Jakarta (PARADE.ID)- Revisi UU ITE banjir dukungan. Sekum PP Muhammadiyah Abdu Mu’ti di antaranya, menyampaikan bahwa ia setuju dengan gagasan Presiden untuk merevisi UU ITE yang sebenarnya sejak awal ditentang oleh berbagai kalangan.
Beberapa pasal dalam UU ITE (dinilainya) tumpang tindih dengan UU lain. Bahkan dalam pelaksanaannya UU ITE dijadikan alat politik-kekuasaan oleh berbagai kelompok kepentingan.
“Walaupun tahun ini tidak ada dalam prolegnas, Pemerintah bisa memproses gagasan Presiden tersebut dan mengajukan kepada DPR sesuai mekanisme yang berlaku,” demikian ia sampaikan di akun Twitter-nya, Selasa (16/2/2021).
Selain beliau, mantan Jubir KPK Febri Diansyah pun tampak demikian (mendukung revisi UU ITE). Ia menganggap bahwa pernyataan Presiden dan Menkopulhukam tentang rencana revisi UU ITE bagus dan perlu dikawal.
“Yg perlu diingat, latar belakang pasal2 Penghinaan di KUHP & perkembangan di Belanda. Slain itu sifat sengketa pribadi/privat perlu jg dtimbang utk menggeser ke Perdata,” tertulis demikiak di akun Twitter-nya, Selasa (16/2/2021).
Pejabat publik, misalnya. Mestinya tidak ada lagi memakai pidana penghinaan, apalagi karena dikritik kemudian lapor.
Jika tersinggung secara pribadi, kata dia, selesaikan di jalur sengketa privat.
“Ada kok aturan di KUH Perdata utk pemulihan hak pribadi tsb. Bisa 1365 atau 1372 Kitab Undang2 Hukum Perdata.”
Politisi Gelora Fahri Hamzah, selain mendukung, ia juga mengusulkan agar UU ITE dicabut. Dan mengajak agar segera dibahas pengesahan RUU KUHP baru, yang sebenarnya pada DPR RI periode lalu sudah selesai pembicaraan tingkat pertama.
“Ganti KUHP produk belanda dwngan UU yg merupakan kodifikasi hukum pidana karya sendiri,” katanya.
Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan bahwa Pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk merevisi UU ITE. Dan ia tampak tidak keberatan, karena sah-sah saja di negara demokrasi, apalagi untuk hal yang dianggap baik.
“Dulu pd 2007/2008 bnyk yg usul dgn penuh semangat agar dibuat UU ITE. Jika skrng UU tsb dianggap tdk baik dan memuat pasal2 karet mari kita buat resultante baru dgn merevisi UU tsb.”
Hal itu juga disampaikan oleh Presiden Jokowi. Menurutnya peluang untuk direvisi kalau implementasinya menimbulkan rasa ketidakadilan. Pasalnya, tercipta awal UU ITE adalah untuk menjaga agar ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika, dan produktif.
“Hapus pasal-pasal karet yang multitafsir, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” demikian tertulis di akun Presiden Jokowi.
Jokowi mengaku telah memerintahkan Kapolri agar lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan seperti itu.
Pasal-pasal yang multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati.
Jokowi membuka peluang itu, juga karena belakangan ini sejumlah warga dirasakan olehnya saling melapor ke polisi dengan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya. Dan pada umumnya UU ini kerap menjadi perdebatan.
(Rgs/PARADE.ID)