Site icon Parade.id

Direktur Eksekutif Amnesty International Desak DPR Panggil Kapolri terkait Kekerasan

Jakarta (parade.id)- Amnesty International Indonesia  membeberkan temuannya terkait kekerasan kepolisian setidaknya mulai tanggal 22-29 Agustus 2024–579 korban kekerasan yang dialami warga sipil oleh aparat kepolisian—dalam aksi unjuk rasa damai.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid saat Konferensi pers “Launching Temuan Amnesty International terkait Kekerasan Polisi di Indonesia” di Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024).

Menurut dia kekerasan yang terjadi itu berulang dilakukan oleh polisi karena beberapa hal di antaranya: tak ada pertanggungjawaban sehingga tak ada efek jera, minimnya komitmen negara terhadap kebebasan berkumpul dan berpendapat, dan tak ada evaluasi dari internal.

“Kekerasan polisi yang berulang adalah lubang hitam pelanggaran HAM. Penggunaan kekuatan yang tak perlu dan tak proporsional secara berulang dan tanpa adanya akuntabilitas adalah kebijakan kepolisian merepresi tiap protes atas kebijakan negara/pejabat/industri strategis, bukan tanggung jawab petugas yang bertindak sendiri atau melanggar perintah atasan,” ujarnya tegas.

Jika ditambah deretan kekerasan polisi yang marak, ia melanjutkan, jelas tahun 2024 tidak memperlihatkan adanya perbaikam sistem di kepolisian. Sebaliknya malah kian darurat karena seluruh kasus kekerasan polisi berujung dengan pembenaran tanpa pertanggungjawaban.

Janji Kapolri bahwa era kepemimpinannya mengutamakan pendekatan humanis pun dinilainya terbukti gagal. “Masyarakat yang sedang aktif-aktifnya menyuarakan haknya justru dibungkam, serta disalahkan dengan alasan yang dicari-cari. Ini mencerminkan bagaimana pemolisian saat ini adalah pemolisian otoriter-represif bukan demokratis-humanis,” katanya.

Ia pun mendesak DPR RI untuk menggunakan hak-hak konstitusional berupa hak angket, interplasi, dan menyatakan pendapat dalam rangka menyelidiki tanggung jawab kebijakan strategis polisi. “Mendesak DPR RI memanggil Kapolri guna dimintai tanggung jawab atas maraknya kekerasan polisi di masyarakat, khususnya yang merefleksikan pola kebijakan represif, bukan perilaku orang per orang anggota polisi yang bertindak sendiri ata melanggar perintah atasan,” desaknya.

“Pelaksanaan hak-hak DPR termasuk panggil Kapolri harus diarahkan pada evaluasi menyentuh atas kebijakan penggunaan kekuatan dan juga senjata api maupun senjata ‘kurang mematikan’ sesuai prinsip HAM dan mempertanggungjawabkan kebijakan polisi sesuai hukum yang berlaku termasuk bagi siapa pun yang terlinat tindak pidana umum melalui sistem peradilan umum berdasarkan bukti yang cukup, dan tanpa hukuman mati,” imbuhnya.

Usman juga mendesak agar Kompolnas juga Komnas HAM juga berperan. “Benar-benar diperlukan supaya terbuka, dan menuntaskan kasus-kasus penggunaan kekuatan berlebihan, termasuk senjata mematikan, yang kerap menyebabkan pembunuhan di luar hukum dan penyiksaan,” tandasnya.

(Rob/parade.id)

Exit mobile version