Jakarta (PARADE.ID)- Di era ketika orang-orang kian tergantung kepada ponsel dan aplikasi di dalamnya, melacak keberadaan seseorang bukan lagi hal yang sulit. Pemerintah sejumlah negara menggunakan data lokasi ponsel untuk melacak aktivitas seseorang.
Di Amerika Serikat, seperti dilansir dari The Wall Street Journal, sebuah survei terbaru yang dilakukan Harris Poll menemukan lebih dari separuh orang Amerika, tepatnya 55 persen, mengatakan khawatir lembaga pemerintah melacak mereka melalui data lokasi yang dihasilkan dari ponsel dan perangkat digital lainnya.
Jajak pendapat itu juga menemukan bahwa 77% orang Amerika percaya bahwa pemerintah harus mendapatkan surat perintah untuk membeli jenis informasi lokasi terperinci yang sering dibeli dan dijual di pasar komersial oleh pialang data.
Beberapa lembaga penegak hukum Amerika diketahui membeli data geolokasi dari pialang untuk tujuan penegakan hukum pidana dan keamanan perbatasan tanpa pengawasan pengadilan.
Agen federal telah menyimpulkan bahwa mereka tidak memerlukan surat perintah karena data lokasi tersedia untuk dibeli di pasar terbuka. Mahkamah Agung A.S. memutuskan pada tahun 2018 bahwa surat perintah diperlukan untuk memaksa operator ponsel menyerahkan data lokasi kepada penegak hukum, tetapi belum membahas apakah konsumen memiliki ekspektasi privasi atau proses hukum dalam data yang dihasilkan dari aplikasi dan bukan dari operator.
Aplikasi ponsel modern seperti prakiraan cuaca, peta, game, dan jejaring sosial sering kali meminta izin konsumen untuk mengakses lokasi ponsel. Data tersebut kemudian dikemas dan dijual kembali oleh broker. Komputer, tablet, mobil, teknologi kebugaran yang dapat dikenakan, dan banyak perangkat berkemampuan internet lainnya juga berpotensi menghasilkan informasi lokasi yang dikumpulkan oleh perusahaan.
Pembelian dan penjualan data lokasi yang diambil dari teknologi modern telah menjadi bisnis bernilai miliaran dolar — sering digunakan oleh perusahaan untuk periklanan bertarget, pemasaran yang dipersonalisasi, dan pembuatan profil perilaku. Banyak perusahaan menggunakan informasi itu untuk memandu keputusan tentang investasi, pengembangan, dan perencanaan.
Penegak hukum, badan intelijen, Internal Revenue Service dan militer AS juga mulai membeli dari kumpulan data yang sama untuk spionase, intelijen, penegakan hukum kriminal, dan keamanan perbatasan. The Journal melaporkan awal tahun ini bahwa beberapa agensi dari Departemen Keamanan Dalam Negeri membeli data lokasi ponsel di Amerika melalui broker khusus.
Sebagai contoh, kasus yang terungkap baru-baru ini ketika aplikasi Muslim Pro –yang meminta akses lokasi penggunanya untuk menentukan arah kiblat– ternyata memonetisasi data lokasi penggunanya lewat kerjasama dengan X-Mode yang menjanjikan sejumlah uang untuk mengakses data lokasi pengguna Muslim Pro. Belakangan diketahui, X-Mode menjual data lokasi pengguna Muslim Pro ke militer Amerika.
Survei Harris Poll, firma riset pasar dan konsultan global Amerika, menemukan bahwa beberapa orang Amerika mengatakan mereka akan mengambil langkah-langkah untuk menghindari pelacakan semacam itu. Empat puluh persen responden mengatakan mereka akan memblokir pelacakan semacam itu di ponsel mereka dengan perangkat lunak, sementara 26% mengatakan mereka akan mengubah kebiasaan dan rutinitas mereka menjadi kurang dapat diprediksi. 23% lainnya mengatakan mereka akan lebih sering meninggalkan ponsel di rumah, sementara 32% mengatakan mereka tidak akan melakukan hal lain.
Survei itu juga menanyakan tentang pandangan terhadap privasi lokasi secara umum. Mayoritas responden tidak setuju dengan pernyataan, “Satu-satunya orang yang khawatir tentang menjaga kerahasiaan data lokasinya adalah orang yang menyembunyikan sesuatu”.
Jajak pendapat itu menemukan 60% orang Amerika agak atau sangat tidak setuju dengan pernyataan itu, sementara 39% sangat atau agak setuju.
Orang Amerika yang lebih tua kurang peduli tentang pengawasan pemerintah daripada orang Amerika yang lebih muda. Responden yang berusia antara 18 dan 34 tahun, 65% mengatakan mereka khawatir tentang pelacakan lokasi oleh pemerintah. Untuk responden 65 tahun ke atas, hanya 39% yang khawatir.
Orang Amerika non-kulit putih lebih cenderung khawatir daripada orang kulit putih Amerika tentang pengawasan data lokasi oleh lembaga pemerintah. Jajak pendapat tersebut menemukan 65% responden kulit hitam, 65% responden Hispanik dan 54% orang Amerika Asia yang disurvei mengatakan mereka agak atau sangat prihatin, dibandingkan dengan 51% responden kulit putih.
Jajak pendapat yang dilakukan Harris secara online antara 19 November dan 21 November itu menyurvei 2.000 orang dewasa Amerika. Harris tidak memberikan margin kesalahan karena metodologi dan pembobotan online-nya. Jajak pendapat dengan ukuran sampel tersebut biasanya memiliki margin kesalahan sekitar plus atau minus 3%.
(Cyberthreat.id/PARADE.ID)