Jakarta (PARADE.ID)- Pelopor mobil listrik nasional, Ricky Elson buat penjelasan terkait dirinya yang kerap disebut-sebut sengsara karena pulang ke Indonesia lantaran ilmunya seperti tidak digunakan sebaik-baiknya di negeri ini.
Hal itu juga sekaligus menjawab adanya isu diminta pulangnya talenta Indonesia dari luar negeri, agar kira-kira tidak seperti dirinya saat ini.
Dalam penjelasan itu, Ricky membantahnya. Termasuk membantah bahwa ia adalah korban dari pemerintah maupun korban dari Dahlan Iskan.
Berikut penjelasannya, yang ia tulis di akun Twitter-nya @ricky_ruby, kemarin (malam):
Maafkan saya ikutan ngeTweet karna sering disebut ( sebagai contoh yang sengsara karna pulang ke Indonesia) terkait isu diminta pulangnya talenta Indonesia dari LN.
Pertama, saya bukan korban siapa siapa.bukan korban pak Dahlan, bukan juga Korban Pemerintah. Semua pilihan saya.
Setiap diberi kesempatan mengisi persiapan keberangkatan teman2 di PK-LPDP , pesan saya selalu “kamu tak pernah menjadi korban siapapun, selain dirimu sendiri”.
Saya juga seorang Penerima Beasiswa dulu nya, walau dari Pemerintah Jepang, komitmen nya adalah bermanfaat bagi ke dua negara tsb, kedua nya saya jalankan.
Setelah selesai Kuliah, saya “belajar Mengabdi” di sebuah perusahaan Jepang. Dan belajar bermanfaat disana. Dan saya mendapatkan begitu banyak hal berharga, dan bekal ilmu yang tak ternilai.
Saya dapat beasiswa 6,5 tahun. 1/2 tahun belajar bahasa, 6 tahun S1 dan S2, maka saya mengabdi di perusahaan Jepang sedikit lebih panjang, 8 tahun, dimana 1 tahun terakhir nyambi proses persiapan pulang ke Indonesia
Dari awal saya sudah diberitahu banyak senior dan teman, bahwa akan “sulit” hidup di Indonesia, jika standar kehidupan dan Value yang dipakai adalah apa yang dinikmati di Jepang 14 tahun itu.
Tapi jauh sebelum itu, hingga usia 19 tahun, saya sudah terbiasa hidup Struggle. Sehingga tak menyiutkan nyali saya untuk pulang.
Lalu apa yang dikhawatirkan? Dengan berbagai pengalaman hidup, umur 32 tahun saya putuskan, balik ke Indonesia. Dan memulai dari Nol lagi di Ciheras.
Banyak yang mengira saya diajak pulang oleh pak Dahlan…, tidak begitu ceritanya
Setelah 4 bulan memulai hidup di sebuah Pondok kecil 3m x 4 m di Ciheras, sambil bolak balik Jepang, barulah saya ketemu pak DI, 30 April 2012, dan diajak mengembangkan Mobil Listrik
Tgl 30 April saya ketemu pak DI di gedung Kementerian BUMN, beliau ngajak Ngembangin Kendaraan Listrik dan saya Nolak (Ide tsb), saya ceritakan saya pulang ke Indonesia, ingin mengembangkan EBT khususnya Energi Angin
Dari perjalanan saya jadi Periset di Jepang, bisa diperhitungkan dengan Jelas bahwa EBT akan merangsek Oil Industry, suka ga suka ( seperti hari ini), dan kita udah jauh ketinggalan di Surya waktu itu, saya melihat, Angin akan menyerang Indonesia dalam 10 tahunan dari waktu itu
Walau pada waktu itu, bicara Energi Angin akan ditertawakan, tapi saya melihat kelak 10-30 tahun berikutnya, Indonesia akan menjadi Pasar Teknologi Energi Angin.. Off Shore tentunya.. Seiring kematangan teknologi tsb.
Maka Saya bertekad membangun pusat Riset Pemanfaatan Energi Angin, karna ketika saya mengunjungi Institusi Riset dan Pemerintah yang berkaitan dengan Energi Angin pada waktu itu, saya ditertawakan
“Indonesia ini di khatulistiwa nak, bukan Jepang, bukan Belanda ( yang ga layak dibandingkan dengan Indonesia Ukurannya) “, ” sebelum kamu lahir kami udah mengembangkan teknologi Angin, dan gini hasilnya (gagal), udahlah, balik aja ke Jepang”, dipatahkan
Puncaknya dibecandain ” Ei, Indonesia itu Anginnya ya angin anginan, apalagi ada Jamu tolak Angin”… , mereka ga tahu bahwa sebelum bertemu mereka, sepanjang tahun 2011 saya menyusuri Sumatra sampai Atambua, Berburu Angin.
