Jakarta (PARADE.ID)- Over dimension/over loading (ODOL) beberapa waktu lalu ramai dibicarakan oleh supir-supir truk di berbagai daerah, sebut saja Jawa Tengah. ODOL ini menurut Sekjen Persatuan Supir Trailer Tanjung Priok (PSTTP), Sulaiman yaitu terkait dengan muatan yang dibawa oleh supir truk dan panjangnya truk yang dikemudikan.
Sebagai sesama supir, Sulaiman pun ikut peduli. Ia dan atau PSTTP sempat melakukan aksi belum lama ini, di Pos 9, Priok, Jakarta Utara. Lantas, bagaimana sebetulnya soal ODOL ini di mata PSTTP? Berikut wawancara eksklusif parade.id dengan Sulaiman, Sabtu (19/3/2022), di Sekret PSTTP, Cakung-Cilincing (Cacing), Jakarta Utara:
Apa yang Anda ketahui soal ODOL ini?
Over loading itu dimaksud dengan kelebihan muatan. Kapasitasnya berlebih. Saya mengetahui bahwa aksi supir truk di Jawa, contou Jawa Tengah adalah soal over dimension/over loading (ODOL).
Over dimension itu buntut truk (panjang/berlebih). Misalkan dari 6 meter, sama pengusaha ditambah misalkan menjadi 8 meter. Dengan panjang itu, kapasitas atau muatan sudah ketahuan.
Apa soalnya?
Jadi tambah panjang dan tambah muatannya. Tapi itu ada soal ke uang jalan yang tetap. Tidak ada penambahan. Dan menyoal itu, kan ujung-ujungnya ke pendapatan.
Contohnya?
Misal kita dapat tugas dengan muatan 30 ton, dengan panjang muatannya 6 meter, dan kalau ditambah, supir dapat lagi (tambahan uang jalannya) dari perusahaannya. Misal uang jalan dari Jakarta ke Balaraja itu Rp400 ribu, bersihnya kawan-kawan hanya dapat sekitar Rp100 ribu. Sebab BBM, tol, makan dari situ (include). Nah di Balaraja setelah bongkar, itu kita nunggu muatan. Ada menunggu sehari sampai dua hari. Ya, Rp400 ribu dipakai makan, ya, habis.
Setelah itu?
Setelah itu, kan, jadi tidak mungkin kita balik kosong, karena tidak ada ongkosnya. Tapi ada yang ditambahkan, ada yang tidak. Sehingga kadang supir teriak. Makanya kalau ada penambahan mungkin dari perusahaannnya ditambah.
Kalau overload-nya dipakai, ya, pendapatannya mungkin berkurang. Makanya ditambahkan oleh kawan-kawan, karena menyangkut uang jalan misalnya, itu sangat minim. Sehingga buat tambah-tambahan buat supir.
Tapi kalau muatan berlebih mempengaruhi jalan, bagaimana?
Kalau soal jalanan cepat hancur gara-gara muatan, ya, itu dampaknya. Dampaknya seperti itu, kan karena muatan. Bahaya juga ada (banyak).
Misal ada jalan yang tidak boleh dilalui (jalan kampung, red.). Kalau lewat situ, lama-lama tentu jalan ceoat rusak. Jam operasional kita, ya, umumnya tiap hari.
Kalau kontainer juga seperti itu, termasuk truk. Kalau ada aturan dikecualikan, kita tidak dapat pemasukan. Sebab kita posisinya mitra.
Pernah tahu ada aturan soal jam operasional?
Kalau soal aturannya, saya kurang tahu. Tapi kalau boleh dikasih contoh, misal: muatan 30 ton dengan uang jalan (minim). Katakanlah Rp400 ribu, yang kemudian ditambah 10 ton jadi 40 ton. Dan dari penambahannya itu buat kawan-kawan supit truk. Saya tahu begitu. Jadi kelebihan muatan itu untuk para supir. Dan intinya itu lebih ke uang jalan kita yang minim.
