Site icon Parade.id

Parpol Sering Gaungkan Persatuan tapi Menyingkirkan Orang Beda Pendapat adalah Keanehan

Foto: dok. merdeka.com/ilustrasi

Jakarta (PARADE.ID)- Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah menyebut ada partai politik (parpol) yang sering menggaungkan persatuan tetapi malah menyingkirkan orang beda pendapat. Fahri menilai hal itu sebuah keanehan.

“Partai politik yang sudah mendapat mandat rakyat melalui orang-orangnya tidak selayaknya dikelola sebagai milik pribadi. Bagaimana berharap kepada partai politik kalau jualannya romantisme yang tidak rasional sambil mengabaikan tangga-tangga metodologi menuju kemajuan bangsa,” kata dia, belum lama ini.

Parpol pun menurut dia atas hal itu telah dikubur dalam brankas oligarki kepentingan uang dan kekuasaan.

“Pengen mendengar pidato ketua umum partai politik satu saja yang bermutu yang mengandung makna dan pengertian yang dalam tentang jalan-jalan kemajuan bagi bangsa kita tak kita temukan lagi semua hanya basa-basi hitung kursi dan tiket basi untuk koalisi,” tertulis demikian di akun Twitter-nua.

Menurut Fahri, susah kalau parpol telah berhenti menjadi dapur pemikiran yang mengelaborasi gagasan-gagasan besar untuk keluar dari jebakan transisi. Akhirnya kita hanya menonton pertunjukan Ketoprak Humor untuk menghibur diri sendiri yang sedang patah hati.

“Kalau partai politik sudah mendapatkan kepercayaan rakyat melalui pemilu artinya sebagian sahamnya sudah dibeli oleh publik dan oleh sebab itu dia harus tunduk kepada metode pengelolaan yg terbuka dan tidak bisa lagi dikelola secara tertutup untuk keluarga dan kelompok sendiri.”

“Jadi Sekali lagi saya membicarakan sistem politik dan kepartaian kita serta efek buruknya bagi munculnya partai politik yang semakin hari menjelma menjadi beban sistem kita itu sendiri. Tentu kita sedang mencari waktu dan saat yang tepat untuk memperbaikinya melalui pemilu 2024.”

Ini, kata dia, tentu adalah debat besar bagi para pimpinan parpol–harus ada yang berani menyelenggarakan perdebatan di antara mereka. Apakah mereka punya jalan keluar untuk situasi yang rumit ini. Atau jangan-jangan kata Fahri, mereka tidak menganggap ada masalah dan menganggap semuanya baik-baik saja. Ia kemudian menyinggung sistem parlementer.

“Bagusnya sistem parlementer adalah karena ketua umum partai adalah calon pemimpin nasional. Apabila partainya menang dan sukses membangun koalisi besar maka dia otomatis akan menjadi perdana menteri memimpin kabinet untuk periode yang akan datang. Tapi sistem kita presidensial!”

Dalam sistem parlementer ketua umum berdebat untuk mencari suara rakyat dan kalau dia menang dia langsung memimpin rakyat. Dalam sistem presidensial seperti kita ketua umum biasanya tak tampak, mereka hanyalah koki yang meracik kader terbaik untuk diajukan ke ruang perdebatan publik.

“Sekarang bagaimana mengadu jago2 partai politik dalam sistem presidensialisme yang akan bertarung di ruang legislatif dan di ruang eksekutif. Caranya adalah menyiapkan ruang perdebatan bagi mereka di kampus2, di kota2 dan di setiap tempat di ruang publik daerah pemilihan mereka.”

Ia pun mengajak untuk mendorong KPU RI untuk menyelenggarakan perdebatan yang terbuka dan mengurangi kompetisi non-ide dan non-gagasan, seperti yang selama ini terjadi, yaitu perang atribut, bantuan sosial serta ‘Serangan Fajar’ yang sangat tidak mendidik bagi publik, dan juga demokrasi kita yang masih muda.

(Rob/PARADE.ID)

Exit mobile version