Jakarta (parade.id)- Sejumlah organisasi mahasiswa dan aktivis Papua yang tergabung dalam koalisi mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan praktik militerisme di Papua dan mengembalikan hak-hak dasar rakyat Papua. Tuntutan ini disampaikan dalam pernyataan politik bertepatan dengan peringatan 64 tahun deklarasi kemerdekaan West Papua, 1 Desember 2025.
Koalisi yang terdiri dari AMP, FRI-WP, IPMAPA-JADETABEK, KMP2, COMRADE, AMPTPI, dan JKP2-JAKARTA menyebutkan bahwa operasi militer di Papua sejak era 1960-an hingga 2025 telah mengakibatkan 85-100 ribu warga sipil Papua tewas di tangan militer. Catatan ini merujuk pada data dari berbagai sumber termasuk OSINT (Open Source Intelligence).
“Perjuangan rakyat Papua untuk merdeka dari penjajahan Indonesia dan imperialisme global sejak Desember 1961 hingga kini masih terus berlanjut,” demikian pernyataan sikap yang dibacakan, di sekitar Monas, Jakarta Pusat.
Koalisi mengkritisi berbagai operasi militer yang dilakukan Indonesia di Papua, mulai dari Operasi Trikora (1961-1962), Operasi Damai Cartenz 2 (2020-sekarang/2025), hingga catatan pelanggaran HAM seperti pembunuhan warga sipil, pemerkosaan, dan penangkapan. Mereka menyebut Papua sebagai memoria passionis (ingatan penderitaan) yang terus berlanjut.
Kritik terhadap Eksploitasi Sumber Daya Alam
Selain operasi militer, koalisi juga menyoroti eksploitasi masif sumber daya alam Papua melalui Proyek Strategis Nasional (PSN). Data menunjukkan deforestasi Papua mencapai 765,71 hektar dengan berbagai perusahaan tambang dan perkebunan beroperasi di wilayah tersebut, termasuk PT Freeport Indonesia, PT SDIC Indonesia, dan berbagai perusahaan kelapa sawit.
“Hal ini tentu sangat menggangu dan merusak masa depan rakyat Papua yang ribuan tahun hidup bergantung pada hutan,” seraya menyoroti bahwa 20 kabupaten di Papua mengalami deforestasi sepanjang 2011-2020.
Koalisi juga mengkritisi pertemuan COP 30 di Belem, Brazil (10-21 November 2025) yang dihadiri delegasi Indonesia, termasuk Hashim Sumitro Djojohadikusumo dan Presiden Prabowo. Mereka menilai pemerintah hanya berfokus mendukung investor tanpa upaya nyata menyelamatkan hutan atau masyarakat adat Papua.
14 Tuntutan Politik
Dalam pernyataan politiknya, koalisi mengajukan 14 tuntutan, antara lain:
- Berikan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua
- Tarik seluruh militer organik dan non-organik dari tanah Papua
- Tutup PT Freeport, BP LNG Tangguh, serta seluruh perusahaan di tanah Papua
- Buka akses bagi jurnalis lokal maupun internasional ke Papua
- Usut dan tuntaskan seluruh kasus pelanggaran HAM di Papua
- Tangkap dan adili jenderal pelanggar HAM
- Bebaskan seluruh tahanan politik Papua tanpa syarat
- Hentikan kekerasan terhadap perempuan
- Stop diskriminasi rasial terhadap orang Papua
- Cabut UU OTSUS Jilid II
- Hentikan pemekaran DOB di Papua
- Hentikan program transmigrasi
- Hentikan Proyek Strategi Nasional
- Mendukung penuh kemerdekaan Palestina, West Sahara, Kanaky, dan Catalonia
Koalisi menekankan bahwa operasi militer di Papua bukan upaya merebutkan wilayah, melainkan untuk kepentingan kapitalisme yang mengeksploitasi sumber daya alam Papua.
“Menghadapi rezim berwatak kolonialis, militeristik, dan kapitalistik yang masih dan tersistematis ini, membuat kami menyaksikan lanjunya kerusakan hutan, pembunuhan warga sipil, dan pembungkaman terus dipraktekkan di Papua,” tutup pernyataan tersebut, seraya mendesak persatuan nasional antara rakyat tertindas untuk mengakhiri rezim yang dianggap menindas rakyat Papua.







