Jakarta (PARADE.ID)- Wakil Ketua Umum partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan bahwa demonstrasi yang dilakukan warga negara, baik itu aktivis, buruh, pelajar dan mahasiswa bukanlah sebuah tindakan kriminal. Sehingga rasanya tidak tepat jika, misalnya ada dugaan pelarangan kepada pelajar dan mahasiswa untuk demonstrasi
“Politisi Berdemonstrasi, atau aksi mengeluarkan pendapat lainnya yang dilakukan secara damai bukanlah tindak pidana dan bukan pula suatu kejahatan. Tak pantas kalau aparat pemerintah membuat stigmatisasi negatif kepada para pelaku aksi tadi, atau menakut-nakuti mereka dengan sejumlah ancaman hukum,” katanya, Ahad (18/10/2020), di akun Twitter-nya.
Munculnya surat edaran Dirjen Pendidikan Tinggi bernomor 1035/E/KM/2020 yang meminta agar pimpinan perguruan tinggi mengimbau para mahasiswanya untuk tidak ikut serta dalam aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja, serta ancaman ‘blacklist’ SKCK (Surat Keterangan Cukup Kelakuan) dari pihak kepolisian kepada para pelajar yang ikut demonstrasi, menurut dia adalah bentuk intimidasi yang menyalahi ketentuan dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi bahkan hak azasi manusia (HAM).
“Polisi tidak bisa dan tidak boleh melarang para pelajar ikut berdemonstrasi, karena memang tidak ada satu undang-undang pun yang melarangnya. Sama seperti halnya warga negara lain yang telah dewasa, para pelajar juga memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat di muka umum.”
Kecuali, lanjut dia, jika mereka dieksplotasi, seperti dibayar, atau sejenisnya, barulah dilarang, sesuai undang-undang yamg ada. Kalau ikut karena kesadarannya sendiri, aparat pemerintah menurut dia tak boleh menghalang-halangi mereka.
“Silakan baca di UU Perlindungan Anak, tidak ada larangan sebagaimana yang dikesankan oleh polisi. Undang-undang hanya melarang anak-anak itu dieksploitasi.”
Menurut dia, para pelajar kita, terutama anak-anak SMA dan STM, bukanlah anak-anak kemarin sore. Bahkan sejak zaman Belanda, para pelajar setingkat SMA sudah terlibat dalam berbagai aksi politik.
Begitu juga yang terjadi pada tahun 1966, atau 1998, para pelajar kita dengan kesadarannya sendiri sudah biasa turun ke jalan. Pada usia itu, mereka memang sudah melek politik.
Jadi, kata dia, kalau ada orang yang meragukan atau mengecilkan kesadaran politik anak-anak SMA dan STM, orang itu pastilah buta sejarah.
“Kalau pelajar saja sejak dulu sudah biasa terlibat dalam aksi unjuk rasa, apalagi mahasiswa. Sehingga, saya cukup heran membaca surat edaran Dirjen Dikti @ditjendikti kemarin.”
Surat semacam itu menurut dia harus dikecam, karena merupakan bentuk intervensi terhadap hak-hak politik dan kewargaan yg dimiliki para mahasiswa. Surat semacam itu adalah preseden buruk. Kemendikbud menurut dia, telah melanggar batas kewenangannya.
Kalau Dirjen Dikti hanya memberikan imbauan agar pimpinan perguruan tinggi mengingatkan mahasiswanya untuk mematuhi protokol kesehatan dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari, menurut dia justru itu tidak apa-apa. Imbauan itu memang harus mereka sampaikan. Tetapi, begitu masuk ke isu demonstrasi omnibus law Cipta Kerja, itu sudah ‘offside’.
(Robi/PARADE.ID)