Site icon Parade.id

Pelapor Dugaan Korupsi Harus Diberikan Perlindungan

Foto: dok. antaranews.com

Jakarta (PARADE.ID)- Presiden SEAPAC (Southeast Asian Parliamentarians against Corruption/Organisasi Parlemen Asia Tenggara anti Korupsi), Fadli Zon mengatakan untuk mendukung ekosistem pemberantasan korupsi, maka diperlukan regulasi kuat untuk memberikan perlindungan kepada pelapor. Saat ini sebagian besar negara sudah memiliki itu (regulasi).

“Namun, aspek mengenai perlindungan akan laporan balik/aksi balasan hingga pemecatan dari tempat kerja karena melaporkan perbuatan korupsi masih perlu diperdalam,” kata Fadli, ketika menjadi panelis dalam forum Inter Parliamentary Union (IPU)-UN Annual Parliamentary Hearing, baru-baru ini.

Sebelum itu, ia menegaskan bahwa pemberantasan korupsi harus lebih komprehensif, mulai dari pencegahan hingga penindakan, dan semangat bersama dalam menerjemahkan elemen-elemen UNCAC (United Nations Convention against Corruption).

“Korupsi saat ini telah menjadi ancaman serius bagi pembangunan berkelanjutan. Dan bahayanya, ancaman itu hadir di dalam tubuh penyelenggara pemerintahan dan negara, baik eksekutif maupun legislatif, di tingkat nasional-regional-dan bahkan global.

Kolaborasi antarparlemen menurutnya memiliki andil besar dalam memberantas korupsi. Selama ini, pendekatan tradisional yang bertumpu pada pembentukan undang-undang dan penegakkan hukum, dianggap tak lagi memadai untuk membangun mekanisme efektif dalam pemberantasan korupsi.

Karena itu tak heran, kata dia, meski setiap negara berhasil memproduksi ratusan regulasi setiap tahunnya, namun corruption perception index (CPI) tidak mengalami peningkatan signifikan.

“Sehingga, dalam tataran lebih teknis, selain dengan membangun sistem penegakan hukum yang kuat, diperlukan perapihan kerangka bersama dalam menggali elemen-elemen UNCAC, dan menerjemahkannya menjadi legislasi, kebijakan hingga aktivitas pengawasan,” tertulis demikian di akun Twitter-nya, Jumat (19/2/2021).

Dalam hal itu, diakuinya SEAPAC saat ini tengah menyusun program memetakan pelaksanaan dan pengaturan UNCAC untuk mengetahui kekuatan, tantangan dan metode terbaik melaksanakannya. Pasalnya, saat ini masih ditemukan perbedaan di setiap negara di Asia Tenggara dlm menerjemahkan UNCAC.

Di sejumlah negara, misalnya, pengungkapan aset masuk dlm produk legislasi, tpi ada juga yang hanya menjadi Kode Etik maupun keputusan parlemen. Begitu pula dengan pendaftaran pemilik manfaat.

“Anggota parlemen harus mempertimbangkan berbagai aspek, baik sosial politik, hingga kerangka hukum dalam menerjemahkan elemen UNCAC menjadi bagian dari intervensi parlemen.”

Selain itu, SEAPAC disebut olehnya juga mendorong adanya kerjasama antarparlemen dalam pemberantasan korupsi pada satu platform bersama. Dan dalam konteks ini, SEAPAC membuka diri kepada setiap anggota parlemen, mantan anggota parlemen, dan organisasi-organisasi internasional untuk berkolaborasi.

Agenda dua hari tersebut menghadirkan sejumlah pembicara Chair GOPAC, Mr. Ahmed bin Abdullah bin Zaid Al Mahmoud; co-facilitator negosiasi Deklarasi UNGASS, Mr. Eric Anderson Machado (Peru Permanent Representative to UN Office in Vienna), n Executive Director UNODC, Ghada Fathi Waly.

Acara ini merupakan bagian dari upaya IPU membangun dimensi keparlemenan untuk isu fokus PBB tahun ini yakni UN General Assembly Special Session (UNGASS) against Corruption.

GOPAC-SEAPAC sebagai jaringan anggota parlemen dengan status konsultatif pada UN ECOSOC telah menyumbangkan kontribusi tertulisnya untuk UNGASS.

(Rgs/PARADE.ID)

Exit mobile version