Maka, saya sadar Ide ini ga akan diterima siapapun saat itu. Namun, ketika saya pejamkan mata saya, 10-20-30 tahun berikutnya saya melihat Masa Depan EBT di Dunia, dan saya khawatir kita hanya akan jadi Pasar, anak anak muda kita jadi kuli (maafkan).. Pembagian Pie yg ga adil.
Di puncak bukit bukit Atambua, saya merasakan potensi Energi Angin yang besar, sementara saudara saudara saya di Indonesia Timur saat itu, banyak yang belum menikmati Listrik.
Sementara, kita di Negri ini lebih memilih membuka Katalog produk luar dari pada mengembangkan sendiri, karena sulitnya iklim industri teknologi..
Maka, pilihan saya hanya satu, mempersiapkan SDM, karna Untuk Riset, ga bakalan ada yang Dukung (pada saat itu). Maka saya harus memikirkan dimana tempat untuk mempersiapkan SDM yang terbaik.
Maka, sampailah saya di Ciheras, 27 Desember 2011, lalu bikin pondok kecil 3m x 4m di pinggir Pantai yang Waktu itu sekeliling nya Hancur karna penggalian Pasir Besi ilegal..
Tentu saja, saya dicurigai oleh warga yang mengira saya memata matai untuk menghentikan penggalian Pasir besi.., sempat didatangi Warga pekerja tambang pasir rame rame, pake Golok, dan diinterogasi…
Lalu saya cerita, saya hanya Numpang belajar Kolecer ( kincir Angin ala Sunda), ga ngurus tambang ilegal ( walau hati sangat dongkol karna yang Kaya hanya Bandit bandit aja, dan Warga yang ga tau apa apa ini, suatu saat akan ditinggal, lalu menyesal desanya Hancur).
Alhamdulillah, saya ga jadi diusir. Dan tentu saja dalam hati saya sangat berterima kasih. Dan janji dalam hati akan berbuat sesuatu untuk mereka ( hingga ke hari ini)
Nah, karna kebetulan saya lahir di Padang, diajarkan “kalau buyuang pai marantau, Sanak cari Sudaro cari, Induak Samang cari dahulu”.sebelum kuatkan tekad dirantau mencari teman berjuang, carilah Guru pengganti Orang tua mu
Nah, kebetulan, tekad saya untuk Pulang ini juga ditolak oleh perusahaan tempat saya bekerja, meminta saya mengabdi disana aja, toh tetap bisa bantu bantu pemikiran atau karya untuk Indonesia.. Kata mereka..
Maka saya butuh kekuatan untuk bisa “Lari” dari Jepang yang telah “berinvestasi” membekali saya. Dan disaat itulah saya dipanggil oleh Pak DI. Yang mengajak pengembangan Kendaraan Listrik
Saya sampaikan ke Pak DI, kalau saya bertekad mengembangkan Energi Angin di Ciheras, lalu beliau bilang “Selama aku jadi Dirut PLN, aku ga pernah liat keberhasilan Kincir Angin di Indonesia”. Benar kenyataan nya begitu selama ini. Tapi, saya Ga Terima.. Dan balas Menjawab…
“Sebaliknya saya bertanya, kenapa kincir angin ga bisa berhasil di Zaman Bapak Dirut PLN? Apa yang telah dilakukan untuk membuat itu berhasil? “.. Sambil mempersiapkan leher saya seandainya Pak DI nempeleng saya.. Karna saya lancang (ga tahan lagi)
Ternyata, bukannya ditampar, beliau malah sangat mengapresiasi tekad saya, lalu segera beliau Putuskan agar Gaji selama beliau menjabat Menteri, saya yang Terima. Saat itu juga, langsung tanda tangan. Hanya dari Ucapan itu.
