Jakarta (PARADE.ID)- Kasus Covid-19 di Indonesia secara umum boleh dikatakan sedang landai. Mobilisasi masyarakat pun diperlonggar, dengan catatan harus tetap taat protokol kesehatan.
Pun kini masyarakat sudah bisa bepergian jauh, sebut saja dengan menggunakan pesawat, yang kini tak lagi wajib dicek dengan PCR dan lainnya.
Sebagaimana perkembangan kasus Covid-19 terbaru, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun meresponsnya. Tapi, respons MUI tampaknya menghadapi dilema, seperti ‘hukum’ merapatkan saf salat di masjid/musala.
“Dulu saat covid-19 diminta meregangkan shaf shalat tak mau dan marah, saat skrg covid-19 mulai mereda dan transportadi publik tak ada jarak maka MUI mengeluarkan bayan fatwa utk merapatkan shaf tapi mereka tak mau dan menuntut tanggungjawab MUI. Ini beberapa kasus yg saya alami,” pengakuan Ketu MUI kiai Cholil Nafis, Rabu (16/3/2022).
Prokes, kata kiai Cholil, tetap. Tapi jarak sudah bisa dihilangkan. Sebab rukhshah sudah tidak ada maka kembali ke ‘azimah.
“MUI itu punya lembaga kesehatan yg ketuanya adlh ketua IDI. Kata Pak Adib, dg memakai Masker sdh bisa melindungi diri dari covid sekitar 85 %. Berarti 15-nya persennya tawakkal dan doa,” tertulis demikian di Twitter-nya, ketika menjawab pertanyaan warganet dengan akun @AlfamaulanaO1.
Akun itu bertanya, “Sbaiknya sblm MUI memutuskan anjuran tdk berjarak harus berdasarkan rekomendasi para Ahli (Dokter dan ahli kesehatan) bukan rujukan Govt. Klo Govt lebih ke penyelamatan ekonomi. Selama pandemi blm dinyatakan hilang, prokes 3M harus ditegakkan tak terkecuali di Rumah Ibadah.”
(Rob/PARADE.ID)