Jakarta (parade.id)- Kebocoran data pribadi lebih dari 5 miliar. Hal itu disampaikan Praktisi Keamanan Siber, Teguh Aprianto, Selasa (26/9/2023). Teguh menyampaikan hal itu menurut catatan periksadata.com.
Dampak terhadap kebocoran lebih dari 5 miliar itu dan sudah mulai dirasakan menurut Teguh adalah munculnya berbagai modus penipuan baru. Mulai dari modus APK palsu sampai dengan tawaran pekerjaan palsu.
“Jika dulunya serangan para pelaku ini sifatnya acak, kini berubah menjadi serangan yg tertarget. Mereka tau siapa yg mereka hubungi,” tertulis demikian di akun pribadinya.
Selain itu, lanjut dia, dengan memiliki alamat email atau no HP, pelaku juga bisa menyasar para pengguna produk perbankan dengan mengirimkan sebuah email atau SMS phishing.
“Targetnya adalah mencuri informasi kartu kredit atau debit korban. Aksi ini disebut carding,” terangnya.
Umumnya, kata dia, jika bertransaksi di merchant dengan 3DS, ketika checkout kita akan menerima OTP agar bisa bertransaksi.
“Namun tdk semua merchant menerapkan 3DS, contohnya Apple & Google. Pelaku akan tetap bisa bertransaksi dengan kartu kredit curian di merchant yg tidak menerapkan 3DS,” katanya.
Menurut catatan kredibel.com, sejak 1 Januari 2018 hingga saat ini tercatat 235.140 kasus penipuan yang telah dilaporkan oleh masyarakat dengan total kerugian hingga 352 miliar rupiah. Tapi laporan dari Kredibel ini belum termasuk kasus carding.
“Di US, menurut Consumer Sentinel Network yang diterbitkan oleh FTC, kasus kejahatan carding terjadi di US tercatat 389,737 laporan pada 2021 lalu meningkat menjadi 441,822 pada 2022. Total kerugian dari berbagai kasus penipuan di US mencapai $8.8 B (Rp. 133 triliun) pada 2022,” ungkapnya.
“Dari berbagai laporan tsb bisa kita lihat yg menanggung kerugiannya adalah masyarakat dengan nilai yg fantastis. Ke depannya akan semakin banyak modus penipuan yg menargetkan kita & orang² di sekitar kita,” ia melanjutkan.
Cepat atau lambat, kata Teguh, dampak kebocoran data akan menimpa kita semua.
(Rob/parade.id)