Jakarta (PARADE.ID)- Nama politisi Fahri Hamzah disebut dalam sidang kasus benur. Fahri pun meminta hal ini kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
“Dear Jaksa @KPK_RI , Sebagai konsekwensi penyebutan nama saya di ruang sidang, mohon tuntaskan klarifikasinya. Sebab ini penyebutan nama saya yang ke-2 kalinya,” pintanya, kemarin.
“Pertama nama saya disebut dalam kasus Nazarudin. Saat masih menjabat. Sekarang disebut lagi setelah pensiun,” sambungnya.
Dalam kasus Nazaruddin, ia menceritakan, bahwa seorang saksi menyebut dirinya menerima uang 25.000 USD di gedung anugrah yang ia akun tidak tahu tempatnya. Selama ia menjabat, ia mengaku tidak pernah diminta klarifikasi terkait hal tersebut.
“Sy akhirnya tau bahwa itu rekayasa belaka. Sekarang setelah pensiun nama saya disebut lagi,” tertulis demikian di akun Twitter-nya.
“Kali ini disebut hanya karena WA seorang menteri kepada stafnya agar Tim Saya (bukan saya) dipanggil presentasi. Saya rakyat biasa yg diminta untuk menyiapkan Tim untuk menjelaskan kesiapan teknis pelaksanaan program pemerintah yg sah. Apa salahnya?” ia bertanya-tanya.
Namun, setelah ia pelajari berita hari ini, ia mengaku menemukan pelajaran betapa pentingnya jaksa KPK berhati-hati di ruang sidang. Membuka alat bukti yang tidak ada di BAP memang hanya sensasi.
Jaksa KPK, kata dia, harus banyak baca UU 19/2019.
“Hentikan sandiwara corona lagi marah! Mungkin banyak orang termasuk jaksa @KPK_RI tidak peduli dengan nama baik, kehormatan dan harga diri yang dijaga bertahun2 sehingga menganggap remeh penyebutan nama orang secara tanpa kehati-hatian yg tinggi yang akhirnya merusak nama orang. Tidak boleh begitu.”
Waktu ia menjadi pejabat, ia mengaku tidak terlalu peduli, karena ia juga percaya bahwa pejabat kadang memang harus dicurigai, mereka digaji dan harus hati-hati. Tapi, kini sebagai rakyat biasa yang membayar pajak untuk kerja KPK, maka ia harus mengharapkan profesionalisme lebih dari lembaga antirasuah tersebut.
Di masa lalu, dalam pengamatannya, KPK sengaja menjadikan ruang sidang untuk mendramatisir ruang publik. Ribuan nama disebut. Ribuan nama dipanggil.
Kadang hanya untuk menambah bumbu sensasi seolah mereka sibuk sekali. Sekarang, kata dia, hal itu tidak boleh lagi, KPK harus hati-hati, sebab waktu itu berharga sekali.
“Dalam kasus saya misalnya, apa sih yang kalian temukan? Kenapa tidak kalian teruskan? Kenapa saya dibiarkan bebas berkeliaran? Aneh…sekedar mau suruh orang diam dengan dipanggil atau disebut nama bukanah cara kerja negara yang benar apalagi penegakan hukum. Hentikan!”
KPK, kata mantan Wakil DPR ini, harus belajar investigasi yang benar, bedakan hukum dan jurnalisme. KPK bisa belajar dari BPK dan BPKP, juga kepolisian dan kejaksaan. Mereka itu jago investigasi, katanya.
Fahri mengimbau agar bangun kolaborasi antar lembaga. Hentikan sensasi. Jangan layani kelompok yang ingin KPK bikin heboh terus.
“Terus belajar kawan2, jangan puas dengan apa yg sudah kita kerjakan. Rakyat berharap banyak dan kalian pasti bisa memberi yang terbaik. Belajarlah cara baru. Kata albert einstein, “melakukan cara yg sama mengharapkan hasil yg beda adalah semacam sakit jiwa”. Ayo berubah!”
Sebelumnya, Nama Fahri muncul ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperlihatkan barang bukti elektronik berupa percakapan pesan singkat antara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, dengan staf khususnya yang bernama Safri.
Perusahaan yang terafiliasi dengan Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu diduga ikut serta dalam pekerjaan ekspor benur.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (15/6), tidak diketahui secara gamblang peran Fahri berikut perusahaan yang terafiliasi dengannya terkait kegiatan ekspor benur.
“Saya tidak tahu [perusahaannya], tapi saya hanya koordinasi dengan saudara Andreau [Andreau Misanta Pribadi, ketua tim uji tuntas perizinan usaha perikanan budi daya lobster],” ucap Safri, dikutip cnnindonesia.com.
Safri diketahui juga merupakan Wakil Ketua Tim Uji Tuntas (Due Diligence) perizinan usaha perikanan budi daya lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tanpa perlu bertanya panjang lebar, Safri langsung mengiyakan permintaan Edhy.
(Rgs/PARADE.ID)