Jakarta (parade.id)- Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) selaku induk organisasi dari Serikat Pekerja Rumah Sakit Haji Jakarta (SP RSHJ), mendesak Pemerintah Joko Widodo, secara khusus Kementerian Agama (Kemenag), untuk segera mengambil langkah-langkah penyelamatan Rumah Sakit Haji Jakarta serta menyelamatkan nasib para pekerja RSHJ yang sampai hari ini tidak mendapatkan pembayaran gaji, Tunjangan Hari Raya (THR) dan hak normatif lainnya sebagaimana yang seharusnya.
“Desakan ASPEK Indonesia kepada Pemerintah, didasarkan pada kepemilikan PT RSHJ yang saat ini 93 persen sahamnya dimiliki oleh Kemenag. Sedangkan pengelolaan Rumah Sakit Haji Jakarta saat ini dikelola oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,” demikian disampaikan Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat, dalam keterangan pers tertulis kepada media, Ahad (4/6/2023).
Mirah mengungkapkan, Kementerian Ketenagakerjaan pernah memanggil Direksi Rumah Sakit Haji Jakarta, pihak Kementerian Agama serta pihak Syarif Hidayatullah Jakarta, terkait tidak dibayarkannya THR dan hak-hak pekerja Rumah Sakit Haji Jakarta.
Namun ternyata hingga saat ini Direksi Rumah Sakit Haji Jakarta dan Kementerian Agama tidak kunjung membayarkan THR dan hak-hak pekerja sesuai peraturan yang berlaku.
“Tidak ada kesungguhan dari Direksi Rumah Sakit Haji Jakarta dan Kementerian Agama untuk segera menyelesaikan permasalahan hak-hak normatif ketenagakerjaan kepada para pekerja,” ungkapnya.
Atas hal itu, SP RSHJ, kata Mirah, berencana melakukan aksi unjuk rasa selama tiga hari, pada tanggal 6 sampai 8 Juni 2023. Lokasi aksi akan dilakukan di lingkungan Rumah Sakit Haji Jakarta.
Ketua SP RSHJ, Indi Irawan, mengatakan bahwa aksi unjuk rasa terpaksa dilakukan, karena para pekerja merasa sangat kecewa—sudah cukup lama hak-hak normatifnya tidak dipenuhi oleh manajemen RSHJ.
“Padahal selama bertahun-tahun karyawan RSHJ telah memberikan kontribusi maksimal bagi keberlanjutan RS, termasuk dalam melayani masyarakat. Kami hanya menuntut hak kami, tidak menuntut lebih,” kata Indi Irawan.
Ada delapan yang menurutnya sebagai “jeritan karyawan” RSHJ. Pertama, pekerja atau karyawan molak pembayaran gaji 50 persen dari gaji pokok, dan meminta dibayarkan gaji 100 persen upah (take home pay).
Kedua, meminta agar gaji karyawan dibayar penuh tanpa dicicil. Ketiga, menolak pembayaran THR tahun 2023 yang hanya 25 persen dari gaji pokok dan meminta agar THR tahun 2023 itu dibayarkan penuh (100%).
Keempat, meminta agar iuran BPJS Ketenagakerjaan karyawan RSHJ tahun 2020 dibayarkan. Kelima, mendesak Menteri Agama (Menag), selaku pemilik 93 persen PT RSHJ dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selaku Pengelola RSHJ, untuk mempercepat proses likuidasi PT RSHJ.
“Mengingat sejak tahun 2017 sampai saat ini proses Likuidasi PT Rumah Sakit Haji Jakarta tidak kunjung selesai,” jelas Indi Irawan.
Keenam, meminta kepada pihak RSHJ agar membayarkan gaji 175 karyawan yang upahnya di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta. Ketujuh, meminta agar segera dibayarkannya uang pesangon/uang pisah kepada karyawan yang telah pensiun, meninggal dunia dan mengundurkan diri.
“Karena sampai saat ini PT RSHJ belum membayarkan hak-hak karyawan yang telah meninggal dunia, pensiun maupun mengundurkan diri,” ungkapnya.
Terakhir, mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menyelesaikan kemelut permasalahan yang terjadi di RSHJ, karena keberadaan RSHJ sangat penting dan merupakan Monumen Syuhada Mina.
Indi Irawan menyatakan, jika delapan “jeritan karyawan” RSHJ tidak dipenuhi, maka SP RSHJ akan melaksanakan aksi mogok kerja.
Mirah pun menegaskan ASPEK Indonesia akan mendukung dan membersamai pengurus dan anggota SP RSHJ dalam memperjuangkan hak-hak normatifnya, termasuk dalam aksi unjuk rasa yang akan dilakukan oleh serikat-nya.
(Rob/parade.id)