Jakarta (PARADE.ID)- NGO Greenpeace mempertanyakan komitmen Indonesia ataupun negara lainnya melakukan efektifitas bagi upaya meredam krisis iklim yang terjadi semakin cepat.
“Indonesia juga ambil bagian dengan ikut serta dalam Perjanjian Paris. NDC atau komitmen yang ditargetkan hingga saat ini masih berada pada angka 29 persen penurunan emisi secara mandiri atau 41 persen penurunan emisi dengan dukungan internasional,” cuitan Greenpeace Indonesia, Kamis (1/10/2020).
Disebutkan oleh Greenpeace Indonesia, ancaman krisis iklim ini nyatanya telah diprediksi sejak puluhan tahun lalu. Hampir seluruh negara di dunia telah bergerak untuk mengupayakan langkah dalam mencegah ancaman ini.
“Mulai dari pembentukan badan penelitian antarnegara, perjanjian internasional, hingga penetapan komitmen dari berbagai negara dalam mengurangi emisi yang menjadi faktor utama krisis iklim.”
Greenpeace Indonesia mencatat bahwa saat ini kondisi es bumi makin mengkhawatirkan seiring menghangatnya suhu di kawasan Arktik. Setelah mencapai rekor penyusutan hingga hanya menyisakan 3,41 juta kilometer persegi permukaan es pada 2012 lalu, penyusutan hingga di bawah 4 juta kilometer persegi kembali terjadi di tahun ini.
Skala pencairannya menurut Greenpeace Indonesia ekstrem, kian melampaui batas-batas yang belum pernah terjadi sebelumnya, menyebabkan kenaikan permukaan laut yang menurut skenario IPCC dapat meningkat sekitar 60-100 cm di Asia Tenggara pada 2100 mendatang.
“#KrisisIklim telah terjadi begitu cepat. Emisi gas rumah kaca jadi dalang utama yang perlu kita redam segera. Saatnya sadarkan @jokowi dan pemerintah untuk berhenti mengandalkan bahan bakar fosil dan beralih ke energi bersih demi hajat hidup kita semua.
#BumiButuhAksi.”
(Robi/PARADE.ID)