Jakarta (parade.id)- Masyarakat Mahasiswa Universitas Trisakti mengungkapkan rasa duka dan keprihatinan yang mendalam atas tewasnya 10 orang sepanjang demonstrasi pada 25-31 Agustus 2025.
Sebagai bagian kekuatan moral bangsa, mereka menyampaikan delapan sikap. Pertama, mereka menuntut Pemerintah membentuk Tim Investigas Independen dugaan Makar dan transparans, guna mengusut, mengungkap, serta menangkap ke hadapan hukum aktor intelektual dan penggerak di balik aksi-aksi anarkis.
“Tindakan anarkis dan upaya makar yang terjadi adalah bentuk pembajakan perjuangan gerakan sipil. Dalam prinsip hukum, barang siapa yang mendalilkan dia harus membuktikan,” demikian keterangan tertulis yang diterima media, Ahad (7/9/2025).
Kedua, krisis representasi dan moralitas DPR-RI telah nyata. Lembaga legislatif ini dianggap gagal menjadi penyalur aspirasi rakyat, terjebak dalam kepentingan oligarki, dan semakin jauh dari prinsip demokrasi.
“Kami mengecam keras kondisi ini dan mendesak agar DPR mengembalikan mandatnya. Batalkan kenaikan tunjangan DPR RI, dan arahkan anggaran negara untuk pemulihan ekonomi rakyat dengan menegakkan integritas, transparansi, serta moralitas politik,” sebutnya.
Ketiga,mereka menuntut revisi segera terhadap Undang-Undang Agraria, Rancangan Undang-Undang Kepolisian (RUU Polri) dan membuka seluasnya pembahasan RKUHAP dengan mengakomodir seluruh aspirasi publik.
“Regulasi tersebut harus menjamin keadilan agraria, melindungi kepentingan rakyat kecil, serta memastikan aparat kepolisian bekerja sesuai mandat konstitusi, bukan menjadi alat kekuasaan represif,” tegasnya.
Keempat,mereka juga menolak dengan tegas segala bentuk provokasi, kerusuhan, dan penjarahan dan tuduhan mahasiswa sebagai aktor unjuk rasa anarkisme. Pasalnya, tindakan destruktif tidak hanya merusak perjuangan mahasiswa, tetapi juga menciderai nilai-nilai demokrasi serta melemahkan solidaritas rakyat.
Ditegaskannya, gerakan mahasiswa Trisakti akan terus berdiri di garis yang damai, kritis, dan solutif. Sehingga pihaknya bersikap, gerakan mahasiswa merupakan gerakan progresif mengawal kebijakan publik yang memihak rakyat menolak anarkisme dan penjarahan.
Kelima,mereka menegaskan prinsip supremasi sipil sebagai pilar utama negara demokratis. Aparat negara, khususnya TNI dan Polri, wajib tunduk pada otoritas sipil yang dipilih secara demokratis, bukan pada kepentingan politik sesaat.
Dijelaskannya, supremasi sipil adalah syarat mutlak agar Indonesia tetap berada dalam koridor negara hukum dan demokrasi.
Keenam,mereka menuntut pencabutan status tersangka terhadap 16 Mahasiswa Universitas Trisakti yang saat ini sedang bertatus hukum.
Baginya, ini bentuk pembungkaman terhadap kebebasan akademik, kemerdekaan berpendapat, serta kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi.
“Mahasiswa adalah penjaga nurani bangsa, bukan kriminal. Oleh karena itu, seluruh hak kebebasan mereka harus segera dikembalikan,” katanya.
Ketujuh, meminta kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mengenangkan, mengesahkan dan mengangkat 4 Mahasiswa Pahlawan Reformasi Universitas Trisakti menjadi Pahlawan Nasional atas Tragedi Reformasi 1998.
Kedelapan, segera sahkan RUU Perampasan Aset untuk menutup ruang bagi koruptor dan mengembalikan kerugian negara. Bersihkan Pemerintahan dari koruptor serta hentikan praktik politik transaksional yang mencederai demokrasi.
Diketahui, pernyataan sikap ini merupakan reaksi atas aksi massa sepanjang 25-31 Agustus 2025 yang berubah menjadi amuk massa. Sebanyak 10 jiwa rakyat Indonesia tewas di dalamnya.
Mereka adalah, Affan Kurniawan, Muhammad Akbar Basri, Sarinawati, Saiful Akbar, Rheza Sendy Pratama, Andika Lutfi Falah, Sumari, Rusdamdiansyah, Iko Juliant Junior, dan Septinus Sesa.*