Jakarta (PARADE.ID)- Politisi Gerindra, Fadli Zon “bersitegang” dengan salah satu sejarawan sekaligus Pemimpin Redaksi di salah satu media, Bonnie Triyana terkait sejarah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) PKI. Menurut Fadli, apa yang akan hendak disampaikan oleh media yang dipimpin oleh Bonnie tersebut terkesan monolog dan propaganda.
Fadli pun mengajak berdiskusi dan berdebat Bonnie terkait apa yang dimaksud.
“Tampaknya @historia_id @BonnieTriyana dkk tak berani diskusi n debat soal G30S/PKI nih. Ayo dong jangan monolog n propaganda sendirian,” respon Fadli, atas cuitan media yang dipimpin oleh Bonnie, Historia, dengan tema “1965: Sejarah yang Dikubur”, kemarin.
Menurut Bonnie, jika Fadli keberatan dengan tema ataupun lainnya, sebaiknya mengajukan keberatan (nanti).
“Silahkan Oom @fadlizon ajukan keberatannya apa saja. Nanti saya jawab. Okehhhhh…,” balasnya.
Namun menurut Fadli, ia bukan sedang mengajukan keberatan atas hal di atas (baginya ringan saja), melainkan hanya ingin mengajak Bonnie dan Tim berdiskusi/berdebat soal PKI, terutama G30S/PKI dan PKI-nya Musso.
“Sy sbg sejarawan bukan politisi. Agar semua terang n jelas n tak ada yg ‘menyesatkan’ sejarah. Gitu aja,” timpalnya.
Debat menurut Fadli dilakukan terbuka saja. Melalui aplikasi tertentu. Fadli juga menyarankan ajak nama-nama lain untuk berdebat (dengannya).
“Konteksnya debat terbuka aja pakai zoom ajak John Rosa, anda n bbrp kawan. Kita dialog. Jgn monolog n ‘propaganda’ sendiri. Sy merespon ‘dialog’ zoom itu,” katanya lagi.
Menurut dia lagi, diskusi (dialog) dari Bonnie (lewat Historia) itu dinilai kelihatan hanya monolog saja melalui versi yang “membela” PKI.
“Sy juga riset PKI 1948 interview para korban n sy bukukan. Juga 1965 lumayan byk tulisan. Kita buat debat sj terbuka. Silakan siapa yg host,” terangnya.
Bonnie menjelaskan terkait dialog itu, bahwa nanti yang menjadi pembicara adalah akademisi yang memiliki riset. John Roosa melakukan penelitian, Grace Leksana disertasinya juga soal 1965 secara akademik teruji di Universitas Leiden.
“Mereka sejarawan. Kalo memang besok Oom ada waktu, ikut gabung gimana?” tanyanya.
Di dalam diskusi nanti kata Bonnie, Fadli dipersilahkan menyampaikan apa yang dianggapnya seperti di atas.
“Apa aja. Ntar sy jawab. Trs oom sanggah lagi. Pake data, sbgaimana kita dididik di jur. sejarah. Prinsip saya: pembunuhan/kekerasan tak bs dibenarkan hny krn prbedaan ideologi. Mau anggota PKI yg bunuh, atau sebaliknya, itu gk bisa dibenarkan,” jawabnya.
Bonnie mengingatkan Fadli untuk tidak berprasangka buruh dalam acara diskusi nanti karena diskusi baru akan mulai esok (Selasa).
“Diskusinya baru besok kok udah keliatan. Oom Fadli ini suudzon terus. Yawis besok gabung ya? Bener nih. Itu acara Dialog Sejarah talkshow rutin mingguan yg saya kelola di @historia_id,” dorongnya.
Fadli tetap ingin berdeba, tidak ingin dialog. Sebab menurut dia, kita sudah tahu jalan pikirannya seperti apa, sikapnya seperti apa.
“Kura2 dlm perahu saja. Jelas ‘membela’ PKI lah. Tak perlu jd peramal.Ya sdh silakan,” katanya lagi.
Atas hal itu, Bonnie lantas mengajukan pertanyakan ke Fadli sembari memberikan salah satu bukti mengapa G30S “bukan” ulah PKI.
“Oh gitu. Knp tdk ada embel2 PKI di blkg “G30S”? Dasarnya:
1. Pelaku (Letkol. Untung) namakan peristiwa ini “Gerakan 30 September”
2. Buku resmi terbitan Puspen TNI AD jg sebut “Gerakan 30 September”
3. Mahmilub jg sebut “Gerakan 30 Sept”.
Bahwa ada keterlibatan bbrp org PKI iya.
Fadli pun meminta agar Bonnie kembali membaca cuitannya agar bukan hanya itu yang dijadikan bukti sejarah. Ia tetap kukuh mengajak Bonnie berdebat sesama sejarawan.
Respon Fadli berawal dari cuitan akun Historia yang berbunyi “Kendati sudah berlalu setengah abad yang lalu, peristiwa G30S 1965 menimbulkan banyak penafsiran & perdebatan.”
Bunyi lainnya, “Mengapa kita tak kunjung mampu melepas beban sejarah yang traumatik ini? Ikuti Dialog Sejarah Historia, Selasa 29 September 2020 jam 10.00am. Live youtube & FB Historia.”
(Robi/PARADE.ID)