Jakarta (PARADE.ID)- Bantahan Kimia Farma tidak mencari untung atas vaksin berbayar yang belakangan ini ramai dikritisi ekonom, Faisal Basri. Menurut Faisal, jika tak mencari untung, Kimia Farma bisa menjadi operator vaksinasi saja untuk mempercepat herd immunity.
“Dulu ngakunya sebagai peluang bisnis. Akui sajalah dengan jujur. Stok vaksin berbayar sebentar lagi mendekati 15 juta dosis. Target vaksin berbayar korporasi yang dikoordinir Kadin seret. Jadi harus ada langkah penyelamatan stok vaksin,” kata Faisal, Rabu (14/7/2021).
“Bukankah marjin vaksin sudah dipatok 20% dan jasa pelayanan 15%?” sambungnya.
Sebelumnya, Faisal mengaku bahwa pernah mengusulkan agar pemerintah membe beli stok vaksin yang dikelola BUMN tetapi ditolak pemerintah. Menteri Kesehatan menolak, kata dia, karena kemahalan. Pemerintah bisa beli lebih murah.
“Menurut Menteri Kesehatan, vaksin yang dikuasai BUMN didapat berbasarkan business to business murni. Barang publik kok diprivatisasi? Ya salah pemerintah sendiri. Sedari awal memang pemerintah yang membuka opsi bisnis kok. Vaksinasi dianggap sebagai peluang bisnisoleh BUMN,” tertulis demikian di akun Twitter-nya.
Faisal pun menyebut ini sebagai, yang ia kerap katakan sebagai wujud ungoverned government atau pemerintah yang tidak amanah. Pasalnya, produsen vaksin tentu saja mengenakan harga lebih mahal kalau untuk motif business to business.
“Karena itu, pengadaan harus terpusat oleh pemerintah, supaya daya tawarnya tinggi.”
Dikutip kompas.com, Manajemen PT Kimia Farma Tbk sebelumnya menegaskan bahwa penyediaan layanan vaksin berbayar di sejumlah kliniknya tidak untuk mengejar keuntungan alias tujuan komersial. Layanan penyuntikan vaksin yang menyasar individu itu semata dilakukan untuk mendukung program percepatan vaksinasi nasional dari pemerintah.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Kimia Farma Diagnostik Agus Chandra, mengatakan harga vaksin per dosis dalam program Vaksinasi Gotong Royong (VGR) individu sudah ditetapkan oleh pemerintah.
“Harga vaksin untuk VGR individu/perorangan sama dengan harga vaksin untuk VGR badan usaha/badan hukum, yaitu sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, termasuk tarif layanan penyuntikannya,” ujarnya.
“Sehingga kami tidak memanfaatkan program Vaksin Gotong Royong individu untuk tujuan komersial, tetapi upaya kami untuk mendukung pemerintah mempercepat proses vaksinasi,” sambung Agus.
Selain itu, lanjut dia, jenis vaksin yang digunakan dalam program vaksin gratis pemerintah juga berbeda dengan vaksin berbayar atau Vaksin Gotong Royong.
Vaksin program pemerintah yang disediakan untuk masyarakat menggunakan vaksin dari Sinovac dan Astra Zeneca. Sementara Vaksin Gotong Royong dari Kimia Farma menggunakan vaksin Sinopharm.
“Kami memastikan hal itu tidak akan mengganggu vaksinasi program yang biayanya ditanggung oleh pemerintah,” ucap Agus.
Menurut dia, vaksinasi gotong royong individu berbayar dilakukan sebagai respons melonjaknya kasus Covid-19 sejak pertengahan Juni 2021.
(Rgs/PARADE.ID)