Sidoarjo (parade.id)- Jeritan keputusasaan driver ojol kembali menggema. Kali ini dari Sidoarjo, di mana Aliansi Ojol Sidoarjo (AOS) dengan tegas menuntut regulasi yang adil setelah bertahun-tahun “dipermainkan” oleh sistem aplikasi transportasi daring yang eksploitatif.
Ketua AOS, Babe Teguh, mengungkap realitas pahit yang selama ini dihadapi para driver: beroperasi tanpa kepastian hukum karena pemerintah hanya mengandalkan diskresi untuk menyerap tenaga kerja, bukan memberikan perlindungan hakiki.
“Ketidakadilan sistem aplikasi transportasi daring sudah berjalan terlalu lama. Kami sebagai mitra, bukan buruh. Para pengemudi ingin menuntut mereka diakomodir dalam undang-undang,” tegas Babe Teguh pada Sabtu (26/7/2025).
Pernyataan sederhana namun menyayat hati pun terlontar: “Kami tidak minta kaya. Kami hanya ingin anak kami tetap bisa bersekolah, keluarga kami sehat, dan bisa makan setiap hari.”
Dalam forum jaring aspirasi yang digelar Aliansi Wartawan Online Sidoarjo (AWOS) pada Kamis (24/7/2025), para driver dengan keras menuntut penghapusan tiga fitur yang mereka sebut sebagai “pemalak digital”: program slot, fitur Aceng atau Goceng, dan double order.
Ketiga fitur ini dinilai sengaja dirancang untuk memeras driver dengan menurunkan pendapatan sambil menambah beban kerja tanpa kompensasi yang sepadan. Ironis, ketika teknologi seharusnya memudahkan, justru menjadi alat penindasan baru.
AOS juga mendesak penurunan komisi aplikator yang dinilai mencekik leher driver, serta perbaikan sistem rekrutmen mitra baru yang terlalu liberal tanpa mempertimbangkan daya tampung pasar.
Kuasa hukum AOS, Kasan Munasir, menyoroti ironi besar: driver ojol memiliki peran vital dalam perputaran ekonomi namun tidak mendapat posisi hukum yang kuat.
“Kita tidak bisa terus membiarkan mereka diatur oleh sistem algoritma tanpa ada perlindungan dari negara,” kritik Munasir tajam.
Ketua AWOS, Warsono, bahkan mendorong langkah konkret dengan menggandeng Pemkab Sidoarjo untuk menyusun Peraturan Daerah (Perda) sebagai langkah awal perlindungan hukum.
“Perda bisa membuka jalan menuju perlindungan komprehensif. Pendidikan, kesehatan, dan akses ekonomi harus diatur dari bawah,” ujar Warsono dalam siaran pers yang diterima redaksi pada Sabtu (26/7/2025).
AOS menaruh harapan besar pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjawab aspirasi driver ojol yang selama ini terabaikan. Mereka meyakini bahwa driver ojol yang sejahtera akan menjadi tulang punggung UMKM dan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Jika kami diberi perlindungan, kami akan menjadi mitra yang kuat bagi negara dalam mendorong penguatan ekonomi rakyat dan menyongsong Indonesia Emas 2045,” harap Babe Teguh.
Pertanyaannya kini: akankah pemerintah terus membiarkan “mitra” ini menjadi korban ketidakpastian hukum, ataukah akan mengambil langkah konkret untuk melindungi mereka yang telah menjadi pilar ekonomi digital Indonesia?*