Jakarta (PARADE.ID) Pengungkapan data pribadi para pihak dalam perkara perceraian yang diunggah di situs web Mahkamah Agung disinyalir melanggar aturannya sendiri.
Penelusuran Cyerthreat.id menemukan Mahkamah Agung pernah membuat aturan tentang informasi yang dikecualikan. Ini tercantum dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor: 1-144/KMA/SK/I/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan.(Aturan tersebut bisa diakses di tautan ini).
Pada Lampiran I SK itu, khususnya pada poin II.D butir (g) disebutkan,”Informasi yang dapat mengungkap mengungkap identitas pihak-pihak tertentu dalam putusan atau penetapan hakim dalam perkara-perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam bagian VI butir 1 Pedoman ini.”
Disebutkan pula,”pengecualian terhadap sebagian informasi dalam suatu salinan informasi tidak dapat dijadikan alasan untuk mengecualikan akses publik terhadap keseluruhan salinan informasi tersebut.”
Dengan kata lain, putusan pengadilan dapat diunggah, namun dengan mengaburkan identitas para pihak dalam perkara yang dikecualikan.
Pada bagian VI, diatur “Prosedur Pengaburan Sebagian Informasi Tertentu dalam Informasi yang Wajib Diumumkan dann Informasi yang dapat Diakses Publik.”
Disebutkan, sebelum memberikan salinan informasi kepada Pemohon atau memasukkannya dalam situs,”Petugas informasi wajib mengaburkan informasi yang dapat mengungkap identitas pihak-pihak dalam putusan atau penetapan hakim dalam perkara sebagai berikut:
a. Mengaburkan nomor perkara dan identitas saksi korban dalam perkara tidak kesusilaan, tindak pidana yang berhubungan dengan kekerasan dalam rumah tangga, tindak pidana yang menurut undang-undang perlindungan saksi harus dilindungi.
b. Mengaburkan nomor perkara, identitas para pihak yang berperkara, saksi dan pihak terkait dalam perkara:
1. Perkawinan dan perkara lain yang timbul akibat sengketa perkawinan
2. Pengangkatan anak
3. Wasiat, dan
4. Perdata, perdata agama, dan tata usaha negara yang menurut hukum persidangannya dilakukan secara tertutup
Dijelaskan pula, informasi yag harus dikaburkan dalam perkara itu meliputi: nama dan nama alias, pekerjaan, tempat bekerja dan identitas kepegawaian yang bersangkutan, serta sekolah atau lembaga pendidikan yang diikuti.
Aturan itu juga merinci cara pengaburan informasi yang dikecualikan. Misalnya: nama Mulyadi diganti menjadi Terdakwa saja. Atau “Sobirin yang merupakan anak ketiga dari pasangan yang bercerai menjadi “Anak III Penggugat dan Tergugat.”
Hanya saja, meskipun aturan itu telah dibuat sejak 2011, dalam prakteknya pengungkapan data pribadi para pihak dalam kasus perceraian masih terjadi
Seperti diberitakan sebelumnya, penelusuran secara acak yang dilakukan Cyberthreat.id menemukan sejumlah putusan dalam kasus perceraian diunggah secara lengkap termasuk nama, nomor KTP, nomor Kartu Keluarga, nama lengkap anak, dan riyawat perkawinan hingga kronologis lengkap perceraian. Publik juga dapat mengunduh putusan pengadilan yang disediakan dalam verzi Zip dan dokumen Pdf.
Namun, ditemukan pula putusan perkara perceraian yang diunggah di Direktori Putusan Mahkamah Agung yang data pribadinya dilindungi dengan kode ‘xxx’ khususnya pada bagian yang menyangkut nama lengkap, nomor KTP, KK dan alamat rumah.
Sebagai contoh, putusan Mahkamah Syariah Banda Aceh nomor 236/Pdt.G/2020/MS.Bna diunggah di direktori putusan Mahkamah Agung secara lengkap tanpa melindungi data pribadi para pihak terkait (putusan itu dapat diakses secara publik di tautan ini).
Hal serupa juga terjadi dalam putusan Mahkamah Syariah Bireuen Nomor 0344/Pdt.G/2018/MS.Bir (link tautan ).
Putusan Mahkamah Syariah Aceh Nomor 32/Pdt.G/2019/MS.Aceh data pribadi para pihak juga dibiarkan dapat diakses tanpa dilindungi.
Sementara pada putusan Pengadilan Agama Sleman nomor 1404/Pdt.G/2016/PA.Smn yang juga diunggah di Direktori Putusan Mahkamah Agung, data pribadi para pihak yang terlibat dilindungi dengan kode “xxx”. (klik di tautan ini)
Tidak diketahui pasti mengapa sebagian data pribadi itu dilindungi dan sebagian lainnya tidak. Cyberthreat.id masih berupaya mendapatkan konfirmasi dari Mahkamah Agung terkait hal ini.
Data pribadi yang terpublikasi secara lengkap seperti itu rawan disalahgunakan. Bahkan, peretas biasanya memakai informasi pribadi seperti itu untuk melakukan penipuan (phishing email) dan kejahatan potensial dunia maya lainnya.
Juru bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro mengakui adanya kesalahan sehingga sebagian data pribadi para pihak dalam kasus perceraian dipublikasi tanpa sensor di situs itu seperti temuan Cyberthreat.id.
“Sebenarnya semua data perceraian harus dilindungi dengan cara mengaburkan identitas,” kata Andi menjawab Cyberthreat.id, Senin, 17 Agustus 2020.
(Cyberthreat/PARADE.ID)