Jakarta (parade.id)- KSBSI menolak Peraturan Menteri Ketenagkerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Hal itu disampaikan langsung Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban, kemarin, dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Elly, Permenaker itu harus ditolak karena tidak ada yang memastikan jaminan tidak adanya PHK.
“Kita dapat pastikan bahwa Permenaker ini tidak akan bisa menjamin tidak adanya PHK, tapi hanya memastikan pemotongan upah 25 persen. Artinya upah pekerja padat karya berbasis eksport akan dibayarkan di bawah upah minimum,” katanya.
Ia meminta agar Permenaker itu harus dicabut. Permenaker itu harus dicabut karena dampak yang diakibatkan adalah turunnya upah pekerja/buruh sekaligus akan menurunkan daya beli buruh dan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
“Artinya tidak perlu ada permenaker, dan tidak akan mungkin juga, pengawas ketenagakerjaan dapat mengawasi ini,” jelas tegas Elly.
Sebagai informasi, industri padat karya berorientasi eksport di antaranya meliputi, indsutri tekstil, industri barang kulit, industri furniture dan industri mainan anak. Adapun kriteria perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi eksport adalah memiliki pekerja/buruh paling sedikit 200 orang, persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15 persen.
Penyesuaian waktu kerja hanya berlaku selama 6 bulan sejak permenaker diterbitkan, serta harus dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pengusahan dan buruh. Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Permenaker ini diterbitkan untuk mencegah PHK di industri padat karya dengan memperbolehkan pengusaha membayar upah 75 persen.
(Rob/parade.id)