Jakarta (parade.id)- Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI mengecam keras serangan udara Israel yang menargetkan fasilitas vital di Damaskus, Suriah, pada Rabu sore, 16 Juli 2025. Serangan yang menyasar gedung Staf Umum, Kementerian Pertahanan, dan area sekitar Istana Kepresidenan Suriah ini dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap kedaulatan Suriah dan hukum internasional.
BKSAP DPR RI menekankan bahwa penargetan pusat pemerintahan suatu negara berdaulat merupakan pelanggaran berat. Tindakan ini juga memperburuk krisis kemanusiaan yang telah lama melanda Suriah dan berpotensi memicu eskalasi konflik di kawasan.
Ketua BKSAP DPR RI, Mardani Ali Sera, menyatakan keprihatinan mendalam. “Menyerang pusat pemerintahan suatu negara berdaulat, termasuk istana presiden, merupakan pelanggaran berat terhadap kedaulatan dan hukum internasional. Aksi ini jelas memperbesar risiko konflik terbuka dan memicu ketegangan baru di kawasan,” tegas Mardani kepada media, Kamis (17/7/2025).
Serangan ini mengakibatkan sembilan orang terluka, menurut Kementerian Kesehatan Suriah. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah pernyataan Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz, yang secara terbuka menyebut serangan itu sebagai “serangan yang menyakitkan” dan mengancam akan meningkatkan intensitas serangan serta secara sepihak menjadikan wilayah selatan Suriah sebagai zona demiliterisasi.
Pemerintah Suriah menuduh Israel sebagai pihak yang mengkhianati stabilitas kawasan dengan intervensi militer yang mengabaikan kedaulatan negara lain. Di sisi lain, Kementerian Pertahanan Suriah juga melaporkan adanya serangan dari kelompok bersenjata ilegal terhadap pasukan pemerintah di beberapa wilayah, yang mereka anggap melanggar perjanjian gencatan senjata.
BKSAP DPR RI menegaskan komitmennya untuk terus mendorong penyelesaian damai atas konflik di Suriah dan Timur Tengah. Melalui diplomasi parlemen, BKSAP akan menggunakan forum internasional untuk menyuarakan penghentian kekerasan, penegakan prinsip kedaulatan negara, dan kepatuhan terhadap hukum internasional serta hukum humaniter.***