Jakarta (PARADE.ID)- Pengamat politik, Hendri Satrio menyatakan bahwa kebijakan Kemendikbud terkait penerimaan siswa baru ajaib. Penerimaan siswa berdasarkan usia, bukan kecerdasan.
“Menteri Pendidikan ni rada ajaib ya kebijakannya, penerimaan siswa Baru SMP ke SMA berdasarkan umur, urut umur, gak perlu pinter yang penting Tua maka dapet kesempatan diterima di SMA Negeri,” demikian katanya, kemarin, di akun Twitter miliknya.
Ia mempertanyakan maksud dari kebijakan Kemendikbud ini. Apalagi aturan ini (akan) diterapkan dalam skala nasional.
“Ni maksudnya apa sih @Kemdikbud_RI? Hore banget deh Mas Menteri #Hensat #MendiknasAjaib.”
Bila dikutip dari media yang Hendri sematkan, tertulis demikian:
Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta menjawab protes sejumlah orangtua murid yang berkeberatan dengan penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi yang berdasarkan usia tertua.
Hal tersebut tercantum dalam Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021, untuk jalur zonasi diperuntukkan bagi usia tertua ke usia termuda, urutan pilihan sekolah, lalu waktu mendaftar.
Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Syaefuloh Hidayat mengungkapkan, Pemprov DKI hanya mengikuti aturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Mendikbud RI Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Pasal 25 Ayat 2 aturan itu mengatakan jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir yaitu menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.
Artinya, pengukuran jarak dari rumah ke sekolah merupakan pertimbangan utama. Namun, jika jaraknya sama, maka pertimbangan selanjutnya adalah umur.
“Kalau jaraknya sama seleksi berikutnya adalah usia dari yang tertua. Itu jelas diatur di Permendikbud. Artinya begini, regulasi DKI berpedoman pada regulasi yang ditentukan secara nasional dalam peraturan menteri pendidikan. Jadi prioritas utamanya jarak kemudian usia,” ujar Syaefuloh saat dihubungi, Jumat (12/6/2020).
Ia mengatakan, dalam menentukan jarak, Pemprov DKI tak bisa mengukur jarak persis dari rumah calon siswa ke sekolah. Namun, hanya berdasarkan kelurahan saja.
Karena itu, banyak kemungkinan alamat antara satu siswa dengan lainnya sama. Selanjutnya yang dilihat adalah umur. Jika lebih tua, maka dia yang masuk sekolah itu.
“Tapi untuk jarak DKI tidak mebggunakan satu titik koordinat ke satu titik koordinat. Kita menggunakan basis kewilayahan seperti tahun lalu dengan basis kelurahan,” tuturnya.
Sebelumnya, sejumlah orangtua yang tergabung dalam Forum Orang Tua Murid (FOTM) berkeberatan atas proses seleksi jalur zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 di DKI Jakarta.
Juru Bicara FOTM Dewi Julia mengatakan, jalur zonasi saat ini dianggap tak adil karena justru diseleksi berdasarkan usia tertua ke usia termuda.
Padahal sebelum-sebelumnya, jalur zonasi diperuntukkan bagi peserta didik yang dekat dengan sekolah.
“Zonasi itu sesuai dengan namanya harusnya zona ya jadi jarak. Karena dengan semangat supaya kemacetan di Jakarta ini bisa ditekan kalau kita bicara awal adanya zonasi itu adalah supaya siswa dekat dengan sekolah rumahnya begitu. Tapi ternyata di tahun ini zonasi itu sama dengan umur dari usia tertua itu yang menurut kami tidak masuk akal,” ucap Dewi, beberapa waktu lalu.
(Robi/PARADE.ID)