Jakarta (parade.id)- Presiden Persatuan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), Daeng Wahidin, secara tegas menyuarakan desakan kepada pemerintah untuk segera mencabut izin penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Dalam pernyataannya melalui kanal YouTube Logika Rakyat, kemarin, Daeng menyoroti dampak serius dari aktivitas pertambangan terhadap salah satu destinasi wisata paling indah di dunia tersebut.
Ia mengkritik keras kebijakan izin penambangan yang diterbitkan pada tahun 2017 dan berlaku hingga 2047, yang menurutnya dikeluarkan pada era pemerintahan sebelumnya. Ia menilai kebijakan tersebut tidak sebanding dengan kerusakan alam dan budaya yang ditimbulkan di Raja Ampat, sebuah kawasan yang ia sebut sebagai “surga dunia” dan kebanggaan Indonesia serta rakyat Papua.
“Omong kosonglah itu ketika (ada yang bilang) Jokowi cinta Papua. Cinta Papua Anda cuma dikasih saja baru BBM-nya saja disamain harganya saja tidak sebanding dengan kerusakan alam dan budaya daripada masyarakat Raja Ampat itu,” ujar Daeng Wahidin.
Ia secara khusus meminta perhatian Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang merupakan putra daerah Papua. Daeng berharap Bahlil dapat mengambil langkah tegas untuk menghentikan izin penambangan di Raja Ampat, mengingat status kawasan tersebut sebagai geopark dunia dan sorotan internasional terhadap keindahan alamnya.
Daeng juga menyoroti kelemahan dalam proses perizinan investasi dan tambang yang kini banyak dilakukan secara daring. Ia mengklaim bahwa banyak izin tambang yang dikeluarkan tanpa melibatkan pemerintah daerah setempat, termasuk di Raja Ampat, yang menunjukkan adanya “kesewenang-wenangan dari pusat” di mana semua izin dan keuntungan ditarik ke pusat.
“Masyarakat Papua Barat yang ada di sana itu tahu persis destinasi yang sebegitu indahnya kok dibiarkan dihancurkan atas nama tambang-tambang nikel,” katanya, sambil menambahkan bahwa kerugian ekologis akibat penambangan di Sulawesi juga harus menjadi pelajaran.
Menurut Daeng, kerusakan alam di Raja Ampat akibat penambangan nikel seluas lebih dari 13.000 hektar sangat merugikan, tidak sebanding dengan hasil nikel yang diperoleh. Ia membandingkan dengan kondisi Raja Ampat di era sebelumnya yang menjadi primadona dunia dan menekankan bahwa pariwisata serta ekonomi kreatif harus lebih diutamakan daripada pertambangan.
“Kita tidak akan punya lagi destinasi-destinasi yang menjadi kebanggaan kita secara internasional, akan hilanglah itu yang namanya Raja Ampat,” tegasnya, memperingatkan bahwa kehancuran alam di Raja Ampat dapat membuat wisatawan enggan berkunjung dan merugikan sektor pariwisata Indonesia secara keseluruhan.
Daeng juga menyoroti bahwa banyak pihak, termasuk dari luar negeri, yang memprotes izin tambang di Raja Ampat karena keindahan alamnya adalah milik dunia. Ia mendesak agar pemerintah Prabowo segera mengevaluasi total semua kebijakan perizinan tambang era sebelumnya yang merugikan kepentingan bangsa.
“Raja Ampat itu geopark dunia lho, seperti Pak Haji Budiono HBA ini menyatakan itu. Kalau sudah geopark dunia itu menjadi pantauan seluruh dunia,” jelasnya. Ia menegaskan kembali permintaannya kepada Presiden Prabowo dan Menteri Bahlil untuk mencabut total izin penambangan, terutama PT Gag Nikel.
Daeng menggarisbawahi bahwa fokus pengembangan Raja Ampat seharusnya adalah potensi ekonomi kreatif, UMKM, dan pariwisata, dengan memperbaiki infrastruktur dan akses transportasi, bukan merusak alam. “Yang dikembangkan di sana itu adalah potensi ekonomi, ekonomi kreatif, UMKM, dan pariwisatanya, bagaimana mendukung pariwisata Raja Ampat itu berkembang,” tutupnya.
(Rob/parade.id)