Jakarta (parade.id)- Warga Kompleks Perumahan Maya Persada Regency 1 (MPR 1) Jatibening Baru, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, menolak alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) menjadi Kantor RW 002. Alasan warga karena taman RTH masuk dalam fasilitas umum atau fasilitas sosial (fasum/fasos).
“Penolakan itu terjadi lantaran warga terkejut tiba-tiba akan ada peninjauan lapangan oleh Tim Panitia 9 dan Pemkot Bekasi untuk pengukuran dan pematokan di salah satu Taman RTH di perumahan tersebut seluas 748 meter persegi, dengan rencana alih fungsi menjadi Kantor RW 002,” demikian keterangan warga yang tidak ingin disebutkan namanya menyampaikan kepada media, Rabu (17/5/2023).
Namun penolakan warga tidak hanya sebatas rencana pembangunan kantor RW semata, melainkan warga juga menolak alih fungsi lahan RTH untuk pembangunan lainnya.
“Kami keberatan/menolak keras rencana alih fungsi/penggunaan seluruh atau sebagian lahan fasum/fasos yang ada dalam lingkungan perumahan ini, termasuk pada rencana pembangunan Kantor RW/RT dll pada lahan tersebut.”
“Seluruh fasum/fasos hanya dapat dipergunakan/dimanfaatkan sesuai peruntukkan, yaitu RTH, sebagaimana dinyatakan dalam site plan perumahan dan berita acara serah terima (BAST) antara developer dan Pemda Kota Bekasi–hanya untuk kepentingan warga perumahan,” masih dalam keterangan warga.
Atas penolakan itu, warga telah berkirim surat ke Plt Wali Kota Bekasi. Dalam suratnya, Perhimpunan Warga Perumahan MPR 1 menyampaikan empat poin persoalan.
Pertama, bahwa warga mendapatkan informasi lisan yang beredar di lingkungan warga perumahan tempat tinggal dan terakhir adanya surat dari Ketua RW 002 tertanggal 4 Mei 2023 yang baru kami dapatkan copiannya beberapa hari yang lalu, yang intinya akan dilakukan peninjauan lapangan oleh Tim Panitia 9 dan Pemkot Bekasi untuk pengukuran dan pematokan oleh dinas terkait (Pemda) pada titik rencana pembangunan Kantor Sekretariat RW 002 di salah satu taman RTH seluas 748 M2, yang merupakan fasum/fasos perumahan MPR 1.
Kedua, berkaitan dengan butir 1 di atas dengan itu warga melaporkan ke Plt Wali Kota Bekasi, bahwa rencana pembangunan tersebut masih terdapat persoalan legalitas dan problem sosial di lingkungan, di mana hingga saat ini warga belum pernah dimintakan izin dan/atau persetujuan secara resmi dan tertulis dari pihak RW maupun kelurahan/kecamatan akan adanya pembangunan tersebut sehingga pada hari Ahad, tanggal 14 Mei 2023 terdapat penolakan/keberatan dari warga MPR 1 atas rencana tersebut dan pertemuan dengan pihak Ketua RW yang deadlock.
“Bahwa kami hanya menerima pemberitahuan sepihak dan serta merta akan adanya rencana pembangunan dan peninjauan lapangan oleh Tim Panitia 9 dan Pemkot Bekasi tersebut untuk pengukuran dan pematokan oleh dinas terkait (Pemda) pada titik rencana pembangunan Kantor Sekretariat RW 002 seluas 200 M2 yang tentunya sangat membuat semua warga MPR 1 yang berjumlah lebih kurang 70 KK aktif (luas +/- 1,8 ha) terkejut (kok bisa?) ujug-ujug mau ngukur dan mau matok, karena dengan adanya rencana tersebut telah mengambil hak sebagian dari atas lahan fasum RTH No. 5 dalam BAST.”
Ketiga, bahwa warga sangat keberatan dengan sikap dan cara atas rencana pembangunan tersebut karena tanpa melakukan pendekatan secara baik kepada warga perumahan dan terkesan sangat dipaksakan dan tidak aspiratif dengan tidak meminta izin dari warga perumahan, karena letak lahan fasum tersebut berada dalam cluster perumahan MPR 1 yang sudah tertutup pagar arkon secara keseluruhan dan hanya memiliki 1 pintu/gerbang masuk yang mau tidak mau harus mendapatkan izin/persetujuan seluruh warga Perumahan yang telah membeli unit-unit perumahan MPR 1 yang secara integrated dan tidak terpisahkan termasuk fasilitas, sarana dan prasarana perumahan sebagaimana tertuang/tercermin dalam site plan yang telah disahkan oleh dinas terkait/Pemda Kota Bekasi.
“Bahwa sesuai peruntukannya, lahan fasum tersebut dinyatakan sebagai RTH untuk penyerapan air dan taman untuk kepentingan warga perumahan.”
Keempat, warga menyatakan, bahwa RTH dalam Pasal 17 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 31 UU Penataan Ruang menjelaskan definisi dari RTH adalah sebagai berikut: Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam, dengan mempertimbangkan aspek fungsi ekologis; resapan air, ekonomi, sosial budaya, dan estetika.
“Bahwa berdasarkan hal hal di atas maka dengan ini kami menyatakan keberatan/menolak atas rencana tersebut dan memohon dengan hormat agar Bapak Plt Wali Kota Bekasi dapat menindaklanjuti keberatan/penolakan kami ini kepada dinas terkait, termasuk kepada Kepala Dinas Tata Ruang dan dinas/badan-badan terkait serta Kepala Kecamatan dan Kepala Kelurahan untuk tidak menindaklanjuti atau menunda atau mengevaluasi kembali rencana tersebut termasuk pengukuran dan pematokan karena akan berdampak terjadi persoalan hukum dan persoalan sosiologis,” demikian bunyi surat yang ditandatangani langsung oleh Ketua PW MPR 1 Iwan Majjalekka dan Sekretaris Wira Wisnu Wardani.
Potensi terjadi pelanggaran Hukum
Warga juga mengulas adanya potensi pelanggara hukum dengan alih fungsi RTH tersebut. Dimana rencana tersebut dianggap sangat merendahkan kedudukan hukum atas perumahan dan warganya karena terkesan warga tidak perlu didengar dan menganggap warga tidak mempunyak legalitas atas fasum tersebut, dengan alasan lahan tersebut telah diserahkan dan tercatat sebagai aset Pemda, bahwa pendapat dan penafsiran ini sangatlah keliru dan menyesatkan karena pada dasarnya secara prinsip hak penggunakan/pemanfatan atas fasum dan fasos melekat pada warga selaku penghuni terlebih fasum dimaksud berfungsi sebagai RTH dan berada dalam rumah cluster.
“Alih fungsi seluruh/sebagian RTH yang tidak sesuai ketentuan hukum adalah sebuah pelanggaran hukum terlebih lagi dilakukan secara tidak aspiratif dan melanggar etika.”
Surat untuk Plt Wali Kota Bekasi di atas ditembuskan langsung ke dinas terkait lainnya seperti Kepala Dinas Bina Marga & Sumber Daya Air (BMSDA) Kota Bekasi, Kepala Dinas Tata Ruang Kota Bekasi, Camat Pondok Gede, Lurah Jatibening Baru, hingga Ketua RT 04/RW02 Jatibening Baru.
Hingga berita dimuat, belum diperoleh keterangan dan penjelasan Ketua RW 02 Hardiana terkait dengan penolakan keras warga dan potensi terjadinya pelanggaran hukum alih fungsi lahan RTH.
(Rob/parade.id)