Kalau muatan 30 ton dan uang jalannya ada sisa dan buat keluarga, ya, gak bakal kita menambahkan kapasitas (muatan/dimensinya). Kebanyakan supir-supir itu kan uang borong.
Apa itu uang borong habis?
Uang jalan borong habis itu misal jalan sekali, dan dikasih sekian ratus ribu. Jadi dia dapatnya dari uang (jalan) sisa itu. Kadang-kadang uangnya minim dan kemudian bagaimana bisa naik—muatannya ditambah.
Jadi kita sekali jalan. Jalan lagi, dikasih lagi. Sebagai contoh, saya antar barang dari Jakarta ke Cirebon, itu satu sekali. Kembali lagi ke Jakarta, dihitung dua kali.
Kebijakan siapa?
Itu kebijakan perusahaan soal muatan. Dan juga bisa jadi karena kesepakatan antara supir dengan perusahaan. Tapi kembali lagi ke uang jalannya, sih. Tapi kan pemilik dan supir sama-sama mendapat keuntungan.
Lalu?
Ya, terkait jam operasional, saya tidak terlalu mengetahuinya. Dimana jam sekian ke jam sekian, yang misalkan tidak boleh jalan. Tapi nanti yang dirugikan lagi-lagi supir truk.
Harusnya (5 jam) sampai lokasi, tapi tiba-tiba ditahan (molor berjam-jam). Itu kalau meman ada dan diberlakukan.
Kawan-kawan PSTTP dukung aksi mereka yang di sana?
Bagi mereka yang berjuang, ya, kita dukung. Kami dukung mereka, walaupun secara intinya kami, supir kontainer tidak ada dampaknya. Tapi di organisasi kami ada supir truk juga.
Tuntutan kita sama, soal ODOL, dan kesejahteraan. Sebab kita (kan mitra) tidak ada jaminan sosial seperi karyawan/buruh pada umumnya. Tidak ada perjanjian kerja.
Pernah aksi juga?
Kalau di Jakarta tidak seperti di daerah Jawa (bereaksi), tapi kita ikut aksi juga. Sebab ini ada sangkut pautnya ke kami. Hanya saja di Jakarta, Priok, kebanyakan supir kontainer.
Emang pendapatan supir truk itu bagaimana skemanya?
Gaji supir itu umumnya ritasi/per rit. Hampir semua. Tidak ada gaji. Dihitung per rit. Dari 300 orang anggota bisa dihitung yang digaji. Dari bayaran per rit itu dicukup-cukup. Tidak cukup. Pernah kita makan sekali/hari.
Tapi aksi yang beberapa lalu itu mulai tenang, bagaimana?
Kami bersyukur, apalagi kalau tuntutan kami dipenuhi, kalau soal tidak ada lagi aksi. Alhamdulillah. Kembali normal.
Ada harapan?
Saya harapkan dari pengusahanya sendiri, ya, tambah uang jalan kita. Misal muatan 30 ton, ya, kasih 30 ton uang jalannya. Jangan dikasih uang jalan 30 ton untuk 40 ton. Ada seperti itu.
Bisa dijelaskan apa itu PSTTP?
PSTTP adalah perkumpulan supir-supir kontainer dan truk. Sekjend Persatuan Supir Trailer Tanjung Priok (PSTTP) berdiri sekitar 5 tahunan. Sempat vakum 2 tahun. Merintis yang dari hanya 2 orang.
Berapa anggota?
Kami memiliki anggota hampir 300 orang. Aktif semua. Jakarta saja. Sebab hanya di Jakarta saja. Tidak ada cabang.
Dari 300, 30 persen supir truk. Kebanyakan supir kontainer.
Pengurus kira-kira ada 10 orang. Tapi anggota kita di mana-mana (daerah). 300 orang aktif semua. Satu orang, satu perusahaan. Jadi ada 300 perusahaan, kalaupun ada yang perusahaan ada nama maupun tidak.