Jakarta (PARADE.ID)- Politisi Demokrat, Rachland Nashidik mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak membenarkan sikap setengah hati atas kemelut yang terjadi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dalam demokrasi, kekuasaan dibagi dan didistribusi. Presiden bukan primus solus. Tapi kesimpulan itu hanya benar dalam artian Presiden harus merangkul dan bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain,” katanya, Kamis (27/5/2021), di akun Twitter-nya.
Kritikan yang sudah lama datang kepada Jokowi, soal ia diduga “membela kebhinekaan” dengan cara membelah dan menyingkirkan harus menjadi perhatian.
“Tapi dari kasus KPK kini kita tahu, tudingan ‘Taliban’ itu, ‘test kebangsaan’ itu, tak berhubungan dengan kebhinekaan. Ia membelah dan menyingkirkan sesiapa yang menghalangi politik istana,” kata dia lagi.
Terkait hal di atas, Rachland kemudian menimpali komentar dari KSP Moeldoko. Rachland menyinggung, apa yang ia sebut upaha merebut partai Demokrat.
“Biarlah saja orang lain dengan integritas yang lebih baik yang bicara tentang integritas antikorupsi, Pak. Sekurangnya dia yang tak pernah mencoba merampas Partai orang lain lewat KLB gadungan. Atau membuang jam tangan mahal saat publik mempertanyakan,” tanggapannya atas berita yang menyebutkan “Moeldoko: Soal TWK Pegawai KPK Jangan Digoreng Kanan Kiri”.
Dikutip dari media tersebut (republika.co.id), Moeldoko mengatakan bahwa TWK dilakukan untuk mendapatkan garda terbaik pemberantasan korupsi dan berintegritas, serta berjiwa merah putih.
“Jadi, jangan lah persoalan ini belum dipahami sepenuhnya oleh kita semuanya, tetapi justru digoreng kanan-kiri akhirnya keluar dari substansi, tujuan yang hendak dicapai,” ujar Moeldoko dalam keterangannya, Rabu (26/5).
Moeldoko mengatakan, proses alih status pegawai KPK menjadi ASN ini untuk menjaga agar KPK dapat bekerja secara maksimal dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Menurutnya, sejak awal Presiden ingin agar KPK memiliki SDM terbaik dan berkomitmen tinggi dalam hal pemberantasan korupsi.
(Rgs/PARADE.ID)