Jakarta (parade.id)- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam keras pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto oleh pemerintahan Prabowo Subianto. Dalam pernyataan sikapnya yang keras pada Senin (10/11/2025), YLBHI menyebut langkah ini sebagai upaya pemaksaan yang melanggengkan militarisme dan mengkhianati konstitusi.
Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, menyatakan bahwa pemberian gelar ini sudah dapat diprediksi dan merupakan “bagian dari kesempurnaan pemerintahan Prabowo menyerupai pemerintahan Soeharto.”
“Ini adalah pemerintahan yang mempahlawankan kediktatoran yang tidak peduli terhadap banyaknya korban kejahatan kemanusiaan,” tegas Isnur dalam pernyataannya.
YLBHI secara gamblang mendaftar sejumlah catatan kelam masa lalu Soeharto yang dianggapnya terabaikan oleh keputusan ini. Mulai dari peristiwa 1965, Tanjung Priok, Talangsari 1989, hingga berbagai korban kekerasan dan pembantaian lainnya.
Tidak hanya soal pelanggaran HAM, Isnur juga menegaskan bahwa rezim Soeharto telah terbukti melakukan korupsi. “Pengadilan, Mahkamah Agung sudah memutuskan dalam perkara Supersemar, terkait keterlibatan korupsi dari pemerintahan Soeharto,” ujarnya.
Dengan latar belakang itu, YLBHI melihat gelar pahlawan bagi Soeharto sama dengan “mempahlawankan penjahat hak asasi manusia, mempahlawankan bapak korupsi.”
Lebih lanjut, Isnur menilai keputusan ini bukanlah langkah yang terisolasi, melainkan bagian dari rangkaian utuh pemerintahan yang baru. “Ini adalah bagian dari rangkaian utuh bagaimana mengembalikan militarisme, bagaimana memulai pemerintahan secara otoritarian, bagaimana membungkam rakyat,” paparnya.
YLBHI menuding pemerintahan Prabowo telah mengabaikan berbagai keputusan negara, termasuk Ketetapan MPR dan komitmen pemerintahan sebelumnya yang mengakui adanya kejahatan kemanusiaan di masa lalu.
“Jadi kita melihat bagaimana pemerintahan Prabowo itu melanggengkan, menjadikan pahlawan menjadi buruk, yang menjadi tidak berharga di mata Indonesia dan mempermalukan Indonesia di mata dunia,” tambah Isnur.
Karena itu, YLBHI secara terbuka mengecam dan menyerukan kepada masyarakat untuk tidak tinggal diam. “YLBHI menyerukan agar masyarakat tidak diam, masyarakat kemudian mengkritisi, melawan, dan melakukan penolakan secara masif dengan berbagai cara,” imbau Isnur mengakhiri pernyataannya.
Pernyataan sikap YLBHI ini diperkirakan akan memantik gelombang penolakan dari berbagai kalangan, terutama korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di era Orde Baru, serta menandai babak baru kritik terhadap arah kebijakan simbolis pemerintahan Prabowo.*
