Jakarta (parade.id)- Satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto dinilai gagal menyelesaikan persoalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang melanda sektor industri padat karya. Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sunarno, menyoroti tajam janji-janji pemerintah yang hingga kini belum terealisasi.
“Satu tahun ini banyak problem di ketenagakerjaan, terutama masalah PHK yang semakin merah di industri padat karya. Dari mulai garmen, tekstil, persepatuan, makanan, minuman, elektronik. Angkanya sudah lebih dari 150 ribu orang di tahun 2025 saja,” ungkap Sunarno usai menjadi pembicara di diskusi “Evaluasi 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran” di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2025).
Data PHK tersebut, menurut Sunarno, telah dikonfirmasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan BPJS Ketenagakerjaan melalui klaim Jaminan Hari Tua (JHT). Ini menandakan bahwa PHK massal tidak bisa diantisipasi oleh pemerintah hingga saat ini.
Sunarno mengingatkan sejumlah janji Presiden Prabowo dalam pidatonya di Hari Buruh yang tak kunjung terwujud. Pertama, pembentukan Satgas PHK untuk menyelesaikan kasus-kasus PHK. Kedua, pembentukan Badan Kesejahteraan Buruh Nasional sebagai wadah aspirasi dan penyampaian gagasan dari kalangan buruh. Ketiga, penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing.
“Sampai sekarang memang belum terealisasi. Ini waktunya pemerintah untuk serius membuat kebijakan yang pro kepada kaum buruh, terutama berkaitan dengan RUU Ketenagakerjaan yang pro buruh,” tegasnya.
Ketum KASBI juga mempertanyakan konsep Satgas PHK yang dijanjikan pemerintah. Menurutnya, Satgas PHK seharusnya berasal dari pemerintah, bukan dari buruh yang justru menjadi korban.
“Kalau dari buruh, ya mereka kan korban. Kami di pengurus serikat buruh menuntut perusahaan yang melakukan PHK sepihak agar mendapat tindakan tegas dari pemerintah. Pemerintah seharusnya menangani kasus-kasus PHK ini semaksimal mungkin sehingga buruh tidak dirugikan,” jelasnya.
“Kalau Satgas PHK-nya justru dari buruh, ya gimana? Siapa yang mau dituntut? Mestinya para pengusaha, pemerintah yang menjadi Satgas PHK itu,” tambah Sunarno.
Sebagai solusi, KASBI mengusulkan agar pemerintah memaksimalkan lembaga-lembaga yang sudah ada, seperti Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional untuk menangani kasus-kasus perselisihan dan kebijakan ketenagakerjaan. Untuk urusan pengupahan, Dewan Pengupahan harus menyusun sistem pengupahan yang adil dan bermartabat bagi buruh.
“Tidak harus menambah badan atau lembaga-lembaga baru lagi. Yang sudah ada bisa dimaksimalkan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sunarno juga mengkritik kondisi demokrasi di Indonesia yang dinilai telah dikoptasi dan hanya dimaknai sebagai pemilu transaksional lima tahunan.
“Demokrasi menurut kami adalah partisipasi. Apa yang disuarakan masyarakat dari berbagai elemen harusnya bisa ditangkap pemerintah. Apa yang menjadi substansi atau esensi dari tuntutannya, bukan orang-orangnya yang demo malah yang ditangkap,” kritiknya.
Ia menekankan pentingnya konsolidasi kelompok gerakan rakyat untuk menjaga nalar kritis aktivis agar terus bersuara memperjuangkan hak-hak rakyat, termasuk kaum tani, buruh, miskin kota, dan kaum perempuan.
KASBI menyatakan akan terus melakukan intervensi dalam pembahasan RUU Ketenagakerjaan di DPR, terutama setelah momentum aksi massa pada Agustus lalu yang dinilai membuka ruang dialog dengan parlemen.*