Site icon Parade.id

Tanggapan Ketum KASBI soal Pembentukan Desk Ketenagakerjaan di Kepolisian

Foto: dok. istimewa

Jakarta (parade.id)- Tanggapan Ketum KASBI, Sunarno soal pembentukan Desk Ketenagakerjaan di Kepolisian Negara Republik Indonesia disampaikannya dalam beberapa poin. Pertama kata Sunar bahwa terbentuknya desk tersebut karena adanya keresahan buruh dan kebuntuan dalam upaya penegakan hukum yang dilakukan instansi Pemerintah, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) yang membidangi tentang problematika ketenagakerjaan dan hubungan industrial.

“Kaum buruh yang berusaha memperjuangakan hak-hak normatifnya yang dilanggar oleh pengusahanya, dengan cara mengadu kepada pemerintah dengan tujuan agar pengusaha mematuhi aturan hukum. Namun hasilnya tidak mendapatkan keadilan. Justru di-PHK dan serikatnya juga diberangus,” kata Sunar dalam keterangannya persnya, Selasa (21/1/2025).

Kedua, pembentukan Desk Ketenagakerjaan yang diresmikan oleh Kapolri dan Kemnaker RI disampaikan Sunar bukanlah hal yang baru di Indonesia. Sebab, sejak tanggal 1 Mei 2019 Polda Metro Jaya telah membuka Desk Ketenagakerjaan untuk penanganan atas pengaduan kasus pelanggaran hak-hak normatif kaum buruh, yang pada saat itu disampaikan oleh beberapa serikat buruh dalam audensi dengan pihak istana negara.

Ketiga, bahwa hal itu dibentuk setelah sebelumnya terjadi diskusi-diskusi dan kajian terkait penanganan kasus-kasus perburuhan yang prosesnya cenderung ribet, lama dan berbelit-belit, biaya mahal dan keputusanya tidak adil bagi buruh meskipun telah digunakan mekanisme UU No.2/2004 tentang PPHI sehingga Desk Ketenagakerjaan diwacanakan menjadi solusi alternatif daslam penegakan hukum perburuhan yang bersifat Ultimum Premidium, yaitu penerapan sanksi pidana yang merupakan sanksi terakhir dalam upaya penegakan hukum.  

“Namun sayangnya setelah Polda Metro Jaya membentuk Desk Ketenagakerjaan, menurut kami dalam pelaksanaanya Desk Ketenagakerjaan tersebut belum berjalan secara maksimal dan terstruktur. Hal itu lantaran Polda Metro Jaya sendiri mengakui masih kesulitan soal SDM untuk mengurusi Desk ketenagakerjaan, lalu juga masalah anggaran operasional, dan lain-lain,” terang Sunar.

Berangkat dari hal tersebut maka menurut dia, sudah seharusnya Negara, dalam hal ini Kemnaker dan Polri dapat memaksimalkan program Desk Ketenagakerjaan dalam rangka penegakan hukum ketenagakerjaan.

Hal di atas kata Sunar mengingat banyak kasus-kasus pelanggaran hak-hak normatif perburuhan (upah diawah UMK, tidak terdaftar BPJS, waktu kerja panjang tak dihitung lembur, pelanggaran K3, pelanggaran kebebasan berserikat, larangan melaksanakan ibadah, THR tidak dibayar, PHK sepihak tanpa pesang, dll), yang masih seringkali diabaikan oleh pihak pengusaha, disnaker, pengawas ketenagakerjaan, dan para pejabat daerah sehingga banyak kasus perburuhan tak memiliki kepastian hukum yang melindungi kaum buruh.

“Dan tentu berdampak pada ketidakpatuhan para pengusaha untuk memberikan hak-hak normatif kepada buruhnya secara massif, yang kemudian timbul perselisihan buruh dan iklim usaha menjadi tidak kondusif,” katanya.

“Jika Kemnaker dan Polri serius ingin melakukan penegakan hukum melalui Desk Ketenagakerjaan, maka perlu dibangun SDM yang berkualitas dan kredibilitas bagi seluruh petugasnya di semua Polda sehingga tidak hanya sekedar program penyerapan anggaran ataupun pencitraan politik belaka, yang  ujung-ujungnya malah buruh yang akan diperas dan dilemahkan,” imbuhnya.

Selanjutnya kata dia yang perlu di persiapkan juga adalah agar DPR dan unsur serikat buruh bisa membentuk semacam Komite Pengawas Perburuhan Independent untuk melakukan control dan pengawasan ketat atas pelaksanaan Desk Ketenagakerjaan tersebut, baik di tingkat nasional dan juga daerah.

(Rob/parade.id)

Exit mobile version