Senin, Agustus 4, 2025
  • Info Iklan
Parade.id
  • Login
No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Hukum
  • Pertahanan
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Opini
  • Profil
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Internasional
    • Pariwisata
    • Olahraga
    • Teknologi
    • Sosial dan Budaya
Parade.id
Home Nasional Hukum

ICJR Nilai RKUHAP Dapat Memberikan Kewenangan Berlebih kepada APH

redaksi by redaksi
2025-08-04
in Hukum, Politik
0
ICJR Nilai RKUHAP Dapat Memberikan Kewenangan Berlebih kepada APH

Foto: Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Iftitah Sari (kiri)

0
SHARES
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta (parade.id)- Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitah Sari memperingatkan bahwa RKUHAP yang sedang dibahas DPR berpotensi meningkatkan pelanggaran HAM karena memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada aparat penegak hukum (APH) tanpa mekanisme kontrol yang memadai.

“RUU KUHAP ini seperti memberikan cek kosong kepada APH. Tidak ada check and balance, tidak ada kontrol, tidak ada pemeriksaan secara substansial,” ujar Iftitah dalam dalam Diskusi Publik dengan tema: “Membedah Pasal Krusial di RKUHAP”, Sabtu (2/8/2025), di Waroeng Aceh Garuda, Tebet Barat, Jakarta Selatan.

Related posts

Kritik Mantan Wakapolri: RKUHAP Belum Saatnya Dibongkar Habis-habisan

2025-08-03
Bimtek Sekaligus Kongres PDIP di Bali Berlangsung

Pengurus DPP PDIP Hasil Kongres ke-6 di Bali

2025-08-02

Iftitah mengkritik proses penyusunan RKUHAP yang hanya melibatkan “Tim 12” yang terdiri dari Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Kepolisian. Menurutnya, hal ini membuat RUU menjadi sangat eksklusif dan mengabaikan stakeholder lainnya.

“Di ruang-ruang negosiasi gelap Tim 12 ini, kita tidak tahu apa yang dipertukarkan. Setelah diamati, ternyata ini memang soal pembagian kekuasaan,” ungkapnya.

Hasil dari negosiasi tertutup tersebut adalah pembagian kewenangan Restorative Justice (RG) yang “dipukul rata” mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga persidangan di Mahkamah Agung.

Salah satu kritik paling tajam Iftitah adalah soal mekanisme Restorative Justice (RJ) yang berpotensi menjadi ajang transaksi. RKUHAP memperkenalkan RJ tidak hanya untuk individu, tetapi juga korporasi, bahkan di tahap penyelidikan ketika tindak pidana belum jelas.

“Yang paling berbahaya adalah RJ untuk korporasi bisa dilakukan berdasarkan ‘tindakan korektif dari penilaian penyidik’. Ini sangat subjektif dan conflict of interest karena yang menilai adalah APH itu sendiri,” jelasnya.

Lebih lanjut, Iftitah menyebut RJ dalam RKUHAP tidak memiliki mediator independen dan hanya fokus pada efisiensi penyelesaian perkara. “Akhirnya semua tentang uang saja – transaksional. Pemulihan korban dan keadilan terabaikan,” kritiknya.

RKUHAP juga dikritik karena tidak menyelesaikan masalah penangkapan yang eksesif, terutama kasus narkotika yang bisa berlangsung sangat lama tanpa kontrol.

“Kami berharap KUHAP baru bisa membatasi masa penangkapan, tetapi tidak. Malah tidak ada kewajiban segera membawa tersangka ke hakim,” ungkap Iftitah.

Sementara untuk penahanan, RKUHAP justru memperluas alasan yang bisa digunakan APH. Selain alasan klasik seperti upaya melarikan diri dan menghilangkan bukti, kini ditambah alasan subjektif seperti “tidak kooperatif dalam pemeriksaan” dan “tidak menyatakan fakta sesungguhnya”.

“Padahal tersangka punya hak untuk diam yang diakui undang-undang. Tapi ini malah jadi alasan penahanan. Sangat bermasalah,” tegas Iftitah.

Hal baru yang diperkenalkan RKUHAP adalah mekanisme pemblokiran aset yang bisa dilakukan tanpa izin pengadilan. Meski aturan umumnya mensyaratkan izin, terdapat pengecualian berdasarkan “penilaian penyidik”.

“Penyidik di sini bisa siapa saja – Polisi, PPATK, OJK, atau lembaga lain. Penilaiannya sangat subjektif. Hakim tidak akan bisa mengontrol karena undang-undang memang membolehkan,” jelasnya.

