Jakarta (parade.id)- Gerakan Buruh bersama Rakyat (GEBRAK) mengecam perang, genosida dan pendudukan tanah Palestina oleh Israel. GEBRAK mendorong tindak lanjut Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB per 10 Oktober 2023 yang sudah bertekad untuk terus mendorong kedaulatan Palestina di kancah Internasional.
“Konflik antara dua entitas ini timbul sejak Deklarasi Balfour pada 1917, di mana pendudukan yang semakin meluas dilakukan Israel di atas tanah Palestina yang kini hanya memiliki 22 persen wilayah, jalur Gaza dan Tepi Barat,” demikian siaran pers GEBRAK, yang diterima media, Jumat (10/11/2023).
GEBRAK mengamati, bahwa peperangan untuk memperebutkan wilayah kekuasaan berlangsung selama ratusan tahun itu telah menimbulkan kekerasan dan dampak yang meluas bagi rakyat sipil yang tidak terlibat dalam perang.
“Eskalasi konflik meningkat sejak militan perjuangan pembebasan Palestina melakukan serangan pada 7 Oktober 2023 ke konser yang sedang digelar Israel di perbatasan-Gaza-Israel dan menewaskan lebih dari 1.000 orang serta 200 orang diculik,” masih dalam siaran pers GEBRAK.
“Serangan ini mendorong deklarasi serangan balik dari Israel yang diklaim sebagai act of self-defence sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB.”
Akan tetapi, serangan ini nyatanya tidak sesuai dengan batasan-batasan self defence sebagaimana diatur dalam Hukum Humaniter Internasional. Sebab, jumlah korban mencapai 10,328 jiwa per 7 November 2023 jumlah tersebut termasuk 4,237 anak-anak dan masyarakat sipil yang tidak ikut serta dalam perang.
Terlebih, penyerangan Israel balik ke Palestina menggunakan fosfor putih (white phosphorus) oleh Israel dalam operasi militer di Gaza menempatkan warga sipil pada risiko cedera serius dan jangka panjang.
Padahal, penggunaan alutsista yang seringkali digunakan di pemukiman warga ini bertentangan dengan hukum internasional.
“Namun fakta tindakan genosida yang dilakukan oleh Israel tersebut tidak pula direspon oleh organisasi Internasional yang semakin menunjukan rapuhnya mekanisme internasional yang tidak dapat memberikan perlindungan dan proteksi kepada warga sipil di Palestina melalui mekanisme Hukum Internasional yang ada.”
Ditambah lagi, keberpihakan negara adidaya lewat ditolaknya usulan resolusi gencatan senjata antara Israel dan Hamas oleh Dewan Keamanan PBB oleh negara-negara seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris.
Dan disetujuinya bantuan militer oleh Amerika Serikat sejumlah 14,3 Miliar Dolar di tengah eskalasi konflik menambah deret panjang tindakan keji, tidak manusiawi, genosida kepada masyarakat sipil di Palestina.
“Rumpangnya beberapa tindakan internasional yang konkret seperti implementasi Rights to Protect (R2P) dari negara adikuasa kepada para korban yang terdampak, tindakan dan hukuman yang mengikat dari organisasi internasional seperti PBB dan Uni Eropa untuk embargo senjata antara pihak yang berkonflik melanggengkan kekerasan yang terus terjadi dari perang antara Palestina dan Israel.” []