Site icon Parade.id

Surat Terbuka KNPA, GEBRAK, dan KEPAL ke MK terkait UU Cipta Kerja

Foto: spanduk tolak Perppu Cipta Kerja di aksi massa depan Gedung DPR RI, Selasa (14/3/2023)

Jakarta (parade.id)- Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), dan Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL) menulis surat terbuka bersama ke Mahkamah Konstitusi (MK), terkait Cipta Kerja.

Mereka pada intinya meminta MK untuk tidak lepas tanggung jawab atas putusan inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja.

“Pada 21 Maret 2023 lalu, DPR RI telah mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU. Tindakan ini kemudian menyempurnakan tindakan melawan konstitusi yang dilakukan oleh pemerintah dengan menerbitkan Perpu Cipta Kerja,” demikian kutipan surat terbuka bersama yang diterima parade.id, Senin (10/4/2023).

“Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah menyatakan bahwa undang-undang nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat,” demikian lanjutannya.

Diuraikan oleh KNPA, GEBRAK, dan KEPAL, bahwa ada sembilan poin dalam putusan yang menyatakan pada pokoknya: Menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima; Mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian;
Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan;
Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;
Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) menjadi inkonstitusional secara permanen;
Menyatakan apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) dinyatakan berlaku kembali;
Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; dan Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.

Namun sebelum menerbitkan Perppu Cipta Kerja, pemerintah menerbitkan tiga peraturan yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Pertama, Peraturan Presiden Nomor 113/2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah.

Kedua, penerbitan Peraturan Pemerintah tahun 2021 tentang Modal Badan Bank Tanah. Ketiga, Rancangan Peraturan Presiden Percepatan Reforma Agraria di Kemenko Perekonomian yang mengacu pada UU Cipta Kerja, bukan pada UU No 5/1996 Tentang UUPA.

Bukan hanya menerbitkan peraturan turunan UU Cipta Kerja, pemerintah juga tetap melanjutkan proses keterlanjuran dalam kawasan hutan yang merupakan implementasi dari pasal 110 A dan 110 B UU Cipta Kerja.

Mekanisme keterlanjuran ini mengakomodasi aktivitas ilegal dalam kawasan hutan menjadi legal. Tentunya tindakan ini bersifat strategis dan berdampak luas.

“Sebagai lembaga negara yang bertugas menjaga konstitusi negara Republik Indonesia, tindakan-tindakan melawan konstitusi yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI di atas, seharusnya dipertanyakan MK dengan tegas: mengapa pemerintah dan DPR tidak menjalankan mandat konstitusi yang telah diputuskan.”

Sebab tindakan tegas dan aktif dari MK dibutuhkan, sekaligus menjadi pertanggungjawaban MK atas putusannya sendiri.

Tergabung dalam KNPA: Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi petani Indonesia (API), Bina Desa, Lokataru Foundation, Solidaritas Perempuan (SP), Rimbawan Muda Indonesia (RMI), dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP).

Ada pula Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Sajogyo Institute (Sains), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Yayasan PUSAKA, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Sawit Watch (SW), Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan HuMa Indonesia, dan Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK-Indonesia).

Sementara tergabung ke dalam GEBRAK ada: Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Jaringan Komunikasi Serikat Pekerja Perbankan (Jarkom SP Perbankan), Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID), Federasi Pelajar Indonesia (FIJAR), Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Ada juga dari Kesatuan Pejuangan Rakyat (KPR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KRPI (Komite Revolusi Pendidikan Indonesia), Federasi Serikat Buruh Makanan & Minuman (FSBMM), FSPM (Federasi Serikat Pekerja Mandiri), FKI (Federasi Pekerja Industri), SPAI ( Serikat Pekerja Angkutan Indonesia), GPPI (Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia), FMRM (Forum Masyarakat Rusunawa Marunda), dan GP (Greenpeace Indonesia).

Pun termasuk SEMAR UI (Serikat Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia), TA (Trend Asia), BEM FH UPN VJ, dan BEM STIH Jentera.

Sementara yang tergabung ke dalam KEPAL, ada: Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Institute for Ecosoc Rights, FIAN Indonesia, Indonesia for Global Justice (IGJ), FIELD Indonesia (Yayasan Daun Bendera Nusantara), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Jaringan Masyarakat Tani Indonesia (JAMTANI), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP).

(Rob/parade.id)

Exit mobile version