Jakarta (parade.id)- Almas Safrina, Pelaksana Tugas Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), menegaskan penolakan keras organisasi tersebut terhadap rencana pemerintah memberikan gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto. Pernyataan ini disampaikan dalam Konferensi Pers Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto, Jumat (31/10/2025), yang diadakan Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS), di Resonansi, Kalibata, Jakarta Selatan.
Menurut Almas, gelar pahlawan adalah penghargaan sakral yang hanya pantas diberikan kepada sosok yang berjasa nyata dalam kemerdekaan dan kemajuan bangsa. “Memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto adalah ide yang sangat absurd dan mengabaikan fakta sejarah,” tegasnya.
Ia menyoroti bahwa Soeharto mengakhiri masa kekuasaannya bukan karena kalah dalam pemilu atau masa jabatan habis, tetapi karena krisis ekonomi yang tidak terselesaikan dan tekanan reformasi dari masyarakat yang menuntut pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Era Orde Baru di bawah Soeharto dikenal sebagai masa kentalnya praktik KKN serta pemilu yang diatur agar bersifat semu.
Almas juga mengkritik pembelaan yang sering muncul, seperti klaim Soeharto sebagai “Bapak Pembangunan Pendidikan” atau pernyataan nostalgia “enak zamanku.” Menurutnya, kebijakan wajib belajar yang diangkat sebagai prestasi seharusnya menjadi standar minimum yang wajib dijalankan pemimpin, bukan alasan pemberian penghargaan tertinggi. Sedangkan kesenangan di masa Soeharto lebih dinikmati oleh kroni dan elit politik, bukan masyarakat luas.
Soal korupsi, Almas menjelaskan bahwa Soeharto sebenarnya tidak pernah bebas dari tuduhan, namun proses penegakan hukum banyak terhambat hingga Soeharto wafat tanpa pernah diadili penuh. “Kasus korupsi yang menjeratnya tersendat oleh hambatan hukum, sementara yayasan-yayasan miliknya terbukti melakukan penyalahgunaan dana,” ujarnya, menyinggung putusan Mahkamah Agung tahun 2015 yang menguatkan fakta tersebut.
Lebih jauh, Almas menekankan pentingnya pengesahan RUU Perampasan Aset yang memungkinkan pengembalian kerugian negara dari aset tersangka korupsi meski mereka sudah meninggal dunia, agar kasus seperti Soeharto tidak terulang.
Penolakan ICW juga ditujukan kepada Menteri Sosial dan Menteri Kebudayaan yang menurutnya kurang fokus menangani tanggung jawab utama kementerian mereka daripada mengusulkan pemberian gelar pahlawan yang kontroversial.
“Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto mengancam narasi sejarah dan menyamakan sosok yang sangat kontroversial dengan pahlawan sejati yang berjuang membebaskan Indonesia dan membangun kemajuan nyata,” tutup Almas.*
 
	    	 
		    







