Jakarta (parade.id)- Ketum GSBI, Rudi HB Daman mengatakan, jelang penetapan upah tahun 2024, pihaknya mengaku terus dan tetap aktif memperjuangkan perubahan sistem aturan tentang pengupahan. Salah satunya GSBI memperjuangan penerapan sistem Upah Minimum Nasional (UMN) untuk upah minimum.
“UMN adalah sistem pengupahan yang akan menjawab tentang ketimpangan (disparitas) upah antar daerah, diskriminasi upah, sehingga menghadirkan kepastian pendapatan, mendorong pemerataan kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan keadilan sosial sebagai penguatan tegaknya NKRI,” katanya, kepada parade.id, Rabu (1/11/2023).
Upah Minimum Nasional (UMN) yang diperjuangkan GSBI adalah sistem pengupahan dasar (terendah) yang dibayarkan kepada buruh yang tidak dikecualikan dan tidak boleh di negosiasikan, berlaku secara nasional untuk buruh dengan masa kerja nol sampai dengan satu tahun, yang ditetapkan langsung oleh pemerintah pusat (nasional) dengan tetap melibatkan partisipasi serikat buruh melalui dewan pengupahan nasional.
“Meskipun berlaku upah minimum nasional (UMN), masing-masing daerah provinsi, kota dan kabupaten dapat menetapkan dan memberlakukan upah minimum provinsi, kota atau kabupaten yang melewati persyaratan upah minimum nasional (UMN). Artinya besaran upah minimum provinsi, kota dan kabupaten tidak boleh lebih rendah dari upah minimum nasional (UMN) yang ditetapkan dan diberlakukan pemerintah pusat (nasional),” ia menjelaskan.
Adapun rumus/formula untuk penetapan besaran upah minimum nasional (UMN) yang diajukan GSBI adalah ditetapkan dengan rumus/formula: PDB nasional dibagi jumlah penduduk di tahun yang sama, dibagi 12, lalu ditambah inflasi di tahun yang sama—maka hasilnya itu lah besaran nilai upah minimum nasional (UMN).
“Maka besaran Upah Minimum Nasional (UMN) untuk tahun 2023 adalah sebesar Rp6.245.368,” papar Rudi.
Data PDB, Rudi melanjutkan, jumlah penduduk dan inflasi yang digunakan merujuk dan berdasarkan pada sumber resmi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional.
“Dalam pemberlakukan iystem Upah Minimum Nasional (UMN), ketentuan penangguhan UMN bagi perusahaan yang tidak memiliki kesanggupan tetap diberlakukan, dengan ketentuan pemerintah hadir dan memberikan subsidi upah kepada buruh yang UMN-nya di tangguhkan. Hal ini didasarkan pada pengertian dan fungsi Upah Minimum (UM) dan yang kedua, bahwa yang memberikan (mengeluarkan) ijin penangguhan upah adalah pihak pemerintah,” katanya
“Maka saat ini GSBI selain terus mensosialisasikan konsep perjuangan tentang UMN ini kepada anggota, buruh dan serikat pekerja-serikat buruh lain, juga terus memantau rencana dan siasat pemerintah yang akan melakukan revisi atas PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan,” tambahnya.
Rudi kemudian menyinggung Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (omnibus law) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang menurutnya sejak tanggal 30 Desember 2022 sudah tidak berlaku lagi. Sebabnya, Undang-undang (omnibus law) Nomor 11 tahun 2020 yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat sebagai cantolan utamanya pun sudah tidak berlaku lagi.
“Karena telah dicabut dan diganti oleh Presiden Joko Widodo dengan di terbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang kemudian disetujui dan disahkan oleh DPR RI menjadi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja sejak tanggal 21 Maret 2023 yang di perkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 2 Oktober 2023,” ungkapnya.
Menurut GSBI, bahwa aturan pengupahan yang berlaku sejak tahun 1959-1994 dengan konsep KFM (Kebutuhan Fisik Minimum), kemudian menjadi konsep KHM (Kebutuhan Hidup Minimum) pada tahun 1995-2002 serta konsep KHL (Kebutuhan Hidup Layak) sejak tahun 2003-2014 yang diterapkan salah satunya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 (2015– 2020) yang kemudian diganti oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021.
“Semua aturan pengupahan tersebut bermasalah, hanya mengotak-atik rumus-formulasi yang kenyataanya semakin menjauhkan harga tenaga kerja dari hasil produksi-distribusi yang dihasilkan dari aktivitas kerja buruh. Semua aturan tersebut pun tidak dapat menjawab masalah dasar tentang upah minimum (UM) dan upah bagi kaum buruh, seperti; masalah kepastian pendapatan (income security) dan kepastian hukum, disparitas upah, pemerataan kesejahteraan dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Politik dan kebijakan pengupahan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia di dalam berbagai era, terus berada di bawah sistem kapitalisme monopoli, dalam artian Indonesia menerapkan sistem pengupahan berdasarkan prinsip-prinsip dasar kapitalisme monopoli.
Dalam sistem kapitalisme monopoli, upah adalah harga tenaga kerja yang dikendalikan kapitalis dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai pelayan kelas penghisap dan penindas (disebut kapitalis birokrat),sehingga tidak mengherankan upah buruh di Indonesia selalu rendah, sepanjang Indonesia tidak menjalankan land reform sejati yang menjadi landasan bagi pengembangan industri nasional.
“Dengan demikian, di Indonesia, gerakan buruh dan gerakan kaum tani harus berjuang bersama-sama untuk menuntut upah yang layak serta adil bagi kelas buruh dan tanah bagi kaum tani. Dan untuk Upah Minimum adalah Upah Minimum Nasional yang mendekati rasa keadilan tersebut, serta sesuai Undang-Undang Dasar 1945 yang bersifat adil sebagai landasan sistem pengupahan di Indonesia,” katanya.
Lainnya, GSBI mengaku tengah mempersiapkan aksi di tingkat nasional, baik sendiri ataupun bersama aliansi, serta untuk jajaran organisasi juga sedang bersiap gelar kawal penetapan upah minimum di daerah masig-masing.
(Rob/parade.id)