Tentu saja Bangga, bukan Mentri tapi “Terima Gaji Mentri” yang 19.8 juta itu, tapi saya ingat pepatah Minang “Kok Manih jan langsuang ditalan, kok paik jan langsuang dimuntahkan”…
Keputusan beliau memberikan Gaji nya itu, bukan kemenangan. Kalau dalam “Basilek” saya udah kena Satu Jurus, dan harus memikirkan balasannya… Kritis kondisinya
Maka segera saya jawab, ” saya bangga atas apresiasi ini, saya Terima Uang ini, dan akan saya gunakan untuk kegiatan di Ciheras mewujudkan mimpi saya, membangun pusat pembelajaran Energi Angin Gratis..
Dan, saya berjanji, akan membuktikan keberhasilan kincir Angin di Indonesia, sebelum pak Dahlan berhenti menjadi Mentri ( projek Kincir Angin di Sumba di kunjungi pak DI, 2 Minggu sebelum beliau selesai tugas sebagai Mentri).
Dan Berjanji akan bantu beliau mengembangkan teknologi Kendaraan listrik yang beliau ingin kan, tapi bukan fokus ke kendaraan nya, lebih ke penguasaan dan pengembangan teknologi mesin penggeraknya. Dan beliau setuju.
Kebetulan waktu itu beliau sudah “memiliki” tim yang disebut 4 Putra Petir untuk Prof. Widjajono ,
Saya sendiri baru diperkenalkan setelah pertemuan besar di Gedung Agung, Jogja, RI 1, 11 Menteri, 38 Rektor dan ratusan insinyur dan peneliti yang hadir dalam helatan Program Mobil Listrik Nasional di Zaman SBY 25Mei2012
jpnn.
com/news/plok-plok… setelah rapat inilah saya diperkenalkan sebagai putra petir ke 5, ini ya awal mula nama putra petir itu.. dahlaniskan.wordpress.com/2012/03/11/saa… …
Waktu di acara Gedung Agung itu, saya bikin “keributan” karna bilang ke RI 1 bakalan bikin Mesin Mobil Listrik buatan Indonesia, dalam Waktu 3 bulan, padahal Rencana Program MoLiNa sendiri, 2 Tahun dari pertemuan itu..
Lalu, bersama beberapa Insinyur PT Pindad, kami mewujudkan Mesi n Mobil Listrik (Permanent Magnet Synchronous Motor) yang sangat Kecil (16kg) kapasitas 25kW, dalam waktu 2 bulan (Dasar Indonesia ), berharap Risetnya lanjut. oto.detik.com/mobil/d-198633… (mesin mobil ini desain saya)
dan Desain Mesin Mobil listrik ini juga yang kemudian diadopsi oleh Tim Mobil Listrik ITB 2 tahun kemudian (2014) dan Mesin Mobil Listrik UI (2016)
Setelah Mewujudkan Mesin, ini saya minta pak DI memerintahkan lanjutan Riset dan pengembangan Mesin Kendaraan Listrik ini, namun apa daya tak semudah itu…
Agustus 2012 ke Desember 2012 tiba tiba saya diminta Tolong Pak DI untuk “Mendampingi” Pak Danet Suryatama, yang sedang mengembangkan Tucuxi di Jogja. Ternyata ada ketidak sepaham an antara Pak Danet dan Tim Pak DI (mobil tak kunjung selesai)
Pak Danet mengira saya orang suruhan DI untuk memata matai. Sehingga beliau merakit PowerTrain ( Batre, Motor dan Kontroller) di tempat lain, dan Saya sempat diajak BerGabung ke Tim beliau( Danet) dan bayar saya lebih dari DI. Dan saya tertawa.
Misi saya hanya, memastikan Tucuxi Lahir dan selesai. Karena berita pada waktu itu, menekan DI karna Mobil “Ferari” Listrik yang dijanjikan tak kunjung Selesai… Sehingga menjadi Konflik antara kubu pak DI dan Pak Danet.
23 Desember 2012, Tucuxi selesai dan dibawa ke Jakarta. Saya diminta menjadi “Pendamping” pak DI ujicoba mobil tsb di Senayan. Jangan tanya saya kenapa tidak memilih Danet, atau siapa.
Disana, pak DI menyampaikan beberapa keluhan terkait Kondisi Mobil, seperti Rem, Power Steering, Pendingin, batteru dll.. Lalu Saya diminta untuk mengecek ulang dan “memperbaiki” Tucuxi. Maka hari itu juga, kami “bawa balik” Tucuxi ke Jogja.
