Jakarta (PARADE.ID)- Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro mengakui adanya kesalahan sehingga sebagian data pribadi para pihak dalam kasus perceraian dipublikasi tanpa sensor di situs itu seperti temuan Cyberthreat.id.
“Sebenarnya semua data perceraian harus dilindungi dengan cara mengaburkan identitas,” kata Andi menjawab Cyberthreat.id, Senin (17 Agustus 2020).
Pertanyaan itu sebenarnya sudah diajukan kepadanya sejak awal pekan lalu. Namun, Andi meminta waktu untuk mempelajari kasusnya.
Andi mengatakan, temuan Cyberthreat.id terkait adaya pengungkapan data pribadi para pihak dalam perkara perceraian di situs web Mahkamah Agung akan dijadikan bahan evaluasi.
“Itu sebagai masukan untuk kami evaluasi sesuai dengan aturannya,” ujarnya.
Andi menambahkan, dirinya sudah mengonfirmasi ke sejumlah sumber yang berkompeten dan mendapat jawaban bahwa “data pribadi itu harus dilindungi dan identitas para pihak harus dikaburkan.”
Ditanya bagaimana hal itu bisa terjadi, Andi mengatakan tidak semua data yang diunggah di Mahkamah Agung dilakukan dari Jakarta. Jika perkaranya dari daerah, kata dia, maka putusan perkara itu diunggah oleh pengadilan di daerah.
“Yang di MA tentu MA. Sedangkan yang di daerah tentu daerah sendiri sebab daerahlah yang mengupload,” kata dia.
Saat ditanyai apakah ada SOP dalam mengunggah informasi seperti itu dan mengapa formatnya berbeda-beda yang diunggah di situs Direktori itu, Andi mengaku pihaknya memiliki pedoman dalam mempublikasikan informasi.
Ditanya apakah tidak ada standar operasional prosedur (SOP) tata cara mempublikasikan sebuah putusan hukum, Andi mengatakan, walau pun tidak dalam bentuk SOP, namun Mahkamah Agung sudah mengeluarkan pedoman berupa Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI nomor 1-144/KMA/SK/I/2011.
Amatan Cyberthreat.id, dalam SK itu memang diatur tentang prosedur pengaburan informasi. Pada bagian VI poin 1 disebutkan bahwa beberapa kasus perkara tertentu harus dikaburkan identitas saksi korban, pihak yang berperkara, dan pihak terkait sebelum diberikan salinannya kepada pemohon atau ke dalam situs. Pada poin yang sama bagian b disebutkan perkara perkawinan harus dikaburkan nomor perkara, identitas para pihak yang berperkara, saksi dan pihak terkait.
Hanya saja, dalam penjelasan [bagian VI nomor 2] terkait jenis identitas apa yang dikaburkan terkait aturan nomor 1 hanya disebutkan terdiri dari nama dan nama alias; pekerjaan, tempat bekerja dan identitas kepegawaian yang bersangkutan; serta sekolah atau lembaga pendidikan yang diikuti. Sementara untuk nomor induk kependudukan atau nomor kartu tanda penduduk tidak masuk dalam jenis yang disebutkan untuk dikaburkan dalam beberapa kasus tertentu.
Dalam bagian VI ini juga disebutkan cara mengaburkan informasi yang diatur itu dengan menghitamkan informasi dengan spidol agar tidak dapat terbaca (dalam hal ini terhadap naskah cetak), atau mengganti informasi yang dimaksud dengan istilah lain dalam naskah elektronik.
Seperti diberitakan sebelumnya, penelusuran secara acak yang dilakukan Cyberthreat.id menemukan sejumlah putusan dalam kasus perceraian diunggah secara lengkap termasuk nama, nomor KTP, nomor Kartu Keluarga, nama lengkap anak, dan riyawat perkawinan hingga kronologis lengkap perceraian. Publik juga dapat mengunduh putusan pengadilan yang disediakan dalam verzi Zip dan dokumen Pdf.
Namun, ditemukan pula putusan perkara perceraian yang diunggah di Direktori Putusan Mahkamah Agung yang data pribadinya dilindungi dengan kode ‘xxx’ khususnya pada bagian yang menyangkut nama lengkap, nomor KTP, KK dan alamat rumah.
Sebagai contoh, putusan Mahkamah Syariah Banda Aceh nomor 236/Pdt.G/2020/MS.Bna diunggah di direktori putusan Mahkamah Agung secara lengkap tanpa melindungi data pribadi para pihak terkait (putusan itu dapat diakses secara publik di tautan ini).
Hal serupa juga terjadi dalam putusan Mahkamah Syariah Bireuen Nomor 0344/Pdt.G/2018/MS.Bir (link tautan ).
Putusan Mahkamah Syariah Aceh Nomor 32/Pdt.G/2019/MS.Aceh data pribadi para pihak juga dibiarkan dapat diakses tanpa dilindungi.
Sementara pada putusan Pengadilan Agama Sleman nomor 1404/Pdt.G/2016/PA.Smn yang juga diunggah di Direktori Putusan Mahkamah Agung, data pribadi para pihak yang terlibat dilindungi dengan kode “xxx”. (klik di tautan ini)
Data pribadi yang terpublikasi secara lengkap seperti itu rawan disalahgunakan. Bahkan, peretas biasanya memakai informasi pribadi seperti itu untuk melakukan penipuan (phishing email) dan kejahatan potensial dunia maya lainnya.
(Cyberthreat/PARADE.ID)