Jakarta (PARADE.ID)- Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Ijtima Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9-11 November 2021 menyikapi tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Dalam sikapnya itu, MUI meminta kepada Pemerintah agar mencabut atau setidak-tidaknya mengevaluasi/merevisi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, dengan mematuhi prosedur pembentukan peraturan sebagaimana ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019, dan materi muatannya wajib sejalan dengan syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, Peraturan Perundangan-Undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Ketentuan-ketentuan yang dikecualikan dari frasa “tanpa persetujuan korban” dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi terkait dengan korban anak, disabilitas, situasi yang mengancam korban, di bawah pengaruh obat-obatan, lanjut MUI, harus diterapkan pemberatan hukumannya.
Selanjutnya, ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada frasa “tanpa persetujuan korban” dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, disikapi MUI bertentangan dengan nilai syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, Peraturan Perundangan-Undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Namun MUI mengapresiasi niat baik dari Mendikbudristek untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi.
Akan tetapi, dalam Peraturan Mendikbudristek No. 30 Tahun 2021 itu telah menimbulkan kontroversi, karena prosedur pembentukan peraturan dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah UU No. 15 Tahun 2019 dan materi muatannya bertentangan dengan syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, Peraturan Perundangan-Undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Ketua MUI, kiai Cholil Nafis menegaskan agar peraturan itu dicabut.
“Ini suara kami, umat muslim, dan tanggungjawab kami kpd bangsa dan negara serta kpd Allah SWT,” kata dia.
Permendikbudristek No.30 thn 2021 pasal 5 ayat 2 tentang kekerasan seksual kata dia memang bermasalah, karena tolokukurnya persetujuan (consent) korban. Padahal kejahatan seksual menurut norma Pancasila adalah agama atau kepercayaan.
“Jadi bukan atas dasar suka sama suka tapi krn dihalalkan. Cabut. Dasarnya itu legalitas buka suka sama suka, juga normanya kepantasan bukan suka sama suka ya.”
(Sur/PARADE.ID)