Jakarta (PARADE.ID)-Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi K Sutedja mengatakan, kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejahatan siber ke penegak hukum harus terus didorong.
Alasannya, kata dia, agar pelaporan tersebut bisa menjadi contoh dan dipelajari oleh orang lain yang mungkin mengalami kejadian serupa. Selain itu, biar ke depan juga bisa ditemukan cara pencegahan atas tindak kejahatan tersebut.
“Harus ditanamkan kesadaran bahwa melapor kejahatan adalah kewajiban yang dapat membantu mencegah orang lain menjadi korban kejahatan siber,” ujar Ardi, Kamis (10 Desember 2020).
Menurut Ardi, alasan umum korban kejahatan siber enggan melapor ke kepolisian karena proses “penyelidikan kasus yang dianggap ribet” dan pengembalian kerugian yang lama meskpun pelaku telah ditangkap dan diadili.
“Ada banyak ekpektasi dari korban yang seringkali minta kerugian yang dideritanya dikembalikan,” Ardi menjelaskan.
Padahal, tutur dia, proses penyilidikan lama karena kepolisian harus teliti dan berhati-hati dalam barang bukti dan pemberkasan perkara. Kalau proses tersebut tidak lengkap, akan sulit untuk mengajukannya ke proses peradilan.
Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi yang mengatakan, bahwa setiap kasus kejahatan siber memang sebaiknya dilaporkan ke aparat penegak hukum untuk diproses, dijadikan sebagai pembelajaran, dan pencegahan bagi masyarakat umum.
Jika ingin melaporkan kasus berkaitan data pribadi, Heru mengatakan, harus ditemukan unsur pidana terlebih dahulu—jika tidak ada, sulit bagi penegak hukum memprosesnya—misal, karena menjadi korban pencopetan atau sistem platform e-commerce telah diretas hacker sehingga data pengguna bocor atau dicuri.
Untuk itu, ia mendorong agar RUU Pelindungan Data Pribadi segera disahkan untuk mempermudah pemrosesan kasus yang terkait dengan data pribadi.
Saat ini pemerintah dan DPR masih membahas RUU PDP dan diperkirakan tahun depan telah disahkan—molor dari target yang harusnya diketok akhir 2020.
Dengan ada UU PDP nanti, menurut Heru, pengguna memiliki hak untuk menghapus data, memindahkan data, mengoreksi data, dan tentu data mendapat pengamanan semestinya.
*Sumber: cyberthreat.id