Lombok Tengah (PARADE.ID)- Izin praktik laboratorium Cyto di bandara Lombok, NTB dipertanyakan oleh Lembaga Peduli Pelestarian Sumberdaya (LPPS). Hal itu disampaikan oleh LPPS di ruang Rapat Sekretariat DPRD Kab. Lombok Tengah.
LPPS menduga klinik tersebut ilegal karena tak berizin.
“Meminta agar laboratorium klinik Cyto untuk ditutup sementara sampai dikeluarkannya izin praktik dari Dinas Perizinan Kab. Loteng terkait dengan pemindahan kewenangan dari izin lama,” demikian tuntutannya, Kamis (4/2/2021).
Koordintor dari LPPS Nujumudin menuding bahwa praktik dari klinik tersebut telah menipu. Sebagai contoh, kata dia, di dalam surat keterangan antigen tidak diisi nomor sampel pemeriksaan, padahal yang itu sangat penting.
“Klinik laboratorium tidak boleh melakukan kegiatan posko. Laboratorium Klinik Cyto sudah menyalahi aturan yang seharusnya dilaksanakan,” sampainya di hadapan beberapa Anggota DPRD dan lainnya.
Contoh lainnya menurut dia adalah tidak adanya dokter yang bertanggung jawab di sana. Bahkan, kata dia, untuk memperlihatkan seolah ada dokter, “mereka” (diduga petugas klinik) men-scan tanda tangannya.
“Harusnya ada kontrol dari Dinas terkait untuk mengawasi kegiatan klinik tersebut, juga untuk yang lainya di Lombok Tengah,” pintanya.
Terkait pemeriksaan dengan antigen, pihak klinik Cyto yang diwakili Luluk Handayani mengatakan bahwa telah memenuhi standar dari Dinkes Prov. NTB.
“Surat kontrak antara bandara dan laboratorium klinik Cyto yang awalnya adalah rapid antibodi kemudian kami ajukan permohonan untuk pemeriksaan rapid antigen,” kata dia, yang turut hadir di bersama LPPS.
Persyaratan itu juga diklaim olehnya telah sesuai dengan surat rekomendasi dari KKP bandara.
“Awalnya bahhwa kami beberapa waktu lalu dihubungi oleh PT Angkasa Pura 1 untuk melakukan kerja sama terkait dengan kebutuhan penumpang pesawat yang harus segera membutuhkan rapid antibodi sebagai persyaratan untuk bisa melakukan perjalanan keluar daerah dengan menggunakan pesawat,” ia menjelaskannya.
Kabid Dinkes Kab. Loteng, M Takiudin menyatakan bahwa linik Cyto merupakan salah satu klinik yang ada di Lombok Tengah, yang ditunjuk oleh Dinkes Prov untuk bekerja sama dengan PT Angkasa Pura I terkait dengan kebutuhan masyarakat yang harus memiliki Surat Keterangan Kesehatan sebagai syarat penerbangan.
“Terkait dengan izin dari klinik Cyto masih beroperasi sampai dengan Maret 2021,” ia menyampaikan di tempat yang sama.
Menurut dia, klinik tersebut termasuk salah satu instansi yang berkompeten soal di atas selain Dinkes Prov. NTB, KKP Bandara, dan PT Angkasa Pura.
Namun begitu, yang dipersoalkan oleh LPPS tampaknya terjawab oleh Dinas Perizinan. Lalu Agus dari Dinas Perizinan Kab. Loteng menyatakan bahwa data yang dimiliki klinik Cyto belum memiliki izin dari Dinas Peijinan Kab. Loteng.
Maka dari, ia mengimbau agar klinik Cyto untuk segera membuatnya karena bersifat wajib.
Terkait dengan surat izin dari Klinik Cyto yang belum memilikinya, Anggota Komisi IV DPRD Kab. Loteng, Sdr. Amrillah mengimbau agar Dinkes Kab. Loteng, yang sudah memberikan rekomendasi terkait operasi dari Klinik Cyto di Bandara harus jeli dalam memberikan rekomendasi
“Juga terkait pengawasan dengan permasalahan ini,” kata dia.
Soal itu, Komisi IV DPRD belum bisa memberikan kesimpulan karena ada beberapa pihak yang belum memberikan keterangan terkait dengan Opersional Klinik Laboratorium Cyto di Bizam yaitu dari Otoritas Bandara dan dari Dinas Kesehatan Provinsi.
Aurat penugasan yang dikeluarkan dari Dinas Kesehatan Loteng kepada Setyo Rini untuk bertugas sebagai penanggung jawab hasil Rapid Tes Antigen di Bandara berakhir sampai tanggal 26 Desember 2020, sementara di surat keterangan anti body yang dikeluarkan Laboratorium Clinik Cyto masih menggunakan tanda tanda tangan dari Setyo Rini sampai dengan saat ini.
Komisi IV DPRD Kab. Loteng pun akan melakukan kordinasi dan mendalami dengan pihak Otoritas Bizam dan Dinas Kesehatan Prov. NTB untuk meminta kejelasan/keterangan terkait dengan permaslahan Operasional Laboratorium Klinik Cyto.
(Rep/PARADE.ID)