Iftitah memproyeksikan dalam praktik, hakim akan otomatis menyetujui pemblokiran yang sudah dilakukan dengan dalil “sudah diatur dalam KUHAP berdasarkan penilaian penyidik”.

RKUHAP juga memperkenalkan Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau penundaan penuntutan khusus untuk korporasi. Mekanisme ini memungkinkan korporasi “berdamai” dengan membayar ganti rugi dan melakukan tindakan korektif.

“Ini sangat berbahaya karena terjadi di tahap penuntutan tetapi keputusannya ada di tangan APH yang punya kepentingan. Tidak ada jaminan keadilan untuk korban,” kritik Iftitah.

Dengan berbagai kelemahan tersebut, ICJR memproyeksikan RKUHAP akan meningkatkan pelanggaran HAM dan membuka ruang korupsi.

“Tidak ada kontrol, tidak ada check and balance. Ini mengakibatkan mekanisme arbitrary pelanggaran HAM. Di sisi lain, kewenangan ini bisa diperjualbelikan tergantung konteks di lapangan,” peringatannya.

Iftitah menegaskan tidak ada hal baik yang dapat diharapkan dari kurangnya pengawasan terhadap kewenangan APH dalam RKUHAP.

“Semua aspek dalam RUU KUHAP ini bermasalah. Dari koordinasi yang eksklusif, RJ yang transaksional, hingga kewenangan paksa tanpa kontrol. Ini bukan reformasi, tapi kemunduran,” pungkasnya.*

Tags: hukum politikICJR RKUHAP
Previous Post

Kritik Mantan Wakapolri: RKUHAP Belum Saatnya Dibongkar Habis-habisan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ICJR Nilai RKUHAP Dapat Memberikan Kewenangan Berlebih kepada APH

ICJR Nilai RKUHAP Dapat Memberikan Kewenangan Berlebih kepada APH

2025-08-04

Kritik Mantan Wakapolri: RKUHAP Belum Saatnya Dibongkar Habis-habisan

2025-08-03
Bendera Bajak Laut One Piece: Simbol Protes atau Ancaman Persatuan Nasional?

Bendera Bajak Laut One Piece: Simbol Protes atau Ancaman Persatuan Nasional?

2025-08-03
Bimtek Sekaligus Kongres PDIP di Bali Berlangsung

Pengurus DPP PDIP Hasil Kongres ke-6 di Bali

2025-08-02
YLBHI: RKUHAP Legitimasi Pelanggatan HAM, Warga Rentan Dijebak

YLBHI: RKUHAP Legitimasi Pelanggatan HAM, Warga Rentan Dijebak

2025-08-02
Bimtek Sekaligus Kongres PDIP di Bali Berlangsung

Bimtek Sekaligus Kongres PDIP di Bali Berlangsung

2025-08-02

Twitter

Facebook

Instagram

@paradeid

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.

Berita Populer

  • Disebut Sengsara karena Pulang ke Indonesia, Ini Kata Ricky Elson

    Disebut Sengsara karena Pulang ke Indonesia, Ini Kata Ricky Elson

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kelompok Koalisi Mahasiswa Indonesia untuk Birokrasi Reformasi Adukan Sekretaris DKPP ke Kemendagri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemenhub Dituding Manipulasi FGD Ojol: Kepentingan Siapa yang Diperjuangkan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Indonesia di Ambang Kehilangan Kedaulatan Kesehatan jika Tidak Menolak Amandemen IHR

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Driver Ojol AOS Tuntut Regulasi: Kami Mitra, Bukan Budak Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tagar

#Anies #ASPEKIndonesia #Buruh #China #Cianjur #Covid19 #Covid_19 #Demokrat #Ekonomi #Hukum #Indonesia #Internasional #Jakarta #Jokowi #Keamanan #Kesehatan #Kolom #KPK #KSPI #Muhammadiyah #MUI #Nasional #Olahraga #Opini #Palestina #Pariwisata #PartaiBuruh #PDIP #Pendidikan #Pertahanan #Pilkada #PKS #Polri #Prabowo #Presiden #Rusia #RUUHIP #Siber #Sosbud #Sosial #Teknologi #TNI #Vaksin dpr politik

Arsip Berita

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Kontak
Email: redaksi@parade.id

© 2020 parade.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Hukum
  • Pertahanan
  • Ekonomi
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Opini
  • Profil
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Internasional
    • Pariwisata
    • Olahraga
    • Teknologi
    • Sosial dan Budaya

© 2020 parade.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In