Jakarta (parade.id)- Ratusan aktivis dan tokoh lintas negara dari Asia Pasifik berkumpul dalam Konferensi Aktivis Palestina Asia Pasifik untuk Al-Quds dan Palestina. Acara yang digagas oleh Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al-Aqsha (KPIPA) ini berlangsung pada Ahad (25/5) di Ballroom Hotel Savoy Homann, Bandung, dipilih karena nilai historisnya sebagai lokasi Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955.
Konferensi dibuka dengan kegiatan “Palestine Walk” dari Hotel Savoy Homann menuju Gedung Merdeka dan mengelilingi alun-alun kota, diikuti oleh sekitar 400 delegasi. Peserta datang dari berbagai negara, termasuk Thailand, Malaysia, Maladewa, Filipina, dan Indonesia sebagai tuan rumah.
Seruan untuk Aksi Nyata dan Solidaritas
Ketua Panitia Konferensi Asia Pasifik, Ir. Maryam Rachmayani, S.Th., MM, dalam sambutan pembukanya menegaskan bahwa forum ini bukan sekadar pertemuan biasa. “Forum ini bukan sekadar pertemuan, tetapi juga panggilan moral bagi kita semua. Harus lahir komitmen bersama, kolaborasi lintas negara dan sektor, serta strategi yang konkret dalam mengawal perdamaian yang adil dan abadi. Kita ingin memastikan bahwa semangat KAA 1955 bukan tinggal sejarah, tetapi terus menginspirasi perjuangan melawan kolonialisme dalam bentuk apapun, di era modern ini,” tegas Maryam.
Senada, Ketua Asia Pasific Women Coalition for Palestine (APWCQP), Nurjanah Hulwani, S.Ag., ME, menekankan bahwa kehadiran peserta dari berbagai latar belakang adalah bentuk solidaritas nyata. “Diamnya kita berarti menyetujui genosida. Maka semua harus bergerak! Yang memiliki jabatan, gunakan jabatannya. Yang punya bisnis, perjuangkan lewat bisnisnya. Yang memiliki media, lawan lewat pemberitaan,” seru Nurjanah.
Dukungan Konsisten Indonesia dan Peran Perempuan
Perwakilan dari Kementerian Luar Negeri RI, Heru Hartanto Subolo, menegaskan bahwa dukungan Indonesia terhadap Palestina merupakan amanat konstitusi dan panggilan sejarah. “Bagi Indonesia, mendukung Palestina adalah prioritas politik luar negeri. Kami mendorong gencatan senjata permanen, pembukaan blokade, serta pembangunan kembali Gaza,” jelas Heru.
Turut hadir Wakil Ketua MPR RI, Dr. Hidayat Nur Wahid, dan Ketua DPRD Kota Bandung, H. Asep Mulyadi, S.H. Dr. Hidayat Nur Wahid menekankan bahwa posisi Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina bersifat konstitusional dan tidak dapat diganggu gugat. “Selama Palestina belum merdeka, Indonesia tidak akan pernah membuka komunikasi diplomatik dengan penjajah Israel. Ini adalah sikap konsisten sejak era Soekarno yang menolak pengakuan dari Israel pada 1950,” ungkap Hidayat.
Ia juga menyoroti bahwa 65% korban genosida di Gaza adalah perempuan dan anak-anak, dan menggarisbawahi kebangkitan perempuan dalam perjuangan ini sebagai titik balik. “Perubahan dunia ini banyak dimulai oleh pemuda, tapi hari ini dibuktikan bahwa perubahan juga digerakkan oleh perempuan. Jika para wanita sudah maju, maka para laki-laki tak boleh tertinggal. Jika semua bergerak, maka kemerdekaan Palestina tinggal menunggu momentum. Dekat atau lebih dekat,” tambahnya.
Bandung Simbol Solidaritas Abadi
Ketua DPRD Kota Bandung, H. Asep Mulyadi, S.H., menegaskan bahwa perjuangan untuk Palestina melampaui isu politik, menjadikannya masalah kemanusiaan dan nurani. “Sebagai bagian dari parlemen daerah, DPRD Kota Bandung mendukung penuh segala bentuk diplomasi moral untuk memperjuangkan kedaulatan Palestina. Bahkan, kami menginisiasi pembangunan Taman Palestina di Bandung sebagai simbol solidaritas abadi,” pungkas Asep.
Konferensi ini diharapkan menghasilkan komitmen dan strategi konkret untuk membantu menjamin hak-hak dasar warga sipil Gaza dan terus menginspirasi perjuangan melawan kolonialisme modern.***