalau paham Pancasila, maka kata dia, Jokowi takkan berlaku pendek seperti apa yang telah diperbuatnya selama memimpin.
Menurut Razaq pun demikian. Jokowi dinilainya tidak paham apa itu Pancasila. Bahkan menurut Razaq, semua butir di Pancasila, Jokowi tidak memahaminya.
Razaq mencontohkan berita terbaru, yakni naiknya uang kuliah tunggal (UKT).
Menurut dia, soal itu, mestinya negara hadir, untuk memudahkan masyarakat. Bukan malah membebaninya.
“Jangan sampai malah orang-orang dan kolega mereka saja yang bisa kuliah,” tekan Razaq.
Menurut praktisi hukum Kamaruddin Simanjuntak, Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber dalam menjalankan pemerintahan.
Pancasila, kata dia, juga adalah keinginan. Keinginan rakyat itu harus dijalankan, termasuk menjalankan UUD 45.
“Rakyat mesti didengar agar demokrasi berjalan dengan baik. Sebab suara rakyat adalah penentu masa depan bangsa dan negara,” kata Kamaruddin yang hadir secara virtual.
(Rob/parade.id)