Saat itu, ketidak sepahaman antara pak Danet dan pak DI ini semakin membesar ( saya selama ini dilarang Cerita) sehingga, tersebar lah berita “Pencurian Teknologi Mobil Listrik” Oleh RE asisten DI…
Orang orang pada pengen tahu ini juga kan? Kecelakaan Tucuxi itu. Saya cerita deh.. Tapi capek nulis di Twitter ini
Sesampainya Mobil di Jogja, kami bongkar dan cek permasalahan yg dikeluhkan pak DI lalu, kami perbaiki yang bisa diperbaiki. Ditengah kabar tekanan, “Selesaikan sebelum tgl 5 Januari 2013” karna Pak DI akan Uji coba mobil itu 1000kM, dimulai dari Jogja, Solo, Magetan, dst.
Jadilah, saya bersama Tim KKM Jogja menuntaskan misi perbaikan ini diakhir tahun 2012, sambil Uji Coba ke Turgo, Merapi. Dari sana kami menyimpulkan bahwa, ada Problem di “Sistem Regenerative Brake” Mobil ini. Yang belum kami ketahui, yang jelas Tidak berfungsi.
Battery, AC, Power Steering, Rem Mekanik, semua udah kami perbaiki, kecuali, Regenerative Brake ini, terkait di sistem Kontroller Electric Motor nya, yang untuk pengecekan harus dilepas mesin dan Uji Bench.. Tak mungkin 1 Minggu dengan Peralatan apa adanya
Saya sebagai orang yang ditugaskan pak DI, melaporkan kondisi ini, dan menolak untuk Uji Coba itu dilanjutkan. Tapi apa daya, genderang sudah ditabuh.
Saya berfikir masih ada Harapan menghentikan Uji Coba ini. Membayangkan medan Solo Magetan. Saya harus menghentikan di Solo. Itu tekad saya.
5 Januari Pagi, saya duduk di sebelah Mas Kunto KKM , yang menyetir Tucuxi dari Jogja Ke Solo ( hingga hari ini saya ga pernah Nyetir Mobil), sambil mengecek kondisi Mobil Prototype ini di sepanjang perjalanan. Semua lancar, karna Jalan Datar dan kita dikawal.
Sesampai di Solo, saya bertemu pak DI, dan menyampaikan kondisi mobil, yang tidak bisa menjamin keberhasilan melewati Sarangan. Karna kondisi Regenerative Brake yg tidak berfungsi ini. Namun Pak DI kekeuh untuk melanjutkan.
Lalu, saya lah yang ditunjuk untuk mendampingi. Tetap dalam diri saya mengupayakan pembatalan perjalanan itu.
Keluar Gerbang Radar Solo, saya segera minta pak DI berhenti dan naik mobil yg lain, karna udah cukup dengan Bukti Jogja Solo berhasil, mau disempurnakan terlebih dahulu, hingga masalah regenerative brake ini selesai.
Beliau menolak, dan Bilang kita Terus aja. Banyak percakapan kami tentang berbagai hal pada waktu itu… Yg tak bisa saya cerita kan..
Karna Regenerative brake tidak berfungsi, mau tidak mau, mobil ini hanya mengandalkan Rem Mekanik, walu kita pake Brembo sekali pun, rem mekanik tetap aja untuk sesekali dipakai bukan terus terusan. Satu lagi, prototype mobil listrik pada saat itu tidak seperti hari ini
Dulu, kapasitas Batery lithium masih rendah, sehingga untuk kapasitas 60kWh ( 60 token PLN), berat battery mencapai 1,2 ton. Bandingkan dengan Tesla P100D yang 100kWh hanya 600an kg.
Intinya Baterry berat, mobil juga lumayan, dibawa ke medan Sarangan, bayangkan beban Rem Mekanik yang ga ada GearBox nya seperti Mesin Mobil Konvensional
Sebelum sampai di Jembatan, beberapa Km dari Lokasi kecelakaan. Saya sempat memaksa Pak Dahlan berhenti dan turun dari Tucuxi, karena bau kanvas yang sangit sangat keras merusak hidung
Tapi Apa daya, beliau memaksa melanjutkan perjalanan.., dan saya tak mampu menghentikan dan hanya bisa mendampingi, hingga terjadi kecelakaan itu. Alhamdulillah kami selamat. Tidak ada korban jiwa.
Lalu kehebohan terjadi dari kecelakaan ini… Dengan berbagai polemik, kami dimaki, ditertawakan, dihina. Selamat lun tak disyukuri, kenapa gaampus aja.. Ada yg begitu. Hingga dari sinilah tekad saya Mewujudkan SELO lahir. Walau awal nya saya tak mau bikin mobil.